Lihat ke Halaman Asli

Fera Nuraini

TERVERIFIKASI

Polonia Juanda Sebulan yang Lalu

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini, tepat sebulan yang lalu kau melepasku di Polonia. Masih aku ingat dengan jelas raut wajahmu yang bingung saat aku menjabat tanganmu lalu mendekatkan kepalaku dibahumu. Masih jelas aku ingat saat aku ucap kata "i love you" dan kau balas dengan terbata sambil menatap mataku dengan sayu.

Masih ingat saat tanganku mengusap matamu yang hampir basah oleh air mata. Masih ingat dengan kata-kata mesra yang sering kau bisikkan saat aku bergelayut manja menenggelamkan kepala ini didadamu. Masih ingat saat aku seperti orang sekarat, hampir kehilangan nafas dan kau setia menungguiku disampingku, membelaiku, mengecup pipi dan keningku, memberi kehangatan dengan tatapan dan bisikan mesra.

Masih sangat jelas aku ingat dan tak mungkin aku lupa saat aku pura-pura tidur dalam pangkuanmu dihampir setiap perjalanan yang kita tempuh, tanganmu tak henti membelaiku, menatap wajahku, menggenggam jemarimu dan sesekali kau bernyanyi tentang lagu cinta dan pasti membuatku tak bisa menahan tawa.

Dan aku masih ingat saat aku menoleh kebelakang sebelum aku masuk untuk cek in ternyata aku tak melihatmu disana. Baru aku tahu setelah kau bilang saat menelponku waktu transit di Jakarta bahwa kau sedang berdiri disamping petugas pemeriksaan tiket dan terus memperhatikanku yang seperti orang bingung.

Kejamnya waktu dan jarak ini, hun. Sering aku menyesal saat kita berjauhan seperti ini. Menyesal karena aku tak begitu perhatian dan menyia-nyiakan kedekatan itu.

Tapi, impian bahagia yang sering kita rangkai bersama sebelum pertemuan itu ternyata lebih indah, sayang. Tak ada canggung sedikit pun apalagi ragu, terkejut, terlebih rasa malu saat pertama kali kita bertemu di Juanda. Aku gandeng tanganmu menuju mobil dan membawamu ke kotaku.

Sepanjang jalan kita terus bercerita dan sesekali aku bertanya "ini bukan mimpi kan, hun? Ini mas L***** bukan?" Kau langsung tertawa dan menarik kepalaku dengan mesra kedadamu, memelukku dan menjawab "coba cubit tanganku, kalau aku diam berarti ini cuma mimpi." Cubitanku tepat dilenganmu membuatmu mengaduh kesakitan dan aku tertawa sambil memberi cubitan berikutnya.

Dan sekarang, kita diuji lagi untuk bersabar. Kita diuji apakah kita mampu bertahan saat berjauhan. Apa kita mampu menjaga rasa yang lama terpendam kemudian menyatu dan akhirnya terpisahkan lagi oleh jarak dan waktu.

Semua berawal dari rasa, lalu menjelma menjadi gumpalan rindu berbalut sayang dan cinta. Berbekal niat suci, berharap akan tetap suci sampai tiba waktunya kita akan bertemu kembali. Hanya Dia yang paling tahu hatiku dan hatimu. Kita sama-sama yakin bahwa kita tak mungkin tak menyatu.

Semoga kau akan selalu merindukan manjaku yang menurutmu dimaya dan dinyata sama tak ada bedanya.

I miss you, hun.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline