Lihat ke Halaman Asli

Felix JFS

Tukang Rangkai Kata

Presidensi G20: Pemberdayaan Perempuan dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

Diperbarui: 31 Juli 2022   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulih Bersama. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2022 bisa jadi merupakan tahun yang membanggakan untuk Indonesia. Setelah terseok-seok dengan kasus COVID-19 yang menguras perhatian kita, Indonesia terpilih sebagai negara penyelanggara Presidensi Group of Twenty (G20). 

Periode Presidensi G20 ini sendiri akan berlangsung selama satu tahun, dimulai dari 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Forum multilateral ini akan  berfokus pada kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan. 

Dengan mengambil tema "Recover Together, Recover Stronger", Indonesia ingin mengajak  seluruh negara untuk bahu-membahu untuk maju bersama demi mencapai pemulihan dunia mengingat besarnya dampak COVID-19, khususnya di bidang perekonomian dunia.  

Apabila kita coba menilik kembali perekonomian Indonesia sebelum terjadinya COVID-19, sejauh mana perkembangan ekonomi kita saat itu? Apakah pertumbuhan ekonomi kita sudah inklusif?

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Pembangunan Ekonomi Inklusif adalah Pembangunan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah.  

Dalam artian lain, pertumbuhan ekonomi inklusif ini pro pertumbuhan, mampu menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan sekaligus mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja, dimana dalam kenyataannya dampak COVID-19 ini sangat rentan pada kaum perempuan. 

Banyak kaum perempuan yang terpaksa kehilangan mata pencaharian karena dirumahkan oleh perusahaan dimana mereka bernaung, memaksa mereka untuk menanggung beban lebih berat dibandingkan sebelumnya. 

Mereka dihadapkan pada situasi yang dilematis antara mengurus rumah tangga, mendampingi anak yang juga terpaksa harus sekolah jarak jauh sekaligus mencari sumber pendapatan baru.

Tak bisa dipungkiri pandemi COVID-19 ini merupakan salah satu krisis yang cukup diskriminatif untuk kaum perempuan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, sebanyak 131 juta jiwa atau hampir setengah dari populasi penduduk Indonesia adalah perempuan. Dari data ini, dapat kita simpulkan bahwa perempuan merupakan penyumbang setengah dari sumber daya manusia negara kita.  

Pemerintah tentunya telah melakukan upaya-upaya yang optimal untuk menekan dampak pandemi global ini, salah satunya yaitu menjalankan kebijakan fiskal berupa peningkatan belanja dan pengurangan pajak melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). 

Tahun 2020, pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp. 220,39 triliun untuk belanja perlindungan sosial dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bansos Jabodetabek dan Non Jabodetabek, Kartu PraKerja, Diskon Listrik dan bantuan Logistik/Pangan/Sembako, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, serta subsidi kuota untuk pembelajaran jarak jauh. 

Sementara itu, di tahun 2021, Kementerian Keuangan telah menganggarkan Rp157,41 triliun untuk program yang sama, kecuali bantuan logistik/ sembako, dengan disertai tambahan untuk iuran jaminan kehilangan pekerjaan. Langkah selanjutnya yang diambil pemerintah adalah dukungan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). 


Selain Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), fleksibilitas APBN juga diperluas dengan izin pelebaran defisit di atas 3% hingga 2022 untuk mendukung kebutuhan dana penanganan dampak pandemi yang sangat besar. 

Sikap bahu-membahu ini dibangun bersama berbagai pihak, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).  Kebijakan-kebijakan ini tentunya diarahkan untuk mengakomodasi pemulihan ekonomi. 

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan mengatakan bahwa penyaluran bantuan sosial dan UMKM pada program PEN dirancang dengan kesadaran bahwa perempuan paling terdampak di masa krisis. 

Hal ini didasari pemahaman bahwa perempuandan kepala keluarga perempuan sebagai penerima bantuan akan mengelola dana dengan baik. Selain itu, pemerintah pun melihat bahwa perempuan merupakan penggerak aktivitas perekonomian.

Melihat besarnya dampak pandemi global COVID-19 ini bagi perempuan tentunya diperlukan respon dan penangan khusus, mendorong kesetaraan dan menutup kesenjangan gender menjadi bagian paling utama dan vital dari program pemulihan nasinal, khususnya dalam mencapai pemabngunan ekonomi inklusif. Tanpa penekanan dan fokus pada hal ini, tentunya pemulihan ekonomi inklusif ini akan sangat sulit untuk dicapai. 

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan melakukan monitoring dan evaluasi, menyediakan akses keuangan dan perlindungan sosial bagi perempuan, serta meningkatkan efektivitas penerimaan bantuan melalui perbaikan data dan mekanisme distribusi sehingga manfaat dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.

Tentunya hal ini sejalan dengan agenda Presidensi G20 ini, Presidensi G20 ini dinilai ikut mendukung pemberdayaan perempuan, terutama dalam bidang literasi digital dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). 

Dalam acara Kick-Off Ceremonial G20 Empower dan Women20 (W20) yang diselenggarakan secara virtual, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Bintang Puspayoga mengungkapkan bahwa perempuan mempunyai potensi sangat besar dalam mendukung dan mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa, sehingga kesempatan dan potensi tersebut harus diperluas dan didukung oleh semua pihak melalui kerjasama di tingkat global yaitu G20. 

Selain itu disebutkan pula bahwa keterlibatan peran perempuan dan kelompok marjinal menjadi perhatian utama dalam kepemimpinan Indonesia dalam G20, melalui kerjasama global ini, tantangan yang dihadapi perempuan terutama dalam menghadapi dampak di masa pemulihan pasca Covid-19, dapat terfasilitasi melalui kolaborasi antara banyak pihak, yakni Pemerintah, Pemerintah Daerah, sektor swasta, lembaga internasional, CSO akademisi, dan stakeholders lainnya.

Selain itu. Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyampaikan bahwa untuk mencapai dampak nyata dalam pemberdayaan perempuan, diperlukan perubahan pola pikir,perubahan melalui melalui penciptaan lingkungan yang mendukung dan memberikan kesempatan setara bagi perempuan untuk berkontribusi.

Lebih lanjut lagi,melalui forum G20 yang sejalan dengan tema "Recover Stronger, Recover Together", Bintang Puspayoga berharap agenda terkait penguatan peran perempuan terutama selama proses pemulihan Covid-19 dapat didiskusikan lebih mendalam, sehingga turut memberikan kontribusi bagi pengembangan strategi dan kebijakan global. 

Dalam forum G20 ini sendiri ada dua kelompok yang akan mendiskusikan penguatan posisi dan isu kesetaraan bagi perempuan, yakni G20 Empower yang terdiri dari aliansi pemerintah dan swasta, serta Women20 yang merupakan engagement group.

Walaupun akan semakin banyak tantangan yang akan dihadapi perempuan di masa mendatang, akan sangat penting diberikannya kesempatan yang setara bagi perempuan dalam dunia usaha dan dunia kerja. 

Hal inilah yang perlu diperhatikan demi perbaikan kualitas dan kapasitas perempuan di masa mendatang dan tentunya kita berharap Presidensi Indonesia dalam G20 ini dapat terus mendorong terciptanya aksi-aksi nyata yang akan membantu kaum perempuan kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline