Lihat ke Halaman Asli

Lakon Hidupku Seperti Pengarang

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lakon hidupku seperti pengarang

Oleh: Fenti feberiani

Seiring langkah yang tak bisa ku buat bahwa ini benar mengenai hidup ku. Hidup yang sebenarnya terjadi dan dilakukan oleh kita sebagai manusia. Tak bisa ku paksa mengenai hakikat yang sebenarnya seperti lakon yang tengah aku jalani sekarang, bisa dikatakan siapakah pengarang hidup ini. Setiap apa yang kita jalani ini adalah gambaran diri sebagai manusia yang hidup pada zaman sekarang.

Yang ku rasa tangis berkepanjangan, tak bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan, mengenai lakon kita, seperti wayang yang akan dimainkan oleh dalang, dan pengarang nya itu adalah dalang. Dia yang merangkai indah jalan cerita yang akan di mainkan, ada senyum, tingkah laku yang konyol, lalu ada derita tangis di dalamnya.

Jika hidup ini seperti ceritalakon wayang, lalu, mampukah kita berperan bagus seperti lakon wayang itu. Tapi kita lihat bahwa pengarang nya itu adalah sang maha pencipta, dia yang merangkai semuanya, dia yang mengubah kebiasaan menjadi luar biasa, bahwa yang dia buat, bukan semata-mata hanya sebagai lakon di dalamnya.

Masih ingatkah beberapa riwayat mengatakan ketika kita masih dalam kandungan, kita sudah diperingatkan, dan berjanji padanya, untuk menerima lakon yang sudah ditentukan olehnya, baik dalam cerita hidupnya, pedih ataupun bahagia harus kiat terima, sungguh kekuasaan ALLAH yang tak ada bandingannya, masih dalam kandungan pun kita sudah berjanji dan di peringatkan, apalagi kita sudah dalam keadaan dewasa dan tau arti lakon hidup sesungguhnya.

Tapi, masikah ada sang pengeluh seperti ku, dalam cerita hidup ini. Dan masihkah engkau memberi maaf untukku yang sering mengeluh untuk menjalankan lakon ini. Tak ada rasa kesal dan gemuruh ku menanyakan ini padamu, namun pertanyaan ku ini hanyalah seperti gurauan anak kecil saja, tapi benar ku akui, inilah yang mestisaya tanyakan, bahwa lakon yang kujalani masih seperti tersumbat selang, didalamnya, mungkin, kurangnya iman, kurangnya bersilaturahmi, lalu kurangnya bersyukur.

Setiap rasa ini adalah yang terjadi dalam kehidupan, entah siapa yang harus di salahkan dalam cerita hidup ini, tidak kah harus dikatakan ini sebuah takdir, sebuah suratan, namun semuanya bisa di ubah dalam kondisi apapun, sekalipun dalam keadaan terjepit. Bukankan manusia paling mulia di antara mahluk-mahkluk lainya, mengapa seperti sesulit yang saya bayangkan tentang hidup ini.

Tentang bagaimanakan lakon hidup yang saya jalani, asstagfirullah. Sepertinya sekarang Cuma tinggal bagaimana merangkai posisi terindah kedepanuntuk lakon selanjutnya, bukan posisi yang hanya dipikirkan sulit, namun itu mudah, bahwa tak ada semangat kecuali aku memikirkanmu ALLAH, dirimu penguat segala dalam diri ini.

Sebagus apapun cerita yang kita rangkai, mengenailakon itu bagaimanapun harus bisa menghadapinya, seperti dirimu, yang selalu berdiri tegap. Yang selalu memperhatikan dan yang selalu memaafkan kesalahan sebesar apapun itu. Karangan yang terindah hanya terjadi padamu, yang hanya kamu rangkai tak ada dera dan cacat kau merangkainya. Namun yang cacat hanyalah lakonnya sendiri yang selalu mengartikan salah.

Hidup adalah gambaran terindah di sepanjang massa, di sepanjang hayat hingga kita mati nanti, menceritakannya kembali yang sebenarnya pada yang maha kuasa, hingga kita mempertanggung jawabkan yang terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline