Lihat ke Halaman Asli

LGBT Masuk Kampus, Korban Liberalisme

Diperbarui: 3 Februari 2016   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru-baru ini dunia kampus dihebohkan dengan  aktivitas sekelompok mahasiswa dan alumni UI yang menamakan diri Support Group and Resource Center On Seuality Studies (SGRC-UI).  Mereka yang tergabung dalam kelompok tersebut mengklaim diri sebagai kelompok kajian berbagai masalah seksual, gender, termasuk LGBT. Mereka menawarkan jasa konseling untuk mahasiswa yang punya masalah LGBT ( ROL, 23/01). Tidak hanya di UI, ternyata SGRC telah melebarkan sayap ke Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif HIdayatullah (okezone.com,21/01).  

LGBT masuk kampus, sebetulnya bukan hal yang baru. Sebelumnya Majalah kampus Boulevard ITB Edisi 57 (2007) pernah menurunkan laporan keberadaan komunitas homoseksual di kampus tersebut. Acara International Day Against Homophobia & Transphobia 2013 (IDAHOT) juga pernah diselenggarakan oleh kelompok LGBT di kampus Unair, Surabaya pada 15 Mei 2013 lalu, dengan mengusung tema “IDAHOT 2013 Goes to Campus”.  

Merespon hadirnya kelompok ataupun komunitas pendukung LGBT di dunia kampus mengindikasikan semakin kencangnya arus liberalisme di dunia pendidikan. Atas nama kebebasan dan HAM,  Intelektual yang seharusnya dengan mudah melihat kebenaran dan menolak penyakit kaum luth ini malah membenarkan , memberikan dukungannya, dan mengangkat nasib mereka.  Alih-alih menghilangkan diskriminasi dan mendukung hak-hak kaum LGBT,  upaya ini justru semakin menjerumuskan pada ‘pembenaran’ kebebasan  perilaku. Hasilnya LGBT tidak pernah dianggap ‘perilaku menyimpang’, mereka tetap dalam ‘penyimpangannya’. 

Paham kebebasan dan HAM yang diekspor dari barat  inilah yang membuat Intelektual teracuni.  Paham kebebasan yang menganggap bahwa manusia dapat menentukan kehendaknya sendiri, menentukan apa yang baik dan buruk, terpuji ataupun tercela sesuai keinginannya, dengan dalih asal tidak mengganggu kebebasan orang lain. Padahal dalam islam Allah sajalah yang berhak menentukan yang benar dan salah. Telah   jelas pula dalam islam perilaku LGBT adalah perilaku menyimpang dan dilaknat oleh Allah Swt. 

“Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dll)

Selain itu, jika ditelisik lebih dalam ada upaya ekspor sistematis agar LGBT ini semakin eksis di Indonesia, Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani pembangunan (United Nations Development Programme/UNDP) merilis laporan tentang kondisi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia masih mengalami diskriminasi. , UNDP merekomendasikan pemerintah untuk mengakui secara resmi kelompok LGBT yang memiliki beragam orientasi seksual dan identitas gender sebagai bagian integral dalam masyarakat Indonesia. Intelektual  seharusnya waspada dengan upaya sistematis ini, karena tujuannya tidak lain adalah merusak identitas generasi muslim, menghancurkan jati dirinya dan bahkan bias menjadi politik depopulasi

Intelektual semestinya sadar akan bahaya dan menolak hal tersebut. Menteri Ristek, M Nasir menegaskan tolak kelompok LGBT masuk kampus karena ada standar nilai kesusilaan yang harus dijaga (CNN, 23/01). Penolakan terhadap LGBT semestinya diikuti dengan pemberantasan penyakit LGBT hingga ke akarnya, yakni meninggalkan sistem demokrasi, menghapus paham kebebasan-HAM dan menggiatkan budaya amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. 

Islam menetapkan 5 cara untuk menghentikan penyebaran perilaku  LGBT tersebut. Pertama, islam mewajibkan negara berperan besar dalam memupuk ketakwaan individu rakyat agar memiliki benteng dari penyimpangan  perilaku semisal  LGBT yang terkategori dosa besar. Kedua, melalui pola asuh  di keluarga maupun kurikulum pendidikan, Islam memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan.

Laki-laki dilarang berperilaku menyerupai perempuan, juga sebaliknya. Ketiga, Islam mencegah tumbuh dan berkembangnya benih perilaku menyimpang dengan memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan serta memberikan aturan pergaulan sesama dan antar jenis. Keempat, secara sistemis, islam memerintahkan negara  menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan. Kelima, Islam juga menetapkan hukuman yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan LGBT dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan pidana mati bagi pelaku sodomi (LGBT)  baik subyek maupun obyeknya.

Hanya islamlah yang dapat menuntaskan dan memberantas perilaku LGBT. Maka sudah saatnya intelektual mengambil islam sebagai satu-satunya pedoman hidup dengan menilai sesuatu dan berperilaku sesuai dengan islam, membuang jauh-jauh  paham ekspor dari barat semisal HAM dan liberalisme. Karena hanya islamlah agama yang diridhoi oleh Allah yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam yang sempurna yang hanya akan sempurna jika diterapkan dalam kehidupan yakni dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Maka intelektual , mari bergabung dalam barisan yang memperjuangkan Khilafah. Allahu Akbar!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline