Aneh tapi Nyata. Kalau dikata memang ramai bahwa Ganjar sudah mulai menjauh daripada Jokowi. Atau sebaliknya, Jokowi yang mulai menjauh yang mana semua variabelnya karena fenomena Prabowo yang usung Gibran, agar seorang Prabowo bisa 'kena' Jokowi-nya yang mana efektif dalam rangka meraup basis suara pemilih Jokowi (dan memang benar +/- 60 persen voters Jokowi 2014 dan 2019 beralih ke Prabowo untuk 2024 nanti). Sebenarnya, kalau mengacu pada judul kalau memang secara kultural seorang Jokowi adalah seorang Marhaenis, seorang Soekarnois akan sulit ditiru seorang flamboyan sekalipun basis elektoralnya kesana semua.
Nyatanya, Jokowi adalah sosok yang pragmatis. Oke, mungkin kita bisa sepandang bahwa Jokowi adalah seorang yang ekonomis karena beliau adalah pebisnis yang selalu mengedepankan untung-rugi bersamaan pula dengan Prabowo yang sekalipun Militer tapi dia tetap seorang Pengusaha di masa tuanya. Mungkin, beberapa gagasan ekonomi, ada sependapat antara Prabowo di masa depan dengan Jokowi di masa kini. Ganjar mungkin masih terlalu kaku, oleh karena latar beliau adalah perjuangan. Ekonomi itu melihat pada sisi bawah dimana hidup dengan sendirinya berbeda dengan kacamata seorang yang membuka usaha. Ganjar lebih melihat keadilannya.
Fine, mungkin perkara ekonomi clear. Lihat saja, bahwa gagasan Jokowi tentang Transformasi Ekonomi yang berorientasi pada Sumber Daya dan Nilai Tambahnya sejalan dengan visi Prabowo, yang sekalipun dikenal sangat Ultranasionalis tapi dia memang punya sisi Liberalis dan juga Kapitalis dengan mendorong Hilirisasi seluas-luasnya demi kepentingan bangsa. Semua bisa selesai dengan cara genjot hilirisasi. Pokoknya dari periode kedua ini, memang terlihat bahwa Prabowo yang kanan sudah cenderung tengah begitu juga Jokowi yang dahulu agak kekiri kemudian lebih kolaboratif dan condong merangkul poros tengah.
Kembali kepada judul. Lantas apa kesamaan antara Jokowi dengan Ganjar. Mereka adalah orang marhaen, sama-sama berasal dari kalangan bawah. Bahkan Jokowi lebih bawah daripada Ganjar. Keluarga Ganjar yang notabene Polisi berpangkat terakhir Letnan masih rada lumayan, Jokowi lebih susah lagi dimana keluarganya adalah Tukang Kayu. Dimana dari kehidupan itulah, tercipta konsensus pemimpin yang merakyat dan membumi. Minimal bisa memahami suara masyarakat bawah yang tidak terjamah oleh maraknya pembangunan selama ini sehingga tetap soal ini menjadi nilai plus. Dari populisme lahirlah sebuah narasi pragmatisme.
Baiklah saya akan berikan 3 ilustrasi manakala sebenarnya Ganjar dan Jokowi adalah frekuensi, bahkan realistis saja bahwa sebenarnya Ganjar itu berusaha untuk memperbaiki bahkan mempercepat alih-alih merubah atau lantas dengan gamblang melanjutkan (baca: stagnan/datar) saja. Makanya gagasan Jokowi 3.0 lebih relevan jika disematkan kepada Ganjar. Jika soal prestasi utamanya elektoral juga jelas kok, Ganjar kan juga sama-sama punya pengalaman paten. 2 Kali menang DPR dan 2 Kali menang Gubernur, 11-12 lah dengan Jokowi 2 Kali menang Walikota, 1 Kali menang Gubernur, 2 Kali menang Presiden. Yaitu :
1. Ganjar berjanji di era beliau, satu data petani dan kredit petani dipermudah begitu juga distribusi pupuk yang lebih komprehensif dan tidak lagi rentan penyelewengan. Setelah kampanye soal itu apalagi narasi ini ditampilkan pada Debat Capres pertama, Jokowi blusukan ke petani (spesifik ke titik tempat Ganjar tersebut) mendatangi para petani dan berjanji untuk memperbaiki data petani sehingga terjadi integrasi kartu tani (yang mana sebenarnya program ini telah menjadi Program Nasional sama seperti Pupuk Subsidi, dan inspirasinya dari Jawa Tengah), lalu imbasnya sudah bisa berjalan distribusi pupuk subsidi disamping produksi secara eksisting kapasitasnya intensitasnya ditambah tak lagi dibatasi (kedepannya Ganjar tidak akan lagi membatasi bahkan semakin memperbanyak, dengan alternatif riset teknologi untuk memastikan bahan baku pupuk itu tetap ada, dan skema industrinya lebih proper agar produksi masif)
2. Ganjar berjanji soal KTP Sakti atau 1 Kartu untuk semua dimana semua berbasis NIK dalam berbagai hal sebagai solusi efisiensi dengan integrasi yaitu satu data tunggal untuk smua, demi mencegah Korupsi dan sebagai bagian dari amanat Perpres yang sebenarnya diteken oleh Jokowi, bahkan justru harus dirampingkan dan diperkuat. Kini Jokowi perbaiki layanannya, minimal MPP digital terbentuk dan Super Apps orientasi nya dimana semua urusan layanan publik telah menyatu jadi 1 basis data terpadu dan efisien jadilah dalam Big Data besar yaitu Govtech Cloud. Ini yang sedang digagas dan dipastikan bahwa SPBE itu benar-benar efektif, belum lagi KTP Sakti dan IKD alias KTP Digital yang berbasis Gadget dan Barcode, semuanya sama saja. Intinya Barcode dan NIK itu sinkron baik fisiknya masih ada maupun jika menggunakan perangkat digital. Kalau bahasa mudahnya, jangan sampai lagi ada kasus Fotocopy KTP apalagi semua sudah terdata, satu data yang sama dan rapi dengan harapan bebas manipulasi pangkal korupsi.
3. Ganjar berjanji untuk inisiatif memperkuat kedaulatan riset & penelitian dengan minimal 1 persen PDB pada APBN memperkuat fungsi BRIN dan juga Kemdikbudristek apalagi sampai ke Perguruan Tinggi agar berskala Internasional ditinjau dari output riset dan penelitiannya disamping diperlukan orientasi pada penguatan SDM dalam negeri (yang sekarang berkiprah di LN, contoh kasus seperti para penerima beasiswa LPDP). Belum lama didepan para Rektor, Jokowi baru saja minta Menteri susun soal anggaran & rencana riset terpadu berkualitas kalau perlu ditambah maksimal. Sampaikan gagasan atau kajian mengenai transformasi riset yang dinilai sudah sangat ketinggalan dan perkuat kolaborasi dengan link n match disamping manusianya yang diberdayakan. Semua belajar dari Vietnam dan India yang sudah sukses soal ini. Berarti, pada hakikatnya semua baru digenjot baru-baru ini setelah sekian lama. Kemudian, Ganjar ingin berkomitmen bahwa soal R&D bukan soal main-main, berarti intinya keselarasan itu ada.
Jadi dari 3 ilustrasi yang telah dijelaskan gamblang. Bahwa sejatinya, Ganjar justru ingin menyempurnakan (menata dan memperbaiki tanpa menghapus/mengubah) esensi yang ada. Program-Program Jokowi banyak yang bagus, tapi banyak yang kurang optimal. Makanya Ganjar datang untuk bisa memfokuskan di era dia, karena ini Potensial jika Optimal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H