Selamat hari raya imlek bagi para pembaca kompasiana. Semoga di tahun 2567 menurut Kalender Tiongkok, kita semua diberi kebahagiaan sepanjang tahun ini. Amin.
Sebenarnya, tujuan saya untuk menulis artikel di Kompasiana ini adalah untuk menyelesaikan tugas dari guru Bahasa Indonesia. Namun, tidak ada salahnya juga saya membagikan pengalaman saya di saat perayaan Imlek yang diadakan 1 tahun sekali ini.
Perayaan imlek biasanya dirayakan oleh warga atau orang keturunan Tionghoa. Terutama di Indonesia, perayaan imlek biasanya ramai di kota-kota dengan populasi orang tionghoa tinggi seperti Jakarta, Medan, Solo, dan Surabaya. Tahun Baru Kalender Tiongkok ini biasanya jatuh pada awal bulan Februari atau akhir bulan Januari kalender Masehi. Bagi orang-orang tionghoa sendiri, perayaan tahun ini merupakan pertanda datangnya rejeki dan kemakmuran. Oleh karena itu, terdapat berbagai larangan atau pantangan sebelum merayakan Imlek.
Contohnya, pada saat perayaaan imlek orang-orang tidak boleh menyapu, mengepel lantai atau membersihkan rumah. Konon katanya dengan melakukan tindakan tersebut maka kita membuang rejeki yang akan datang. Jadi biasanya 2 atau 3 hari sebelum Imlek, warga Tionghoa akan membersihkan rumahnya.
Hari Raya Imlek juga identik dengan warna merah, semua orang memakai baju merah yang menandakan kebahagiaan atau pembawa keberuntungan. Selain itu tidak hanya baju saja, angpao atau yang dalam bahasa mandarin disebut Hong Bao juga berwarna merah. Angpao yang berwarna merah ini biasanya diberikan oleh orang yang sudah menikah, tujuannya adalah untuk memberikan kebahagiaan bagi penerima angpao. Uang yang ada di dalam angpao hanya sebagai hiburan agar penerima angpao merasa senang.
Walaupun memang yang paling diincar oleh anak muda yang belum menikah --- termasuk saya --- adalah isi uang tersebut. Terkadang sanak saudara, kolega, atau teman ada yang memberikan uang yang mungkin tidak seberapa. Namun, tetap ada rasa senang saat mendapatkan amplop yang berwarna merah ini.
Pada saat hari raya ini berlangsung, orang-orang akan saling berkunjung ke rumah saudara, kerabat, atau teman untuk mengucapkan selamat tahun baru. Berhubung ayah saya adalah anak tertua di keluarganya, jadi adik-adiknya (tante dan paman saya) yang berkunjung ke rumah. Untuk itu, tiap tahunnya ibu saya selalu membuat berbagai macam kue seperti nastar, kue mentega, bolu gulung, dan lapis legit. Tak lupa juga ada snack seperti emping manis, emping pedas, gabus keju, pastel kering, dan snack lainnya yang bahkan saya tidak tahu namanya.
Hahaha. Ibu saya juga memasak ayam, babi (non halal), sup bakso khas kota kelahiran ibu saya, Bangka Belitung. Mungkin bagi sebagian orang masakan Bangka tidak terlalu familiar di lidah namun ketika sudah mencobanya. Anda akan ketagihan dan tidak tahan untuk menolak makanan ini. Sayangnya, makanan yang ada di meja ruang tamu sudah habis. Jadi saya tidak bisa membagikan foto bagaimana penampilannya. ehehehe.
Terakhir, budaya atau kepercayaan yang saya tahu adalah jika terjadi hujan saat imlek maka rejeki akan datang. Air hujan menandakan rejeki yang turun dari atas ke muka bumi. Semakin besar hujan, maka semakin banyak rejeki yang turun.
Well, semua budaya ataupun kepercayaan ini boleh diyakini atau tidak. Menurut saya sendiri, hujan yang terlalu besar juga merugikan seperti halnya hujan lebat yang baru-baru ini mengguyur Bangka, kota kelahiran ibu dan ayah saya, mengakibatkan banjir dan menenggelamkan rumah-rumah di Pangkal Pinang, Ibukota provinsi Bangka. Akhirnya, Imlek yang menandai kebahagiaan berubah menjadi malapetaka bagi para korban banjir. Saya yang merupakan keturunan Tionghoa, sebenarnya juga tidak terlalu mempercayai larangan atau pantangan yang ada di hari raya imlek. Namun, kebudayaan ini akan terus saya lestarikan setiap tahun agar generasi yang akan datang dapat merasakan suasana kebahagiaan di hari raya imlek.
Sekian hal yang dapat saya sampaikan. Maaf jika adalah kesalahan kata, artikel ini merupakan tulisan saya yang pertama kali di post dalam dunia maya, jadi mungkin di dalam tulisan ini masih banyak kata-kata yang diulang atau membingungkan.