Kasus dugaan penistaan Gubernur Non Aktif Basuki T Purnama atau Ahok kini memasuki babak baru. Polemik terbuka dan tertutupnya gelaran perkara kasus ini mulai mengemuka di berbagai media dan elektronika. Sumbang pikir dan saran berbagai kalangan kian meramaikan portal-portal berita dari pagi hingga petang. Kini kita mulai diperhadapkan dengan berbagai argumen yang hiruk pikuk mendobrak logika berpikir normative kita menuju kepada logika berpikir yang progressive. Mengapa sekarang ini kita begitu terkejut dan responsive terhadap sesuatu perkara yang dianggap baru dan tidak lazim, kemudian mulai ribut ketika suatu perkara berjalan diluar dari kebiasaan.
Gelar Perkara secara terbuka maupun tertutup memiliki dampak yang baik dan bisa juga berdampak buruk bahkan bisa berbahaya. Kita lihat dulu bergulirnya wacana ini dari awal; dan kita bisa bedah satu demi satu;
Presiden Joko Widodo mengakui telah menginstruksikan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian agar gelar perkara kasus Ahok dilakukan secara terbuka.
Jokowi merasa keterbukaan dalam proses gelar perkara akan membuat jernih persoalan dan menghilangkan prasangka. Meski demikian, Jokowi juga memerintahkan Kapolri untuk mengkaji terlebih dahulu apakah gelar perkara terbuka tersebut dimungkinkan secara aturan perundang-undangan. Prakarsa Presiden Jokowi ini jelas memiliki multi tafsir dalam menterjemahkannya. Artinya bagi pencinta keadilan dan transparansi menganggap baik karena dengan digelar perkara ini secara terbuka maka perkara dugaan penistaan agama oleh Ahok akan jelas dan menjadi terang berderang. Dengan konsekwensi Jika Ahok terbukti menista agama maka penjara telah menunggu Ahok.
Dan Ahok-pun dalam pernyataannya telah siap untuk ini. Lalu bagaimana jika dalam gelaran tersebut Ahok dinyatakan tidak bersalah dan dihentikan perkaranya? Inilah persoalan yang rumit bagi POLRI dalam mengolah persoalan ini. Kita pasti tahu apapun yang dikerjakan Pemerintah selalu kurang dimata lawannya.
Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman, berpendapat bahwa gelar perkara secara terbuka kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. adalah sebuah keanehan yang dilakukan oleh kepolisian."Gelar perkara secara terbuka itu satu keanehan luar biasa. Padahal gelar perkara itu mekanisme internal," kata Munarman di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, gelar perkara di kepolisian pada dasarnya dilakukan secara tertutup, dengan penyidik independen dan bersifat rahasia. Hal tersebut tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Nasir, jika tetap dilakukan terbuka, justru akan menimbulkan persoalan hukum baru. "Karena dalam aturan hukum kita punya hukum acara dalam penyidikan. Penyelidikan bersifat rahasia dan sangat independen. Nasir khawatir, pengusutan kasus Ahok menjadi tidak objektif. Sebab, publik bisa memberikan penilaian langsung atas proses hukum yang sedang berlangsung.
Begitu pula Wakil Ketua Komisi III DPR Benni K Harman mengatakan, gelar perkara secara terbuka sama saja membiarkan rakyat mengadil Ahok dan berpotensi mengakibatkan disintegrasi.
Saya sebagai pribadi memaknai perbedaan pandangan ini terjadi karena adanya maksud politik disatu sisi dan peletakkan kejujuran perkara pada sisi yang lain. Pemerintah telah memiliki kesimpulan utuh dan jernih bahwasanya secara implicit kasus Ahok tidak ada unsur penistaan. Makanya gelar perkara direncanakan terbuka adalah solusinya. Sementara bagi Pihak lain yang khawatir akan hasil akhir akan bermanuver untuk melawan. Dari kacamata awam dapat dilihat bahwa kasus ini kalau mau jujur murni adalah hanya tersinggungnya para ulama. Bukan ranah penistaan. Saya membayangkan jika tidak ada kontestasi Pilgub saat ini, pastilah masalah ini sudah selesai, paling jalan penyelesaiannya adalah Ahok datang dan memimta maaf kepada ulama kemudian perkaranya selesai.
Respon Kepolisian RI atas silang pendapat perihal gelar perkara tersebut diputuskan terbuka namun terbatas. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agus Rianto) menyatakan, gelar perkara secara terbuka tak melanggar prinsip hukum.
"Dalam prinsip penegakan hukum tak ada yang kami langgar, ini taktik dan teknik upaya kami tunjukan kalau Polri itu transparan dan tak ada keberpihakan," kata Agus saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2016).