Dalam rangka mencoba menjaga stabilitas antar mata uang di Eropa, negara-negara Eropa bekerja sama dengan meluncurkan sebuah sistem yang dinamakan Europe Monetary System (EMS). Krisis minyak pertama yang terjadi pada tahun 1973 juga menjadi salah satu faktor dalam meluncurkan Sistem Moneter Eropa tersebut. Proposal terkait penyatuan moneter diajukan empat tahun setelahnya yaitu pada tahun 1977 oleh Presiden Komisi Eropa saat itu, Roy Jenkins. Akan tetapi, usulan proposal tersebut ditanggapi dengan skeptis. Pada bulan Maret 1979, Presiden Perancis Valery Giscard d'Estaing dan Kanselir Jerman Helmur Schmidt meluncurkan bentuk atau sistem yang lebih terbatas yang disebut dengan Europe Monetary System (EMS) yang diikuti oleh delapan partisipan Negara Anggota.
Elemen dasar EMS adalah Unit Mata Uang Eropa (Europe Currency Unit/ECU) yang diadopsi sejak 13 Maret 1979 sebagai sekumpulan mata uang nasional dan Mekanisme Nilai Tukar (ERM) yang menetapkan nilai tukar terhadap ECU untuk setiap mata uang yang berpartisipasi. Berdasarkan tarif pusat tersebut, tarif bilateral kemudian ditetapkan di antara Negara-Negara Anggota. ECU juga berfungsi untuk mengukur nilai pasar atau harga pokok barang, jasa, atau aset di Komunitas Eropa sehingga menjadi landasan Komunitas Eropa. Sistem ini juga menyertakan alat pencegahan untuk menghindari pelanggaran niali tukar yang ditetapkan.
Pada tahun-tahun awal diterapkannya EMS menunjukkan hasil yang sederhana. Namun, titik balik terjadi pada tahun 1983 ketika Pemerintah Perancis memutuskan untuk mengikuti kebijakan Franc Fort di mana kebijakan ini mengikuti kebijakan pemerintah Jerman dan semakin berorientasi pasar. Dengan berkomitmen pada disiplin EMS, Perancis dan negara-negara yang rentan terhadap inflasi mengalami penurunan inflasi dan suku bunga mereka mencapai ke tingkat yang lebih rendah. Pada bulan Juni 1995, Dewan Eropa Cannes menegaskan bahwa tahun 1999 akan menjadi awal dimulainya Uni Ekonomi dan Moneter (Economic and Monetary Union/EMU). Bulan Desember di tahun tersebut, para pemimpin Eropa di Dewan Eropa Madrid memutuskan untuk menamai mata uang Eropa yang baru dengan Euro dan pada tanggal 1 Januari 1999 Uni Eropa meluncurkan mata uang tunggal Euro.
Seiring dengan nilai dolar AS yang tidak stabil, wacana dibentuknya mata uang tunggal di Asia kembali digaungkan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Bin Mohamad dalam forum Future of Asia yang diadakan oleh Nikkei di Tokyo, Jepang, Kamis (30/5/2019). Mahathir mengusulkan bahwa mata uang harus berbasis emas karena emas jauh lebih stabil. Adanya hubungan keterikatan mata uang negara Asia dengan dolar AS membuat mata uang rentan terhadap manipulasi valuta asing (forex). Terlebih lagi mata uang negara bergantung pada dolar AS.
Alasan kuat yang mendorong berlakunya mata uang tunggal ASEAN muncul karena keadaan pelemahan nilai tukar mata uang sejumlah negara di Asia Tenggara (ASEAN) dalam beberapa bulan terakhir. Namun, menurut CEO CIMB Group, Nazir Razek dalam forum The Launch of Lifting The Barriers Reports di Jakarta pada 4 September 2013 yang digelar oleh Asean Business Club (ABC) mengungkapkan bahwa tidak perlu adanya harmonisasi atau penyatuan mata uang negara ASEAN karena yang sangat penting dari hal tersebut adalah stabilisasi mata uang dalam aktivitas perekonomian sebuah negara. Rencana yang digagaskan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Bin Mohamad mengenai penyatuan mata uang ASEAN tidak kunjung berjalan karena belum ada semangat dari negara-negara ASEAN sebagaimana Uni Eropa yang membuat mata uang tunggal Euro.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Surin Pitsuwan pada jumpa pers setelah seminar "ASEAN and The European Union, Twenty Years from Now: Two Integrated Markets" di Hotel Intercontinental, Jakarta, menyatakan hal yang berbeda. Menurutnya, untuk mewujudkan mata uang tunggal Asia Tenggara perlu kesepahaman bersama semua negara anggota karena perbedaan sistem politik, budaya, dan ekonomi menjadi hambatannya. Akan lebih mudah bagi negara ASEAN untuk menggunakan mata uang dominan daripada mata uang tunggal. Misalnya, pada kawasan Asia Timur mempunyai mata uang yuan dan yen yang sama kuat nilai tukarnya. Wakil Menteri Perdagangan Indonesia, Mahendra Siregar juga menyatakan bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki ketertarikan menggunakan mata uang tunggal.
Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN, Julian Wilson menilai bahwa penerapan mata uang tunggal di ASEAN sangat masuk akal. Dengan mata uang tunggal yang kuat, maka negara-negara di kawasan tidak harus membeli dolar untuk melakukan perdagangan antarnegara ASEAN. Berdasarkan hasil penelitian Cholifah dan Wahyuningsih (2020) menyimpulkan bahwa mata uang Singapura Dollar (SGD) memberikan dampak yang cukup signifikan hampir di seluruh mata uang anggota ASEAN. Artinya, apabila kawasan ASEAN mematok mata uang mereka ke dalam SGD akan memberikan dampak apresiasi dan stabilitas pada mata uang ASEAN. Dari beberapa pendapat tersebut, penyatuan mata uang negara-negara di suatu kawasan terdapat banyak hambatan maupun kesepakatan yang harus dicapai. Meskipun begitu, perlu kerjasama dan semangat dari semua negara untuk melakukan perubahan dalam menstabilkan perekonomian negara hingga perekonomian dunia.
Sources:
Chang, Michele. (2009). Monetary Integration in The European Union. Palgrave Macmllan.
Cholifah, Nurul & Wahyuningsih. (2020). Pembentukan Mata Uang Tunggal Kawasan ASEAN. E-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, VII(2), 152-158.