Rektor UNS memutuskan mundur setelah ia membentuk struktur MWA yang merupakan organ pengawas dan tertinggi Universitas dengan platform baru. Rektor UNS Jamal Wiwoho baru saja memperpanjang jabatannya sebagai Rektor 1 tahun dimana seharusnya 2023 itu sudah habis dan sudah ada pejabat terpilih. Lalu dinamikanya berkaitan pada mulai ramainya indikasi Korupsi yang tercium di UNS dan sedang diusut oleh Kejati Jawa Tengah yaitu DAK dari Kemdikbudristek Tahun 2022 dalam rangka pengembangan sistem Tridharma Perguruan Tinggi yang akan dimasukkan dalam RKA sesuai pada standar PTN-BH dimana patokan PTN-BH alias Perguruan Tinggi Berbadan Hukum merupakan standar tinggi Perguruan Tinggi yang mana kurang lebih dinarasikan seperti sebuah BUMN yang statusnya Persero bahkan Go Public. Dana yang dikorupsi berdasarkan laporan dari beberapa akademisi UNS yang melapor ke Kejaksaan adalah sebesar 34,6 Miliar Rupiah.
MWA dengan struktur baru yang mana struktur lama sebenarnya belum lama bergerak karena UNS sendiri baru jadi PTN-BH Tahun 2020 dan saat itu beberapa tokoh yang dikenal pula sebagai inisiator atas berhasilnya UNS jadi status baru tersebut menjadi MWA, termasuk disitu Menteri ATR BPN yang saat itu masih Panglima TNI, Hadi Tjahjanto.
Belum lama memang mereka mengundurkan diri padahal belum habis masa tugas berikut pula MWA lainnya termasuk Mendikbudristek yang mengundurkan diri padahal dia adalah Menteri yang punya tanggungjawab pengawasan penuh sekalipun UNS telah Berbadan Hukum sendiri, bukan BLU maupun Satker karena Lahan UNS sendiri masih a.n Kemdikbudristekdikti dan para Civitas Akademika adalah ASN Kemdikbudristekdikti termasuk Rektornya. Kasusnya panjang manakala ini terbongkar dari mengapa Kemdikbudristek mencopot gelar Profesor pelapor kasus korupsi yang notabene bekas Wakil Ketua MWA saat itu. Ternyata memang menurut sumber-sumber Civitas Akademika yang ramai pula di Media Sosial, memang ada sesuatu yang 'fishy' dalam tatakelola UNS saat ini.
Mendikbudristek seakan tidak berdaya sebetulnya dalam kasus ini. Kalau pakai logika kasar, kenapa setelah pencopotan gelar Profesor mantan MWA yang undur diri, dia juga mengundurkan diri bersama yang lainnya. Apakah disini ada persekongkolan? Antara oknum bawahan sang Menteri dengan Civitas Akademika UNS? Wallahualam tapi memang ada kalanya indikasi itu ada. Nyatanya kenapa Rektor bisa diperpanjang 1 tahun masa tugasnya oleh Kemdikbudristek yang sebenarnya hanya dengan SK Dirjen padahal tidak sesimple itu.
Sementara Rektor baru sudah seharusnya menjabat dan mengapa akhirnya Rektor lama hasil perpanjangan mundur dengan klaim penugasan 'khusus' membentuk struktur baru MWA dengan integrasi pada tim teknis Kementerian selesai dulu. Apakah ini bentuk pengkondisian? Apalagi Menteri setelah undur dari dalam. Malah membentuk Permen untuk membekukan MWA. Rektor yang lama malah membentuk MWA struktur baru. Kisruh apa yang terjadi sebenarnya? Apakah ini yang dinamakan semakin tinggi status Universitas semakin tinggi kualitas dalam 'kejar dan rebut' setoran?
Memang berat hidup Perguruan Tinggi Negeri sendiri. Dimana seharusnya bisa menjadi agen pengembangan sumber daya manusia agar bersaing dengan Kampus Internasional. Tapi Politiknya sebuah Kampus tidak lebih buruk daripada Birokrasi dan juga BUMN. Konkritnya ketika PTN-BH banyak dikuasai kubu-kubuan, loyalis-loyalisan apalagi kalau sudah dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang punya afiliasi politik dan ekonomi pada kekuasaan.
MWA ini adalah contoh dimana struktur baru seolah mengotak-atik kualitas demi peningkatan kuantitas segelintir saja. Jeleknya oknum MWA atau Civitas Akademika yang masuk lingkaran didalamnya begitu juga di Rektorat makin kelihatan mental 'tukang catut' dan 'tukang olah'nya. Makanya jika PTN sudah berstatus PTN-BH yang mana seperti BUMN (Persero), penyakit BUMN (Persero) pun juga menular ke PTN-BH. Apalagi di periode kedua Presiden Jokowi banyak sekali Universitas mendadak naik ke PTN-BH dan ramai pula resistensi dari kalangan mahasiswa karena ini adalah 'ladang' baru relasi kekuasaan.
Tema Pendidikan dalam kontestasi Pilpres akan digagas dalam debat terakhir oleh masing-masing Capres. Siapapun Capres yang akan bertanding diharapkan pula mereka bisa menunjukkan keteguhan masing-masing mereka memastikan Reformasi PTN harus berjalan nyata. Apalagi yang statusnya Badan Hukum, dimana sebenarnya tujuannya baik kalau pakai orientasi sosial dimana mereka jadi Organ Terpisah dari Struktur Kemdikbudristekdikti agar tidak birokrasi malahan ujungnya jadi Korporasi yang direbut oleh sebagian oknum.
Maka demikian lantas pula bahwa terjadi penurunan jangankan S2-S3 kita rasionya yang semakin sedikit. S1 saja banyak yang putus ditengah jalan oleh karena praktik komersialisasi secara terang-terangan kampus PTN-BH yang mana semua atas dasar pengkondisian para MWA dan lingkarannya yang merasa bahwa Pendidikan adalah 'uang gurih' para makelar. Maka siapapun itu, harus berani bisa menguraikan dan mengusut dimulai dari aspek tatakelolanya kemudian hubungan kelembagaan sampai pada sistem yang dibangun secara proper. Apakah benar-benar proper atau tidak? Kita tunggu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H