Lihat ke Halaman Asli

Saat Jakarta Baru Berjuang Melawan "Tagging"

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13763560481514730542

[caption id="attachment_259337" align="aligncenter" width="544" caption="Coret-coret di Jalan (dok Felix Kusmanto)"][/caption]

Jakarta Baru yang Fenomenal

Siapa yang tidak merasakan gerak cepat pasangan Jokowi-Ahok yang fenomenal itu. Duo pemimpin nomor satu dan dua Jakarta ini seakan terus "mengobok-ngobok" dan melakukan  gebrakan di mana-mana, dari hal yang kecil seperti mengecat tembok-tembok di Jalan-jalan Jakarta, menanam pohon dan meletakkan kursi taman hingga hal besar seperti merevitalisasi waduk pluit yang fenomenal, penataan tanah abang dengan damai, hingga melanjutkan pembangunan Monorail dan MRT yang selalunya mati suri. Wajar saja jika prestasi dan gaya duet maut ini terdengar hingga mancanegara. Malaysia dan India adalah dua negara yang saya paham sedang mendambakan sosok seperti Jokowi. Bangga! Iya bangga! Sebagai warga Jakarta yang juga pernah lama di Kuala Lumpur, terus terang saya sangat bangga dengan gebrakan-gebrakan Jakarta Baru.  Saya percaya bahwa Jakarta suatu saat nanti akan menjadi lebih baik dan tidak kalah dengan kota-kota lain di kawasan Asia Tenggara ini. Saya (berbicara untuk diri sendiri, namun saya yakin banyak juga yang sependapat) pada umumnya sangat senang dengan berbagai perubahan, baik yang kecil maupun yang besar. Maklum sebelumnya saya tidak banyak merasa perubahan yang lebih positif di Jakarta. Hingga satu titik saya menjadi sangat terbiasa dengan Jakarta Lama. Ibarat menerima nasib saja dan (bodohnya) membiarkan pemerintah yang lama melakukan itu semua. [caption id="attachment_259341" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan Jakarta dibersihkan (dok Felix Kusmanto)"]

1376358186915916676

[/caption] Jika pembaca peka, maka pembaca akan sadar bahwa banyak kegiatan yang dilakukan oleh Pemda saat ini. Hal yang paling mudah dilihat adalah pengecetan jembatan dan tembok-tembok di jalan-jalan. Kedua yang paling mudah dilihat adalah penutupan jalan-jalan yang berlubang dan penanaman pohon di tepi ataupun di tengah pembatas jalan. Terima kasih usahanya pemda Jakarta! Terima kasih Pak Jokowi sudah mengintruksikan timnya untuk melakukan semua itu secara serentak. Terima kasih utamanya juga pada satpol PP yang tidak bosan mengecat tembok dan PU-Pertamanan untuk menanam berbagai pohon.

Tagging dimana-mana

[caption id="attachment_259345" align="aligncenter" width="300" caption="Coret-coret di Jalan (dok Felix Kusmanto)"]

13763593071700117827

[/caption] Namun yang paling disayangkan adalah Jakarta Baru tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakatnya, yang harusnya mempunyai mindset Jakarta Baru juga. Seakan keinginan mempunyai Jakarta Baru tidak diikuti oleh mindset dan tingkah laku yang baru. Saya mengambil contoh yang paling jelas. Tagging atau coret-coret nama kelompok, nama sekolah  atau nama  individu terus terjadi. Memenuhi tembok-tembok kosong yang telah dicat. Tidak jarang stiker-stiker ikut mengotori tembok-tembok di Jakarta. Sekali dan hebatnya lagi. Satpol PP kembali mengecat ulang, Bravo! Namun parahnya lagi tembok-tembok itu dicoret-coret lagi! Jika pembaca memperhatikan, hal ini terus terjadi. Cat, coret, cat, coret dan seterusnya. Hal ini layaknya shock therapy, siapa yang bisa bertahan dia yang menang. Selama ada anggaran untuk beli cat dan personel siap, pemda bisa bertahan. Selama ada uang "kolekan" antar teman untuk beli pylox dan tim basecamp, pencoret-coret bisa bertahan. Jika ini terus terjadi, maka Jakarta akan ikut serta dengan kota-kota lain untuk terus menggelontorkan uang yang besar untuk pembersihan tembok-tembok jalan. Sebagai contoh, London menghabiskan 200 juta dollar per tahun untuk pembersihan dan Los Angeles 140 juta dollar per tahun.

Pentingnya Memahami Motif Pelaku

Memahami motif pelaku sangatlah penting sebelum merumuskan solusinya. Jika ingin dilihat secara awam maka motifnya adalah kenakalan dan keusilan semata. Namun jika dilihat lebih dalam, hal ini erat kaitannya dengan situasi kejiwaan sang pelaku. Pada umumnya biasanya pelaku masih duduk di bangku SMA / SMK. Ini adalah usia dimana keinginan mencari identitas, eksistensi dan rasa diterima dalam kelompok sangat tinggi. Oleh karena itu sangat umum ditemukan coretan yang mewakili komunitas atau nama sekolah agar kebutuhan diatas terpenuhi. Motif kedua adalah tidak memadainya fasilitas untuk mengekspresikan energi yang berlebih dalam diri pelaku coret-coreta. Mirip seperti masalah tawuran, para pelaku membutuhkan media untuk menyalurkan aspirasi, energi dan rasa kompetisi dalam diri pelaku. Motif ketiga adalah tidak adanya ketegasan ataupun penjelasan dampak buruk dari kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini sangat jelas saat kita paham situasi ini telah terjadi cukup lama. Pihak sekolah seakan membiarkan dan pihak pemerintah pun demikian.

Beberapa Solusi yang Dapat Dipertimbangkan

[caption id="attachment_259408" align="aligncenter" width="300" caption="Mural Berlin Jakarta dibawah jembatan jalan Blora, Jakarta (Jakarta Post)"]

13763886641450631270

[/caption] Para pembaca yang budiman, dalam tulisan ini saya tidak mengatakan bahwa Graffiti atau Street art itu selalunya jelek atau negatif. Yang saya bicarakan disini adalah coret-coretan yang merusak keindahan kota dan membuat usaha pemerintah kita menjadikan kota ini menjadi lebih baik terkesan sia-sia. Pada dasarnya saya yakin pemerintah kota kita juta memilah milih dalam pengecetan tembok. Hal yang mendukung keyakinan saya adalah tidak dihapusnya grafiti garapan "bomber" asal Berlin dan Jakarta dibawah jembatan Blora dekat dengan Bundaran Hotel Indonesia. Jadi solusi yang bisa saya tawarkan pada pemerintah adalah memberikan suatu ruang khusus bagi "yang suka coret-coret" untuk berekspresi, berkompetisi secara sehat mencari dan memperluas jaringan secara baik dan nyaman. Percaya lah ruang ini akan terpakai dan positif. [caption id="attachment_259409" align="aligncenter" width="300" caption="Sungai Klang tempat berekspresi seni jalanan di Kuala Lumpur"]

1376389256980588083

[/caption] Bahkan solusi ini bisa menjadi daya tarik sendiri kota Jakarta seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah kota Kuala Lumpur. Menjadikan sisi sungai Klang yang berada didekat pusat keramaian sebagai lahan mengekspresikan seni jalanan. Bahkan tiap tahun, tempat ini menjadi tempat kompetisi seni jalanan yang disebut dengan Kul Sign Festival. Solusi kedua adalah tindak tegas dari pemda untuk mencegah coret-coretan terjadi lagi. pemerintah dapat mendatangi sekolah-sekolah yang biasa diwakili oleh coret-coretan di jalan-jalan. Memberikan penjelasan kepada pihak sekolah dampaknya dan mengikut sertakan pihak sekolah dalam penanganan masalah coret-coretan. Termasuk memberikan pedekatan kepada siswa-siswinya. Solusi ketiga adalah mengecat tembok-tembok jalan Jakarta dengan cat atau pelapis anti grafiti. Hal ini dapat mengurangi pembelian cat terus menerus. Dengan cat atau pelapis ini, coret-coretan ditembok jalan menjadi lebih mudah untuk dibersihkan seperti yang dapat dilihat dalam video ini. Semoga Jakarta menjadi lebih baik dan kita juga menjadi lebih baik. Salam, Felix Kusmanto Mantan pelaku pencoretan tembok. Selamat sore.... Kaburrr....



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline