Semburat jingga menyapaku dan sekelompok teman-temanku kala kami baru saja turun dari sebuah bus. Senyum sumringah menghiasi setiap sudut bibir kami, ada rasa takjub dan secuil perasaan bangga masuk menyelinap ke setiap sudut hati. Masuk ke sebuah sekolah yang dikenal sebagai “sarang pria” membuat kami sedikit nervous, dan ketika segerombolan pria manis itu mendekati kami dan mengajak kami berkeliling, rasanya benar ini memang “sarangnya para pria”.
Setelah puas berkeliling melihat gedung-gedung sekolah dan asrama yang ada, kami memutuskan untuk segera kembali ke wisma yang masih sekawasan dengan gedung-gedung itu untuk sekedar melepas lelah. “ Ve, mandi yuk! Udah gerah banget nih.” Ajak gadis manis bernama Salsa padaku setelah lelah berkeliling. “ Ok! Tunggu bentar aku, ambil peralatan mandi dulu” Ucapku sambil membongkar isi tas ranselku. Lalu dengan menenteng peralatan mandi dan sehelai handuk aku dan Salsa menuju ke kamar mandi yang tak jauh dari kamar tidur kami.
Siluet senja itu tak terlihat lagi, malam telah sempurna menyulam cakrawala menjadi gulita. Suasana hening menyatu dalam kicauan burung dan sepoian angin. Para gadis sudah selesai berdandan dan siap untuk makan malam. Dari kejauhan seonggok pria manis itu terlihat lagi, kini dalam jumlah yang lumayan banyak. Mereka ternyata mendapat tugas untuk mengantarkan kami yang katanya tamu “Kehormatan” ke ruang makan. Disaat itu, aku melihat sosok pria yang sempat aku kenal dahulu. Aku dibawa kembali pada kejadian 2 minggu lalu saat Ia mengirim sebuah pesan singkat yang tak terduga di akun social media-ku. Aku kembali tersenyum simpul mengingat hal bodoh itu, sampai sebuah suara membuyarkannya. “ Hai, Ka Velly!” sapanya pelan diikuti dengan langkah kakinya yang perlahan mendekat kearahku. “ Hai, Bis!” balasku canggung sambil mengikuti langkahnya disampingku. Aku dan Bisma berjalan mendahului temanku-temanku yang lainnya menyusuri jalan yang dihiasi oleh lampu-lampu taman dan sebuah Gua Maria yang cantik sebagai pemanis. Kami tiba di depan ruang makan dan disambut dengan tatapn ratusan pasang mata yang ada. Rasa nervous itu kembali menyergap masuk. Untunglah ada beberapa orang yang sudah kami kenal sebelumnya termasuk Bisma yang mengantar kami ke meja makan dan menikmati makan malam ter”seru” itu. Dan setelahnya kami disuguhkan sebuah teater menarik yang sangat memikat hati.
Ia kembali menghampiriku dan mengajakku bercengkrama sesaat setelah kami keluar dari Aula tempat pementasan teater dilangsungkan. Ada secercah rasa kagum yang muncul di sudut hati, sampai sesosok wajah ini menghilangkan secercah kekaguman itu. Yap! Wajah itu, terlihat jelas dihadapanku wajah Ryan, kekasihku. Ia berdiri celingak-celinguk tak jauh dari kami seperti mencari seseorang dan saat matanya menangkap sosokku, ia segera menghampiriku dan Bisma. Aku tersenyum panik dan segera memalingkan wajah dari Bisma untuk berbicara dengan Ryan. Dan saat itu, perlahan Bisma menghilang dari pandangan mataku, entah kemana.
Malam semakin larut dan sepertinya malam ini aku tak akan bisa tidur. Kini ada 2 sosok pria yang aku kagumi. Satu sudah ada dan mengisi sebagian hati sejak beberapa bulan yang lalu dan satunya sedang berusaha menyelinap masuk dan mengisi bagian kosong lainnya. Dan kini dilema melandaku.
Sinar mentari pagi menyelinap masuk melalui gorden-gorden kamar, cahaya nakalnya menyilaukan mata dan membangunkanku pagi ini. Hari baru dimulai dengan beragam cerita baru dan pastinya kegalauan baru buatku. Cerita baru yang dimulai ½ hari lalu itu, membuatku terlihat seperti sosok egois yang tidak menghiraukan kekasihku lagi tetapi lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama Bisma dan lagi-lagi Bisma selama keberadaanku disini. Mungkin karena Ryan terlalu sibuk bertemu kangen dengan teman-teman lamanya disini, dan hanya Bisma yang bisa membuatku nyaman bercerita berlama-lama selain Ryan.
Acara yang ditunggu-tunggu pun dimulai dan semua peserta seminar telah berada dalam aula untuk mengikuti kegiatan pemaparan makalah yang akan turut dibawakan oleh sekolah kami. Selama ± 4 ½ jam acara tersebutberlangsung hingga sampai pada kegiatan penutupan acara. Aku dan teman-temanku akan segera kembali ke kota asal kami, sebuah kota dingin yang menyenangkan. Sebelum itu, kami menyempatkan diri untuk berpose dengan beberapa orang diantara pria-pria manis ini sekedar untuk dijadikan kenangan. Bisma menghampiriku dan aku sedikit bercengkrama bersamanya sebelum akhirnya kami pergi meninggalkan mereka dan aku meninggalkan setengah hatiku disana.
***
Handphone ditasku bergetar sesaat setelah aku tiba di rumah. Sebuah pesan darinya kembali menyapaku di akun social media-ku, ia mulai menanyakan pukul berapa aku tiba di rumah sampai dengan pertanyaan basa-basi lainnya. Aku terlelap dalam buaian kata-kata dan candanya selama kami chattingan dan aku sampai lupa untuk membalas pesan singkat Ryan padaku, dan jika dibalas aku hanya memberikan jawaban singkat dan seperlunya. Aku merasa seperti perlahan-lahan rasa sayangku pada Ryan dikikis oleh perhatian-perhatian Bisma padaku. Aku merasakn sebuah perasaan aneh yang tak bisa dijelaskan. Disatu sisi, aku sayang pada Ryan dan dilain sisi aku juga menginginkan Bisma. Rasa ego wanitaku muncul. Dan disaat itulah aku benar-benar bimbang. Aku mencoba untuk menjalani kedua-duanya sampai aku bisa memutuskan akhirnya kedekatan seperti apa yang sedang terjalin antara aku dan Bisma kini.
Udara 2 Mei bertiup hangat, sepertinya sedang mencoba mengimbangi kehangatan perasaanku dan tentunya guru-guru kami yang sedang merayakan Hari Pendidikan. Sekolah kami membawakan sebuah orkes symphony dalam carnaval yang digelar untuk memeriahkan HARDIKNAS kali ini. Aku berjalan lunglai menelusuri halaman sekolah setelah selesai membawakan orkes bersama sahabatku Cantika. Kami disuguhi beragam makanan ringan saat tiba disekolah dan segelas air mineral yang langsung diteguk habis olehku saking hausnya. Acara selfie dan grufie pun tak terhindarkan. Saat sedang asyik berpotret ria, handphoneku berdering sebuah pesan singkat darinya masuk. Yap! Semalam Bisma sempat meminta nomor handphoneku dan saat ini ia sekedar ingin bersay hy, seperti dalam pesannya yang bertuliskan 3 huruf, Hai!. Aku tersenyum dan membalasnya dengan 3 huruf yang sama pula,sebelum akhirnya Ryan meminjam handphoneku untuk memotret teman-teman kami. Aku panic, saat Ryan membuka handphoneku dan mendapati aku berkirim pesan dengan Bisma. Kembali ke detik sebelumnya, aku tak menyentuh tombol back pada ponselku, dan langsung memencet tombol light off sehingga saat dibuka percakapan kami dihandphoneku langsung bisa terbaca olehnya dan sedetik kemudian, dengan panic aku merampas handphoneku dari genggaman Ryan. Manic wajahnya beruba sendu, ia berjalan perlahan meninggalkan aku yang mematung bingung dan duduk disebuah bangku kayu disamping ruang music.
Aku menghampirinya perlahan, wajahnya terlihat menakutkan dengan rona merah yang menutupi kulit wajahnya dan mata yang memerah serta kepalan tangannya yang meninju tangannya yang lain. Dan ini adalah kali pertamanya aku melihat Ryan semarah ini padaku. Aku memberanikan diri membuka obrolan dengan mengatakan bahwa tidak pernah ada hubungan khusus antara aku dan Bisma. Aku juga menjelaskan perihal kejadian beberapa minggu lalu saat Bisma mengutarakan perasaannya padaku dan dibalas dengan penolakan halus dariku. Sesaat wajah seramnya memudar, ada sedekit kelegaan yang terpancar dari manic wajahnya, sebelum akhirnya Ryan turut buka suara. “ Tapi beneran, kalau kamu emang ngga ada apa-apa sama dia, dan kamu beneran ngga selingkuhin aku kan?” Tanya Ryan bertubi-tubi. Aku mendengus kesal, dengan tatapan ia aku ngga hubungan apa-apa sama dia. “ Ryan, serius aku ngga ada hubungan apa-apa sama dia, kalau kamu ngga percaya, ini kamu sms-in aja dia dan nanyain persisnya kaya apa”. Balasku sambil menyerahkn handphoneku pada Ryan. Ia segera mengetuk-ngetuk layar ponselku dan mengirimi Bisma sebuah pesan yang menanyakan perihal hubunganku dan Bisma. Setelah kudengar handphoneku bordering, aku bisa bernafas lega karena jawaban Bisma ialah bahwa aku dan dia hanya sebatas teman saja, dan memang seperti itulah kenyataannya, tidak lebih. Setelah insiden itu, bisa kulihat wajah Ryan kembali normal namun tidak dengan tatapan matanya yang bisa kutebak berkata aku udah ngga percaya sama kamu lagi, aku butuh waktu buat sendiri dulu dan sepertinya usahaku untuk kembali meyakinkannya harus terhenti sejenak karena jemputanku sudah tiba diparkiran. Kali ini, aku meninggalkan Ryan dengan perasaan bersalah yang teramat dalam.
Aku duduk bersila diatas ranjangku senja itu, sambil memainkan handphoneku yang sedari tadi tak berdering. Ryan memang sepertinya belum mau diganggu dan masih ingin sendiri, sebab pesan-pesanku sedari tadi tak ada yang dibalasnya. GALAU! 1 kata yang cukup mewakili seluruh perasaanku hari ini. Aku menaruh handphone disamping bantal sebelum akhirnya ia berdering tanda ada sebuah pesan masuk. Kubaca nama yang tertera dilayar handphoneku dan sempat berharap itu Ryan, tetapi malah Bisma Winata, sosok yang bisa dibilang ikut berpartisipasi dalam kegalauanku malam ini. Aku membalas pesannya dengan harapan bisa sedikit menghilangkan kegundahan hati yang tengah mencengkramku saat ini, dan setelah lama berkirim pesan aku sepertinya mulai lupa tujuan awalku yang hanya ingin menghilangkan kegundahan sebab saat ini aku sudah terlalu terbang jauh pada semua buaian-buaiannya. Aku bahkan mengangkat teleponnya dan berbicara cukup lama dengannya via telepon dan semua kegalauanku serasa sirna dan berakhir dengan berakhirnya pula percakapan kami ditelepon. Sungguh sebuah keegoisan yang besar, dimana saat kekasihnya sedang marah karena cemburu ia dekat dengan lelaki lain, ia malah berkirim pesan dan teleponan dengan pria yang menjadi biang kecemburuan kekasihnya itu. Sungguh aku benar-benar egois kali ini. Aku kembali memainkan handphoneku yang sejak semenit lalu tak bordering. Foto-fotonya kembali mecairkn rasa bersalahku yang sempat membeku semenit lalu. Aku mengusap wajahnya dilayar ponselku, sampai saat sebuah cairan bening ikut mengusap wajahnya dilayar handphoneku. Aku segera menghapus air mata yang tanpa sadar tengah membanjiri mata dan pipiku. “ Ryan, aku minta maaf. Aku salah” bisikku disela-sela tangisanku. Kini perasaanku semakin menjadi-jadi. Semenit lalu penuh kebahagian dan semenit berikutnya yang penuh air mata dan rasa bersalah.
***
Aku berjalan pada sebuah jalan setapak sempit sambil membawa sebuah obor. Aku berjalan terus lurus kedepan, tanpa pernah menoleh kearah lain dan menghiraukan setiap persimpangan yang ada. Aku berjalan cukup jauh sampai akhirnya aku tiba disebuah persimpangan jalan. Sebuah persimpangan yang berbeda dengan persimpangan-persimpangan lain yang sempat aku temui selama perjalananku. Tiba-tiba sebuah suara yang tak asing menyapaku dari persimpangan itu, dan itu sempat membuatku menengok kearah kanan dimana suara itu berasal dan bibirku mengukir sebuah senyum manis saat kulihat betapa indahnya jalan itu, dipenuhi gemerlap lampu-lampu taman dan bunga-bunga yang indah mengelilinginya. Aku sempat berfikir untuk mematikan obor yang kubawa dan kemudian berbelok arah dari tujuanku sebab suara itu terus memanggilku seakan menyuruhku untuk mengikuti jalannya. Selangkah sudah ku berbelok dari arahku semula, hingga kemudian suara itu tiba-tiba menghilang. Aku bingung kemana harus berjalan. Apakah aku harus terus berjalan lurus kedepan atau berbelok arah menyusuri jalanan gemerlapan ini? Kebingungan menyurutkan niatku untuk terus berjalan, sampai akhirnya dari kejauhan aku melihat secercah sinar mencoba menerobos jalanan gelap itu. Aku akhirnya memutuskan untuk terus berjalan lurus kedepan menerobos jalanan gelap dengan obor yang kubawa, dan suara tak asing dari persimpangan itu kembali memanggilku pulang, dan aku mencoba untuk tak menghiraukannya dan tetap berjalan lurus kedepan. Saat aku tiba diujung jalan aku melihat sesosok pria merentangkan tangan ingin memelukku erat dan akupun jatuh kepelukannya yang hangat diujung jalan itu.
Rtttt…rttt…rrrtttt…. Rrrttttt… rtttt…
Aku coba mengabaikan suara itu, tetapi rasanya semakin keras saja suara itu berdendang. Aku merapatkan pelukanku padanya dan suara itu pun semakin keras berbunyi seakan membuntutiku. Aku perlahan membuka kelopak mataku saat kudapati ternyata yang kupeluk adalah sebuah makhluk tak bernyawa bernama bantal guling. Arrrghhh!!! Ternyata semuanya hanya sebuah mimpi, aku tersenyum dan sedikit tertawa mendapati bahwa itu semua hanya mimpi. Aku melirik kearah ponselku yang bergetar yang sukses membuyarkan bunga tidurku. Aku tersenyum simpul sesaat setelah membaca pesan singkat yang baru saja kuterima.
From : MyLove
Subject : Selamat pagi sayang… Selamat beraktifitas, have a nice day baby. GBU
Terima kasih Tuhan, karena engkau telah menjawab semua kebingunganku semalam. Dan ternyata jalan yang kutempuh semalam ialah jalan yang mengantarkanku pada sosok Ryan. Dan Ryanlah sosok yang akan selalu ada dan menemaniku saat aku butuh dan Ryan adalah sosok yang akan menemaniku dalam setiap perjalananku dan menjagaku untuk tetap berjalan lurus kedepan dan dialah orang yang akan berjalan bersamaku melewati setiap persimpangan jalan yang ada dan sosok yang akan mencegahku berbelok ke jalan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H