Lihat ke Halaman Asli

efendi

felix

Catatan Menjadi Orang Tua Tunggal yang "Long Distance" dengan anak

Diperbarui: 22 Maret 2018   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berbagi ceria dan cerita dengan pasangan kita itu lebih menyenangkan dibandingkan emas permata berlimpah. Apalagi bagi yang sudah memiliki kesamaan visi misi. Seolah tak ada habisnya diceritakan pengalaman seru bersama. Namun tak seorang pun ingin pisah dengan pasangan kita. Apalagi yang baru seumuran jagung bersama. Tapi kalau Tuhan berkata lain, apapun harus diterima. Memang.. Dunia seperti runtuh, impian seperti hancur dalam sekejap. Tapi itu bukan akhir dari penyelesaian. Masih ada banyak tantangan yang harus disadari terutama terkait dengan generasi ketiga yaitu si buah hati. Terlebih jika masih balita. Perlu ketegasan dalam mengambil sikap langsung move on ataukah tetap bertahan.

Ada banyak kondisi yang perlu dipertimbangan. Adanya keinginan mertua (nenek) untuk mengasuh sementara cucu (anak) sampai bisa mandiri di kampung. Harapannya supaya nenek bisa dekat dengan cucu (anak kita) dan bisa penggantikan kehilangan (anaknya) yang telah tiada. Lingkungan di kampung, yakni Kota Jogja, dimana (saya) dilahirkan dan dibesarkan setidaknya bisa membuat lebih tenang untuk menjadi tempat perkembangan sang buah hati. Diambil positifnya saja, anak diasuh nenek supaya kita bisa fokus di pekerjaan dan melanjutkan mimpi-mimpi untuk masa depan.

Sebuah pilihan berat ketika harus terpisah dengan sang anak. Walau terpisah jarak tapi komunikasi masih bisa jalan terus. Toh ada handphone dan bisa bolak-balik pulang kampung disesuaikan kondisi dompet dan cuti. Tinggal terpisah, awalnya sang anak pasti rewel dan tak mau pisah dengan orang tua kandung. Tak bisa dipungkiri apalagi kalau si kecil sudah lengket sama orang tua kandung sedari bayi. Jadi perlu memberikan pengertian ke anak dan memahami semua sikap anak supaya bisa terbiasa dengan lingkungan dan kondisi baru. Anak perlu diberikan pengertian tentang keberadaaan yang telah tiada supaya dia tidak mencari dan paham sedini mungkin tentang (ibunya) yang meninggalkan kita. 

Untuk mempersiapkan masa depan anak, sebagai single parent tentu tidaklah mudah karena itu dibutuhkan persiapan yang matang terutama dari finansial. Pendidikan itu mahal. Biaya sekolah masuk Sekolah Dasar (SD) favorit malah lebih mahal dari pada masuk perguruan tinggi. Saat anak sudah besar nanti pasti butuh biaya yang lebih mahal dari biaya pendidikan sekarang. Oleh karenanya perlu ada jaminan asuransi pendidikan dan kesehatan. Walau nominal asuransi pendidikan itu yang didapatkan kecil tapi diharapkan bisa membantu ketika nanti dibutuhkan. Asuransi pendidikan bisa ambil yang sekali bayar jadi tidak perlu repot setor tiap bulan, apalagi pendapatan sekarang hanya satu dayung yang dikayuh tentunya berbeda ketika masih lengkap keduanya mencari nafkah.

Karena yang dicover asuransi belum tentu cukup, perlu adanya tabungan berencana yang autodebet. Nomininalnya mungkin tidak besar tapi bisa mencukupi nantinya ketika sudah terakumulasi dalam jangka tertentu (misal 4 tahun). Jangka waktu bisa disesuaikan ketika nanti masuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Beberapa bank sudah menyediakan fasilitas tabungan autodebet seperti Saving Plan/TARA dari Bank Sinar Mas dan Tabungan Rencana dari Bank Mandiri. Bisa bikin lebih dari satu tabungan autodebet yang disesuaikan dengan  kebutuhan. Makin panjang waktunya, untuk nominal akhir yang sama maka akan makin kecil nominal yang di-autodebet. Semakin kecil yang diambil di tabungan maka akan semakin tidak terasa. Sebagai contoh autodebet Rp 100 ribu perbulan selama 5 tahun untuk biaya masuk SMP ketika anak baru masuk SD, maka kisaran yang didapatkan Rp 6 Juta plus bunga akan cair ketika anak sudah mau masuk SMP. Tinggal disesuaikan tanggal pembukaan tabungan. Biasanya pendaftaran sekolah sekitar April/Mei. 

Jika memang ada dana lebih, bisa membuka deposito untuk menjaga apabila membutuhkan dana tak terduga. Ambil jangka waktu deposito yang pendek dan di-auto renewal sehingga tak perlu bolak-balik ke bank untuk perpanjangan. Apabila memiliki dana pensiun bisa dialokasikan ke anak supaya kebutuhan sehari-hari bisa lebih terjamin.

Untuk mengikuti perkembangan anak yang ada di kota lain, tidaklah cukup hanya dengan videocall atau telfon semata. Terkadang anak tidak mau angkat telpon atau ada kalanya enggan bicara dengan kita. Karena tidak bisa memantau setiap hari maka perlu mengoptimalkan waktu liburan untuk jalan bersama. Waktu bersama itu penting, karena minim dan selalu dinantikan jadi perlu perencanaan matang. Jika perlu, diberikan informasi ke anak tentang kapan waktu pulang supaya anak bisa belajar mengatur waktu. Ketika bertemu perlu menjaga komunikasi langsung lebih intens untuk bisa saling memahami. Bisa dengan menghadiri acara sekolah, nonton film anak, jalan-jalan ke mall, belanja atau menghabiskan liburan ke luar kota bersama. Momen antar jemput sekolah juga tak boleh dilupakan supaya anak percaya diri ketika belajar di sekolah. Sifat temperamental dan egoistis harus dihindari ketika di depan si kecil. Yang penting bisa saling memahami dan bisa memiliki kedekatan emosional.

Membuka hati anak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Anak juga perlu diajarkan untuk membuka diri terutama pada kita maupun nenek yang disanding ketika kita ada diperantauan. Disela-sela bersama, selalu ditanyakan apa dan bagaimana keseharian bermain, pelajaran sekolah, berbagi cerita yang dibaca dari majalah langganan atau hanya sekedar cerita tentang teman-temannya. Ketika bersama, kita dan anak bisa menggunakan pakaian sama (kembaran) supaya memberi semangat dan anak merasa tidak ditinggalkan sendiri.

Selain dari si anak, kita juga perlu mengetahui perkembangan anak melalui lingkungan dan masyarakat sekitar. Terkadang anak tidak mau menceritakan sesuatu secara keseluruhan, ntah karena keterbatasan ingatan atau karena memang tidak ingin menceritakan. Oleh karenanya sesekali perlu digali dari cerita nenek, teman sekolah, guru atau bahkan tetangga itu penting sesekali digali.

Bagaimana pun nanti anak ketika dewasa, sudah tentu menjadi tanggung jawab kita sebagai orang tua. Karena anak itu adalah titipan Tuhan jadi perlu dijaga dengan baik.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline