Lihat ke Halaman Asli

Felix Sevanov Gilbert (FSG)

Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

Demokrasi Butuh Oposisi Bukan (Sekadar) Rekonsiliasi

Diperbarui: 5 Maret 2024   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Langkah kuda dalam catur layarknya oposisi dalam demokrasi.(Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Tulisan opini yang singkat ini hendaknya menggugah nalar kritis dan reflektif tentang arti sesungguhnya sebuah Demokratisasi dan Reformasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa apapun dinamika dan fenomena yang lahir didalamnya. 

Negara Indonesia memang sudah bisa dikatakan tua dalam kemerdekaan namun cenderung muda dalam demokratisasi. 

Demokratisasi baru seperempat abad lebih sedikit, dimana memang perlu banyak belajar setelah 3 dekade lebih berkutat pada fenomena otoritarianisme yang mana cenderung terbatas pada ekspresi politik yang beragam dan berbeda. 

Semua harus terkesan sepadan demi tujuan stabilisasi yang sebenarnya menjadi celah terjadinya penyelewengan dalam sebuah konsensus pemerintahan. 

Ini yang harus dihindari maka perlu ada kekuatan penyeimbang yang sebenarnya bukan terkesan menjatuhkan melainkan sebagai teman untuk mengingatkan bahwa segala sesuatunya ada batasan dan dalam hal ini teman yang ada diluar tersebut bersama dengan masyarakat yang sebenarnya masyarakat itu pula lazimnya adalah oposisi. 

Ingat, bahwa masyarakat itu sejatinya adalah 'The Real Opposition', masyarakat itu seharusnya memiliki sedikit ruang ketidakpercayaan dan ketidakpuasan atas segala sesuatu yang muncul dari segala bentuk inisiatif negara. 

Hal ini harus terus dihidupkan dan dibuka ruangnya tentunya dengan menegaskan pada pentingnya ketertiban dan kondusivitas. 

Negara harus hadir bukan untuk membatasi atau mengatur arah berpikir atau berpandangan, melainkan membuka ruang tersebut dan memastikan alurnya berjalan dengan benar. Kuncinya adalah keadilan bagi semua.

Demokrasi sejatinya bukan soal bagaimana kekuasaan itu memiliki legitimasi dari rakyat, melainkan memeliharanya agar bisa berkembang bebas dan luas namun konstruktif. Konstruktif dalam arti bahwa setiap suara rakyat dirasa harus menegaskan pada arah perbaikan secara bersama. 

Bukan lantas pada konsep bagaimana mencari kesalahan, hal ini sebenarnya harus ditunjukkan pada elit-elit politik dan saling bertimbal balik dengan masyarakat yang mana cerminan politik Indonesia sendiri adalah cerminan diskursus di masyarakat yang selalu ingin menang sendiri dan lantas egoistik dengan yang lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline