Lihat ke Halaman Asli

Fera Nur Amalia

Mahasiswa Magister Agribisnis. DPPS Universitas Muhammadiyah Malang

Epistomologi Berdasarkan Pemikiran Imam Al-Ghazali

Diperbarui: 8 Desember 2021   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fera Nur Amalia

Mahasiswa Magister Agribisnis. DPPS Universitas Muhammadiyah Malang

Al-Ghazali yang memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Lahir di desa Taberan distrik  Thus yang merupakan salah satu kota Khurasan (Persia) di pertengahan abad kelima Hijriyah (450 H/1058 M). AL-Ghazali dan saudaranya, Ahmad tinggal yatim pada usia dini. Al-Ghazali memiliki gelar yaitu “hujjah al-islam yang artinya memiliki daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Anggapan lain mengatakan bahwa kata Al- Ghazzali (dengan 2 Z) diambil dari kata ghazzal yang memiliki arti tukang pemintal benang, karena telah meneruskan gelar keluarganya “ ghazzali” (penenun).  Pada saat ayahnya meninggal, dipercayakanlah pendidikan kedua anak laki-lakinya Muhammad dan Ahmad, kepada salah seorang kawan kepercayaannya, Ahmad bin Muhammad ar-Razikani, seorang sufi besar.(Amien, n.d.; Kajian & Pemikiran, n.d.; Muhammad Fadhlulloh Mubarok, 2020; Nursalam, 2016 & Fallis, 2013; Zaini, 2017)


 Al-ghazali mempelajari ilmu fiqih, riwayat hidup para wali, kehidupan spritual mereka, syair-syair tentang mahabbah (cinta) tuhan, al-quran dan al-sunnah melalui kawan kepercayaan ayahnya tersebut. Setalah itu Al-Ghazali dimasukkan ke sebuah sekolah yang menyediakan biaya hidup bagi muridnya. Gurunya adalah Yusuf al-Nassj yang merupakan seorang sufi besar. Setelah tamat, Al-Ghazali melanjutkan pendidikan di Kota Jurjan yang merupakan pusat kegiatan ilmiah. Al-Ghazali memiliki beberapa guru dia antaranya Abu Nasr al-Isma’ifi tempat diaman dia mendalami pengetahuan bahasa Arab dan Persia, disamping mempelajari ilmu agama. Diusia 20 tahun Al-Ghazali berangkat dari Thus menuju Naishapur, yang merupakan pusat ilmu termasyur dan dikota ini dia belajar di Universitas Nizamiyah yang baru didirikan beberapa tahun. Imam al-Haramain al-Juwaini merupakan imam suci tempat Al-Ghazali belajar. (Amien, n.d.; Kajian & Pemikiran, n.d.; Muhammad Fadhlulloh Mubarok, 2020; Nursalam, 2016 & Fallis, 2013; Zaini, 2017)


Pada tahun 489 H, Al-Ghazsali pergi menuju Syam lalu tinggal di Damaskus, mengajar disebelah barat masjid kota tersebut. Setelah itu dia melkaukan ibadah ke Baitul Maqdis. Diriwayatkan setelah dari Baitul Maqdis dia terus melakukan perjalanan menuju kemesir, beberapa lama tinggal di Iskandariah dan kemudian dia kembali ke Thus untuk menulis karya-karyanya. (Amien, n.d.; Kajian & Pemikiran, n.d.; Muhammad Fadhlulloh Mubarok, 2020; Nursalam, 2016 & Fallis, 2013; Zaini, 2017)
Imam Al-Ghazali memiliki kurang lebih 58 karya, berdasarkan buku As-Subki didalam Thabaqat asy-sayfi’fiyyah. pada riwayat lain dalam Miftah as-saadah wa Misbah as-siyadah menyebutkan terdapat 80 buah. Namunhal tersebut masih belum disepakati secara  oleh para penulis sejarah.


Epistomologi berdasarkan pemikiran Al-Ghazali
    Epstimologi mempelajari seluk beluk ilmu pengetahuan yaitu: sumber-sumber ilmu pengetahuan, masalah kebenaran dan bagaimana hubungan ilmu pengetahuan dengan moral (etika). Epistimologi sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan sedangkan logos diartikan sebagai teori. Dalam bahasa inggris disebut theory of knowledge. Dalam bahasa indonesia diterjemahkan dengan filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang dari filsafat. Dalam pemikiran Islam belum ditemukan bentuk kongkrit epistomlogi yang bersifat islami, artinya masih belum ada paradigma epistomologi islami. Maka banyak terjadi perdebatan filsofis yang sangat sengit di sekitar pengetahuan manusia. (Amien, n.d.; Kajian & Pemikiran, n.d.; Muhammad Fadhlulloh Mubarok, 2020; Nursalam, 2016 & Fallis, 2013)

    Maka dari itulah Al-Ghazali sebagai seorang filsuf dunia masih mempermasalahkan ilmu pengetahuan, seperti halnya filsuf-filsuf dunia lainnya. Al-Ghazali memiliki konsep sendiri mengenai epitomologi. Dalam memahami tentang ilmu pengetahuan Al-Ghazali mendasarkan pemikirannya pada ajaran-ajaran islam oleh karena itu sebagian ahli menyatakan bahwa epistomologi Al-Ghazali adalah epistomologi islam. Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan kedalam dua jenis ilmu pengetahuan yaitu mukasyafah dan ilmu mu’amalah.  Mukasyafah adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh lewat ungkapan langsung , sedangkan ilmu pengetahuan mu’amalah adalah ilmu pengetahuan yang menyangkut hal-hal yang dapat ditulis secara sistematis dan berhubungan dengan kata-kata, yakni hal-hal yang dapat diterima dan dipelajari dari orang-orang lain. Ilmu mukasyafah diperoleh setelah melalui usaha tertentu, yang puncak pengetahuannya adalah mengetahui Zat tuhannya, kebesaran dan juga keagungngan-nya (ma’rifatullah) yang dapat disimpulkan bahwa puncaknya adalah mengenal Allah SWT dengan sempurna. (Amien, n.d.; Kajian & Pemikiran, n.d.)

    Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu penyingkapan (ilmi al-mukasyafah) adalah manakala selubung tirai itu diangkat, sehingga kebenaran sejatinya (jaliyatul haq) dalam masalah ini dijadikan sejelas pandangan mata (al-iyan) yang tidak akan menyisakan keraguan apapun. Dimana syarat mendapatkan ilmu ini adalah hati dan jiwa yang harus sempurna dan bersih dari kotoran atau penyakit hati. Dalam ilmu mukasyafah terdapat aspek-aspek  yaitu ilmu para shiddiqin (orang-orang yang serius dalam beribadah) dan muqarabbin (orang-orang yang dekat dengan allah SWT). Dengan ilmu inilah allah menjadi jelas baik sifat-sifatnya, perbuatannya, rahasia allah SWT dalam menciptakan dunia dan akhirat dll.(Muhammad Fadhlulloh Mubarok, 2020)

    Ilmu muamalah adalah ilmu mengenai keadaan hati yang memberikan pengajaran tentang nilai-nilai mulia dan melarang tindakan yang melanggar kesusilaan pribadi dan etika sosial syar’iah. Ilmu muamalah mencakup ilmu fardhu ‘ain (sholat 5 waktu) dan fardhu kifayah (sholat jenazah an mengkuburnya). imam Al-Ghazali meybutkan juga ilmu pengetahuan mu’amalah dibagi juga dalam 2 jenis yaitu pertama ilmu pengetahuan tentang hal-hala kongkrit yang dapat dilihat,diraba, atau diterima oleh indra manusia. Kedua ilmu pengetahuan mu’malah yang lainnya adalah bersifat abstrak yang tidak dapat dilihat atau disentuh oleh indra manusia (Amien, n.d.; Muhammad Fadhlulloh Mubarok, 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline