Lihat ke Halaman Asli

Felix S Nunang

pembelajar yang berefleksi pada kekurangan diri

Kesempatan di Balik Rintangan

Diperbarui: 16 Maret 2021   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah pesan di group WhatsApp menggugah permenunganku di suatu saat, tatkala angka penyebaran Covid 19 sedang melambung, saat masker menjadi barang mewah yang susah ditemukan,” jangan lupa berdoa untuk perusahaan tempatmu bekerja, jangan lupa doakan mereka yang memimpin perusahaan tempatmu bekerja, beban di pundaknya sungguh berat, berjibaku  memastikan perusahaan tetap berjalan, memastikan setiap orang dan keluarga yang menggantungkan hidupnya pada kelangsungan perusahaan tetap mendapat hak-haknya”

Pandemik Covid telah merubah segalanya. Dilansir dari BPS, hanya 58,95% perusahaan yang masih beroperasi seperti biasa, selebihnya adalah komposisi antara yang berhenti beroperasi  atau mengurangi kapasitas operasinya. Penurunan pendapatan juga berdampak pada 84,20% Usaha Kecil Menengah dan 82,29% Usaha Menengah Besar. Keberlangsungan usaha dan organisasi saat pandemi  sangat bergantung pada kemampuan dan kelincahan perusahaan dan organisasi dalam beradaptasi, lincah dalam menyiasati perubahan dan menemukan cara-cara baru dalam pengelolaan, dalam berkomunikasi dan tetap berkiblat pada budaya perusahaan. Perusahaan maupun organisasi tidak lepas dari pemimpin dan kepemimpinan.

Tulisan ini dibuat sedikit terlambat, berselang dua minggu setelah webinar yang menghadirkan Kevin Aluwi-Co Founder dan Co CEO Gojek, Jonathan Sudharta-Co Founder dan CEO Hallodoc, Noni Sri Ayati Purnomo, CEO Bluebird dan Junanto Herdiawan, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, diselenggarakan. Mengingat tema dan isi seminar masih sangat relevan dengan konteks kepemimpinan dalam ketidakpastian situasi dan di tengah perjuangan organisasi untuk terus mencari peluang untuk bertumbuh, menjadi pertimbangan untuk menyelesaikannya. Webinar yang adalah inisiasi  Mahasiswa Magister Manajemen Eksekutif angkatan 69, PPM School of Management, didorong oleh keinginan untuk belajar dari para pemimpin organiasi dan bisnis, bagaimana mereka bertransformasi, bagaimana mereka membangun model kepemimpinan, menemukan strategi kepemimpinan  komunikasi yang baru dalam organisasi, mengayomi potensi setiap generasi dan belajar bagaimana mereka bertahan dan berjuang dalam masa sulit ini.

Prof Ir Bramantyo Djohanputro,MBA.,Ph.D Direktur Eksekutif PPM School of Management dalam sambutannya pada webinar yang mengangkat tema   Leadership in Navigating the Wave of Uncertainty and Organization Resilience” 27 Februari 2021, mengatakan, tantangan organisasi dalam era pandemi ini butuh pemimpin yang agile, lincah menyikapi perubahan, cepat dan tepat mengambil keputusan-keputusan yang penting untuk keberlangsungan organisasi. Lahirnya wirausaha-wirausaha baru harus didukung oleh pengetahuan yang mumpuni agar mampu bertahan dan berkembang. PPM sebagai Lembaga Pendidikan Manajement tertua di Indonesia memiliki kontribusi yang besar dalam pertumbuhan kewirausahaan, yang oleh Bramantyo dijelaskan bahwa ada 12 persen lulusan PPM yang menjadi wirausaha.

Ambidextrous Leader

Benang merah yang bisa ditarik dari semua pemateri dalam webinar ini,  mengambil ungkapan yang beberapa kali ditekankan oleh Jonathan Sudharta “every obstacle is opportunity”. Kevin Aluwi dalam sesi yang terpisah mengakui ada begitu banyak tantangan, proses jatuh bangun, kegagalan yang dihadapi Gojek untuk sampai pada titik ini. Ujian sesungguhnya adalah ketika setiap pemimpin ditantang untuk berani bangun dan berlari lagi setelah jatuh.

Rintangan dan kesempatan hanya datang pada orang yang terus bergerak untuk berubah. Pandemik Covid 19 memberikan ujian dalam skala yang lebih tinggi memaksa para pemimpin bisnis,memiliki kelincahan untuk bergerak mengikuti perubahan dan ketidakpastian. Dalam paparannya, Noni mengemukakan suatu teori kepemimpinan yang merupakah mashab kepemimpinan yang didalami dan diterapkannya dalam menahkodai Bluebird, Ambidextrous Leader.

Apa itu Ambidextrous? Wikipedia menjelaskan Ambideksteritas adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan kedua tangan dengan sama baik. Hanya sekitar satu persen dari semua orang di dunia yang secara alami ambidextrous. Jika ini adalah kemampuan yang alami apakah ini berarti hanya orang dengan anugerah tertentu memiliki kemampuan ini? Mari kita lihat pada sahabat dari tangan yaitu kaki. Mesi dan Ronaldo dua maestro sepak bolas saat ini yang konon memiliki kemampuan menendang bola sama baik antara kaki kiri dan kaki kanan, walapun secara statistik 6 dari 10 goal Ronaldo dibuat dengan kaki kanan, sementara 2 dan 10 dibuat dengan kaki kiri sebaliknya Mesi dengan 8 dari 10 goal menggunakan kaki kiri dan 1 dari 8 goal dengan kaki kanan.  Apakah mereka berdua kebetulan adalah bagian dari satu persen orang yang dilahirkan dengan  kemampuan ambidextrous untuk kaki? Saya lebih meyakini keseimbang yang dimiliki mereka berdua adalah proses penempaan yang terus menerus. Ribuan atau lebih latihan telah dilalui dengan proses yang tidak mudah, ada banyak kesakitan, kelelahan dan ketidaknyamanan

Atau kita masih ingat petinju legendaris Tanah Air, Ellyas Pical yang dijuluki The Exocet, meminjam nama rudal yang diciptakan oleh Prancis yang berarti ikan terbang. Sebelum pertandingan dengan Judo Chun, 3 Mei 1985, Simson Tambunan, pelatihnya saat itu menyadari kelemahan The Exocet terletak pada jab kanan-nya yang lemah dan lamban. Enam bulan sebelum perhelatan itu digelar, sang pelatih memberikan tambahan latihan untuk tangan kanannya konon dengan mengikat tangan kirinya agar tidak digunakan selama latihan. Alhasil, Judo Chun tumbang pada ronde ke 8, walau dengan hook kiri yang menjadi kekuatan Elly, namun keseimbangan tangan kanan dan kiri yang dimiliki berkat latihan itu diyakini telah menjelma menjadi satu kekuatan baru.

Bagaiamana menjadi pemimpin dengan kemampuan Amdidextrous? Ambidextrary sebagai sebuah konsep organisasi dan kepemimpinan pertama kali dikemukan oleh Duncan, R. (1976). The ambidextrous organization: Designing dual structures for innovation Duncan (1976), dalam makalah aslinya, menyarankan bahwa untuk mengakomodasi penyelarasan dari hal (kemampuan) yang bertentangan, yang diperlukan untuk inovasi dan efisiensi, perusahaan perlu menggeser struktur mereka dari waktu ke waktu untuk menyelaraskan struktur dengan strategi perusahaan; artinya, dalam pandangannya, organisasi mencapai ambidexterity secara berurutan.

Gibson dan Birkinshaw (2004) lebih jauh menggambarkan, organisasi dapat menjadi ambidextrous dengan merancang fitur organisasi yang memberikan kesempatan kepada setiap individu memutuskan cara mereka mengorganisasi waktu untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitatif. Menurut mereka, ambidexterity kontekstual tercapai ketika “membangun serangkaian proses atau sistem yang memungkinkan dan mendorong individu dapat membuatnya penilaian sendiri tentang bagaimana membagi waktu mereka antara tuntutan yang bertentangan untuk penyelarasan dan kemampuan beradaptasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline