Kita adalah pemuda yang lahir dan besar di Indonesia, tentu sudah alamiah atau fitrahnya tumbuh rasa cinta pada tanah air kita. Hanya saja kita semua berharap bahwa kecintaan terhadap negeri ini bukan hanya sekedar akuan atau bahkan manis dibibir saja. Kita pemuda Indonesia harus mengekspresikan rasa cinta ini dengan benar, agar cinta kita tak salah . Jika cara mengekspresikan rasa cinta kita salah boleh jadi kita hanya akan menyakiti dan merusak negeri ini.
Ya, negeri ini sudah merdeka lebih dari 70 tahun lamanya, alhamdulillah tidak ada lagi penjajahan secara fisik dari pihak asing namun penjajahan gaya baru tengah dihadapi negeri ini. Pemuda cinta Indonesia harus menyadari hal ini, meski negeri ini sudah merdeka, tak berarti penjajahan telah usai. Hasrat eksploitasi dan hegemoni negara-negara imperialis tak pernah padam. Bila penjajahan fisik tak bisa lagi dilakukan, mereka meneruskan dengan penjajahan ekonomi, politik, juga penjajahan social-budaya. Dari sinilah, meski sebuah negara, termasuk Indonesia, sudah merdeka, secara politik dan ekonomi, bahkan juga sosial dan budaya, tetap saja dalam cengkeraman negara-negara imperialis itu.
Jika para tokoh Indonesia seperti Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dien, Imam Bonjol, KH. Hasyim Asy’ari, didukung para ulama dalam barisan Sabilillah dan para santri Hizbullah dan sebagainya telah mengekspresikan rasa cinta dengan melakukan perlawanan terhadap penjajah belanda kala itu maka bagaimana dengan kita saat ini? Bentuk penjajahan gaya baru neokolonialis dan neoimperalis harus kita lawan, kita mestinya tak boleh membiarkan pihak asing melakukan penguasaan, dominasi apalagi sampai melakukan penjajahan terhadap negeri kita ini. Inilah bentuk ekspresi cinta yang benar.
Neokolonialis dan neoimperialism dapat terus terjadi pada negeri kita karena penerapan sistem sekular-kapitalis yang jauh dari islam. Para penjajah menanamkan pemahaman sekularisme untuk melemahkan negara terjajah, khususnya negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia. Mereka tahu, Islam yang dipeluk oleh mayoritas penduduk negeri Muslim terbesar di dunia ini akan menjadi kekuatan dahsyat bagi perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Karena itu Islam harus dilemahkan. Namun, mereka tahu, menghilangkan Islam dari benak penduduk negeri ini tidaklah mungkin. Christiaan Snouck Hurgronje, orientalis Belanda, lalu memberikan advis kepada Pemerintah Belanda tentang bagaimana memperlakukan Islam dan umat Islam di Hindia Belanda ini. Intinya, biarkan Islam di ranah ibadah spiritual seperti shalat, puasa, zakat, haji, dsb. Namun, mereka harus dijauhkan dari ibadah sosial-kemasyarakatan dalam bidang politik, ekonomi dan lainnya.
Hal inilah yang terjadi pada negeri ini, pemuda harus menyadari bahwa bentuk rasa cinta kita harus diwujudkan dengan melawan neokolonialis dan menolak paham sekularisme. Kita harus menghadirkan pemahaman Islam yang menyeluruh dan sempurna pada umat yang akan mengatasi berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini seperti persoalan kemiskinan, kerusakan moral, korupsi, kriminalitas yang merajalela, eksploitasi SDA oleh korporasi asing dan sebagainya. Dengan itulah akan terwujud kerahmatan Islam sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah SWT. Inilah ekspresi rasa cinta kita seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang akan menyelamatkan bukan hanya negeri ini tapi seluruh negeri-negeri kaum muslimin.
Akhir kata, cinta kita pada negeri ini bukan cinta semu yang dilakukan oleh mereka yang mengaku cinta namun di sini lain justru menggerogoti pilar-pilar penting tegaknya kedaulatan negeri ini. Bukan pula cinta mereka membiarkan berbagai kebijakan yang sangat pro asing, lalu membiarkan lahirnya aturan-aturan yang jelas-jelas sangat merugikan negara. Rasa cinta kita adalah cinta yang benar dengan berjuang melawan nekolonialis, neoimperalis, secular dan kapitalis juga berjuang menerapkan islam. Inilah wujud kecintaan yang nyata !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H