Finlandia erat kaitannya dengan model pendidikan yang berhasil, yang terbukti dari hasil PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2000 yang cukup mencengangkan. Hasil yang mencengangkan itu karena Finlandia tidak diperhitungkan sebelumnya akan mampu bersanding dengan negara seperti AS dan Kanada.
Finlandia merupakan negara agraris yang miskin, dan menyadari sepenuhnya bahwa untuk membentuk negara yang makmur dengan kompetensi ekonomi yang tinggi tidak akan terjadi tanpa kontribusi besar dari sumber daya manusia, terutama pendidikan dan pelatihan (Aho, Pitkanen, dan Sahlberg, 2006).
Mencermati pencapaian suatu negara yang awalnya bukan apa-apa dan kemudian mencuat dengan hasil yang mengagumkan tentu hal yang menarik untuk dilakukan. Sejumlah referensi menyebutkan bahwa kunci keberhasilan pendidikan di Finlandia terutama adalah kualifikasi guru yang tinggi, untuk bisa mengajar seorang guru minimal bergelar master. Sistem pendidikan di Finlandia tidak mengenal ujian, ujian hanya dilakukan pada akhir sekolah menengah yang disebut Ujian Matrikulasi (Sahlberg, 2007).
Apa yang telah dilakukan di Finlandia, bukan berarti bisa langsung diterapkan di negara lain dan memperoleh hasil yang sama baiknya. Malinen, Visnen, & Savolainen (2012) mengatakan bahwa dengan melakukan praktik yang persis sama dengan yang dilakukan oleh sistem pendidikan di Finlandia bukan berarti akan memberikan respon yang sempurna untuk kebutuhan negara lain.
Satu hal yang menarik mengenai bagaimana sistem pendidikan di Finlandia diterapkan adalah adanya budaya kepercayaan (trust).
Budaya kepercayaan berarti otoritas pendidikan dan pemimpin politik percaya bahwa guru, kepala sekolah serta orang tua dan komunitasnya tahu bagaimana memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak dan remaja mereka (Sahlberg, 2007).
Lebih lanjut Sahlberg (2007) menyatakan bahwa budaya kepercayaan hanya dapat berkembang di lingkungan yang dibangun di atas tata kelola yang baik dan korupsi yang nyaris nol.
Menurut data Corruption Perceptions Index 2019, Finlandia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang paling bersih dari korupsi, dengan skor selisih satu angka dibandingkan dengan negara Denmark dan New Zealand. Tidak mengherankan bila budaya kepercayaan masyarakat sangat tinggi terhadap pemerintahnya.
Negara Indonesia berdasarkan data Corruption Perceptions Index 2019, menempati peringkat ke-85 dari total 180 negara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berusaha menjalankan tugasnya dalam mengungkap kasus-kasus korupsi untuk membentuk pemerintahan yang bersih, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Namun, sepertinya koruptor tidak gentar, dan tetap menjalankan usahanya untuk memperkaya diri sendiri dan golongannya, sehingga tidak heran bila timbul anggapan di masyarakat, bahwa korupsi sulit diberantas karena sudah menjadi budaya di pemerintah.
Kepercayaan bukan hal yang mudah diraih, butuh kerja keras dan waktu yang lama untuk membangun dan membuktikan, bahwa sesuatu atau seseorang itu memang pantas untuk dipercaya, namun hanya dalam waktu singkat, kepercayaan dapat dihancurkan dengan mudah.