`
Judul Buku : Katarsis
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Pengarang : Anastasia Aemilia
ISBN : 978 -- 979 -- 22 -- 9466 - 8
Tahun : 2013
Genre Buku : Fiksi (Romance -- Thriller)
Sekelebat mata, judul novel ini terpampang sangat jelas dengan satu kata yang membuat kita bertanya-tanya, buku tentang apa ini sebenarnya? Itulah yang ada di benak saya ketika melihat cover buku ini sebelum akhirnya memutuskan untuk membacanya. Katarsis di KBBI berarti penyucian diri. Pada awalnya, saya kira novel ini masih berbau teologis, tetapi ketika mulai membaca halaman demi halaman pada bab pertama, tebakan saya jadi meleset. Novel ini bercerita mengenai seorang gadis bernama Tara Johandi, seorang gadis yang digambarkan dalam novel memiliki karakter keras kepala, manipulatif, pendiam, dan cukup bengis ketika sesuatu yang buruk menimpa dirinya. Tara bisa dikategorikan sebagai sosok yang phsycho, ia bahkan digambarkan sebagai gadis yang menentang orang tua kandungnya sendiri. Tak berhenti disitu , bahkan Tara berani melakukan tindakan di luar kebiasaan anak sebayanya. Namun, pengembangan karakter Tara dimulai ketika ia tinggal bersama dr. Alfons yang menjadi psikiaternya setelah mengalami tragedi besar yang menimpanya di Bandung. Sosok Tara berubah menjadi lebih lembut dan bahkan bisa mengendalikan rasa traumanya dengan baik ketika hidup bersama dr. Alfons. Sayangnya, katarsis atau penyucian jiwa yang dilakukan oleh Tara tidak berlangsung lama, karena setelah Ello muncul dan menjadi bagian dari kisah hidupnya, katarsis itu pun harus berakhir.
Novel ini memiliki alur campuran dan gaya bahasa yang mudah dipahami. Penulis berhasil menggambarkan sudut pandang seorang psikopat yang melakukan pembunuhan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anehnya, ketika membaca buku ini, saya pun merasa detail tragedi yang dilakukan oleh tokohnya sangat apik dan punya gaya bahasa yang indah. Kalimat-kalimat seperti luka menganga, darah yang menetes, justru menjadi detail deskripsi penuh keindahan seperti seorang psikopat yang menikmati apa yang dilakukannya. Cerita dalam novel ini juga tidak mudah ditebak, bahkan saya cukup terkejut dengan akhir cerita yang dibuat oleh penulisnya. Tambahan keterangan berita koran dalam novel ini membangun suasana yang riil seolah kisah fiksi ini benar terjadi. Penulis mampu menyampaikan ceritanya kepada penulis dengan baik.
Namun, novel ini menyisakan teka-teki di akhir ceritanya. Terdapat kepingan puzzle yang tidak diceritakan secara lengkap oleh penulis. Bahkan menurut saya, penulis terburu-buru dalam menutup cerita ini pada bab epilog. Mungkin juga itu untuk membangun sensasi teka-teki yang dibuat oleh penulis agar pembaca masih terus penasaran meskipun telah menyelesaikan bacaan novel ini. Novel ini cukup ringan dibaca untuk ukuran genre buku thriller yang biasanya membuat kita perlu untuk memutar dua kali lipat ketika memahaminya. Novel ini cenderung mengarah pada dark romance sehingga romansanya juga tidak terlalu kentara, karena spotlight utama dalam novel ini lebih banyak pada tragedi demi tragedi yang dialami oleh tokoh utamanya. Novel ini sesuai untuk rentang usia remaja hingga dewasa, recommended bagi pembaca yang mungkin bosan dengan bacaan romance pada umumnya. Setelah membaca novel ini secara keseluruhan, ada satu kalimat yang cukup menggambarkan garis besar dari kisah dalam novel ini.
Rasa sakit itu ada untuk melindungimu dan mengajarimu banyak hal. (hlm 183).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H