[Puisi] TIGA PULUH TIGA ORANG
Tiga puluh tiga orang menyusuri kegelapan malam yang tergenang air. Suara jangkrik terdengar syahdu. Suara anjing terus menggonggong di pelupuk mata. Telinga tak bisa berkata. Rintik hujan menumbuhkan jejak kaki di atas lumpur dosa yang dilalui.
Lintasan itu semakin curam. Dilalui tiga puluh tiga orang di malam itu. Dalamnya hutan seperlempar batu orang dewasa tuk mengingatkan semesta.
Semesta menyetujui tiga puluh tiga orang itu berkanjang dalam balutan kegelapan yang semakin pekat. Sebagian mengusik dedaunan yang masih belum sembuh setelah didiagnosa dokter.
Dokter mengajak tiga puluh tiga orang mengitari kegelapan malam. Kebisuan terjadi sepanjang malam melewati tangan-tangan yang menjamah dedaunan sebagai petunjuk menemani tiga puluh tiga orang yang ingin kembali memeluk luka sebelum semesta benar-benar mengakhiri. *
*Lentera, 22 Desember 2024.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H