Lihat ke Halaman Asli

Fera Nuraini

TERVERIFIKASI

Kriminalisasi dan Diskriminasi terhadap TKI Hanya Ada di Bandara Internasional Soekarno Hatta

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1332051561850716018

[caption id="attachment_176990" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi. TKI/Admin (KOMPAS/Riza Fathoni)"][/caption]

Saya pernah menulis tentang “Bandara Soekarno-Hatta” yang menjadi sarang hantu dan ditakuti oleh kebanyakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dan sudah sangat banyak sekali yang menjadi korban kususnya para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mendarat disini. Bandara Soekarno-Hatta Kenapa Selalu Menakutkan BMI? dan Bandara Soekarno-Hatta Tetap Menakutkan bagi Para BMI

Saya sendiri belum pernah mendarat di bandara Sutta, tapi sangat sering mendengar tentang keluh kesah para pengguna bandara ini yang saat pulang ke tanah air harus turun di bandara Internasional Indonesia dan menjadi kebanggaan orang Indonesia (seharusnya) tapi tidak bagi para TKI-nya.

Bagaimana mungkin orang yang akan pulang ke tanah airnya sendiri selalu dihantui oleh rasa takut saat harus turun di bandara ini? Ini tanah air kita sendiri lo, tempat kita untuk pulang setelah merantu di negeri orang. Dan anehnya  ini hanya berlaku untuk para TKI, sedang mereka yang pulang setelah melancong tidak diperlakukan buruk dan dipersilahkan keluar bebas menentukan arah mereka sendiri.

Seramnya bandara Sutta entah sampai kapan bisa dihilangkan. Pengharusan bagi para TKI untuk masuk ke Terminal 3 adalah sebuah diskriminasi dan kriminalisasi nyata yang sengaja di lakukan oleh pemerintah dengan kedok perlindungan.

Pemerintah sendiri bukannya tidak tahu tentang ulah oknum yang selalu meneror para TKI kususnya TKW yang melewati bandara ini. Mereka digiring masuk ke terminal kusus TKI dan diharuskan untuk naik travel yang telah disediakan untuk mengantar mereka sampai rumah masing-masing. Pemaksaan sangat nyata dan tidak bisa ditolak oleh para TKI.

Peraturan konyol yang pernah ada di negeri ini dan entah sampai kapan akan terus diberlakukan. Kenapa para TKI tidak diberi kebebasan untuk menentukan jalan mereka sendiri setelah melewati Imigrasi bandara? Kenapa musti  diharuskan naik travel dengan tarif sekian ratus ribu plus tambahan sekian ratus ribu lagi yang kalau tidak diberi bisa-bisa para TKI diturunkan secara paksa ditengah jalan? TERLALU.

Diskriminasi seperti ini untuk para tenaga kerja di luar negeri sepertinya hanya ada di Indonesia. Perasaan nyaman dan tenang bisa dirasakan saat mendarat di bandara Negara lain tapi tidak bisa dirasakan saat mendarat di bandara negeri sendiri. Seharusnya pemerintah menghapus peraturan ini, toh sudah sangat banyak cerita pilu dari para TKI saat melewati bandara Sutta.

Bagaimana seorang TKW sampai menangis minta ijin untuk pulang sendiri tapi tetap diharuskan untuk naik travel bandara dan menunggu begitu lama? Ini bukan fiksi karena saya pernah mendengar sendiri. Ada seorang TKW yang meminta cuti ke majikan karena ayahnya sakit keras dan masuk UGD. Tapi karena peraturan konyol ini, setelah tiba di bandara TKW ini tetap tidak diijinkan untuk pulang sendiri dengan alasan apapun. Akhirnya apa? Ayahnya menghembuskan nafas terakhir sebelum anaknya tiba dirumah karena masih ditahan oleh pihak bandara.

Sampai kapan ini terus terjadi? STOP menyebut para TKI sebagai “pahlawan devisa” Kami tidak butuh gelar itu. Yang kami butuhkan adalah perlindungan iklas dan nyata bukan pemerasan dan pemaksaan yang  mengatasnamakan perlindungan.

Berhentilah menjadi peneror  bagi para TKI yang ingin pulang ke tanah air sendiri. Kita sama-sama cari uang untuk makan. Tapi cara halal tetap menjadi daging saat uang itu berubah makanan dan masuk ke perut kita. Kalau peraturan itu masih terus ada, sebaiknya kirim saja petugas bandara yang menjadi terror para TKI untuk gantian menjadi TKI ke luar negeri, biar tahu rasanya bagaimana diteror oleh majikan setiap harinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline