Lihat ke Halaman Asli

Dia, di Perjalanan ke Dewata

Diperbarui: 25 Februari 2019   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

shutterstock.com

Siang yang terlalu panas. Entah mengapa, matahari pertengahan Juli ini seperti mendukung kepergianku. Tepat pukul 1 siang bus dari terminal membawaku pergi menuju tempat yang sebenarnya aku tak ingin lagi kembali kesana. Urusan duniawi lah yang memaksa, bahwasannya kehidupan terus berjalan, aku perlu makan, kebutuhan pribadiku pun banyak, ini dan itu. 

Kerja kerka kerja mungkin itulah sesungguhnya dunia. Membutuhkan sekitar 14 jam waktu yang di perlukan . Cukup lama dan sangat lama. Sama sekali aku tidak dapat menikmati perjalanan ini . "Apa yang sebenarnya aku cari ?" gumamku. 

Banyak pekerjaan di dekat rumah yang bisa kuambil jika kumau. Nyatanya itu semua tidak sesuai harapan dan hanya akan membuatku resign lagi dan lagi. Bus perlahan meninggalkan kotaku. Selamat tinggal, sampai bertemu lebaran tahun depan, iya jika bos memberiku jatah libur. 

Bus kembali berhenti setelah melalui dua kota. Diangkutnya kembali para penumpang yang sudah memiliki tiket. Seorang kakek tua yang akan duduk disebelahku meminta agar aku bergeser di dekat jendela dan meletakkan barang-barangku diatas. Akupun berdiri. Karena tas yang ku bawa cukup berat seseorang dari belakang tempatku duduk membantu meletakkannya. " Terimakasih " ucapku. 

Di tengah perjalanan , kesuntukan mulai merasuki jiwa membuatku menyandarkan kepala pada kaca jendela. " ah, aku lelahhh sekali ". Suara besar namun disuarakan dengan begitu halus menyapaku dari belakang " Hai....." katanya ,sontak membuatku kaget. Aku menengok ke belakang dan melemparkan sedikit senyum. " Mau kemana? " dia bertanya. " Bali " Jawabku. " Sama " Jawabnya. Setelah itu kami saling diam.

Pukul 5 lebih bus berhenti di tempat makan. Entahlah makan sore atau makan malam. Yang jelas aku sangat lapar. Karena tidak ada yang aku kenal,aku pergi mengambil makan sendiri lalu duduk di sebuah meja bundar dengan kursi berhadapan. Tak lama kemudian dia datang. Dia yang tadi membantuku meletakkan tas dan menyapaku ketika di bus.  " Boleh duduk sini ? " tanya nya. " iya silahkan ". Kami saling berbicara, sebentar terdiam. " Di Bali kerja  ? "dia bertanya. " iya, mas nya sendiri ? " . 

" Oh, saya kembali bertugas. Alhamdulillah dapat cuti lebaran kemarin".Rupanya dia seorang Tentara Nasional Indonesia. Pantas saja, perawakannya besar tinggi gagah, warna kulit tidak terlalu gelap, suaranya lantang namun halus ketika berbicara denganku. Eh mungkin tidak hanya denganku.

" Ya sudah, dijalani saja. Itu sudah menjadi pilihan mu. Ikuti kata hatimu, insha allah ada jalan yang baik" itu kata-katanya sembari kami meninggalkan meja makan dan kembali menuju Bus.

Hampir pukul setengah  6 sore, Bus tiba di pelabuhan dan menunggu antrean untuk masuk ke kapal. Semua penumpang diwajibkan turun dan meninggalkan Bus demi keselamatan mereka. Semua nya turun terkecuali aku yang tetap duduk sambil menguap lebar-lebar. Aku memutuskan tetap di dalam Bus.

"Ehm"

Dia yang tidak aku ketahui namanya itu, yang menemani aku makan, dia berpindah dari tempat nya duduk dan berada tepat disampingku. Sama sekali aku tidak ketahui maksudnya. Sempat terpikir mengapa dia tidak ikutan turun, kenapa berani-berani nya disini? Ah aku tak mau tau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline