Kita tengah hidup di negara majemuk, Indonesia.
Beberapa waktu lalu, media Indonesia ramai membicarakan suatu permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya kemajemukan yaitu toleransi. Pemberitaan yang ada di berbagai media, seolah menunjukkan bahwa para pelaku penyerangan dengan kasus serupa adalah pihak yang tidak dapat mentoleransi keanekaragaman yang ada. Hal ini dapat dilihat dari munculnya pemberitaan baru terkait penyerangan rumah ibadah umat Katolik di Gereja St. Lidwina Yogyakarta. Penyerangan tersebut menimbulkan kepanikan dan menyebabkan 4 orang terluka, yaitu Romo dan 3 orang jemaat.
Bagaimana tanggapan mereka?
Tindakan ini lantas memunculkan tanggapan dari banyak pihak. Pada hari minggu pagi, 32 elemen masyarakat di Yogyakarta menggelar konsolidasi. Mereka menyampaikan pernyataan sikap melawan tindakan intoleransi terhadap kebebasan beribadah setiap umat beragama. Selain itu, Presiden Jokowi pun angkat bicara terkait masalah intoleransi ini. Ia mengecam tindakan intoleransi yang terjadi.
Tidak hanya orang nomor satu di Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono X pun memberikan respon terkait penyerangan Gereja St. Lidwina dengan memohon maaf, khususnya kepada mereka yang menjadi korban penyerangan tersebut.
Siapa yang bertanggung jawab?
Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang meminta maaf dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang mendesak pemerintah hadir dalam persoalan itu, memunculkan pertanyaan bagi saya. Apakah hanya pemerintah yang berperan penting atas kasus ini?
Melihat hal yang terjadi, kita tidak boleh melempar permasalahan ini hanya pada pemerintah saja. Masalah ini adalah tanggung jawab kita bersama. Mengapa demikian? Dalam hal ini saya melihat bahwa tidak hanya pemerintah saja yang memainkan peran. Kita juga seharusnya melakukan sesuatu. Menurut saya, pilihan kita untuk bersikap kritis atau tidak, dapat memicu toleransi maupun intoleransi. Oleh karena itu, sebagai generasi jaman now penerus bangsa, kita harus kritis menanggapi permasalahan ini.
Kita bisa memulai dengan hal yang sederhana, seperti tidak hanya mengambil kesimpulan cepat setelah membaca satu artikel saja. Sebaiknya kita membaca lebih dari satu artikel di situs yang terpercaya, guna mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan akurat. Menurut saya, ketika kita membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh dari satu artikel saja, apalagi melalui situs yang kurang terpercaya dapat menciptakan pemikiran yang salah. Bisa saja hal tersebut akan berakhir pada prasangka atau saling tuduh kepada kelompok tertentu, yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi intoleran juga. Jika terus dibiarkan, hal ini bisa menimbulkan perpecahan di tengah-tengah lingkungan kita.
Integrasi atau disintegrasi, tergantung pilihanmu.
Penyerangan Gereja St. Lidwina ini membuktikan bahwa ada pihak intoleran yang mencoba untuk merusak persatuan di Indonesia. Dapat dilihat dari keterangan Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian bahwa penyerangan ini disebabkan oleh adanya paham radikal. Hal ini juga bisa dilihat dari keterangan pelaku yang mengaku melakukan penyerangan tersebut karena membenci orang kafir.