Bulan September dikenal sebagai Bulan Pengkhianatan bukan hanya perkara Sejarah belaka dimana terjadi peristiwa Gerakan 30 September PKI yang dikenal ingin merongrong Pancasila di era Orde Lama.
Melainkan belum lama terjadi deklarasi yang kabarnya berawal dari pengkhianatan di kalangan para elit dan koalisi partai. Benar sekali, Deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang lahir oleh karena pengkhianatan diantara kedua belah pihak.
Paling mendalam adalah terjadi antara Partai Nasdem dan Anies Baswedan sebagai Bacapresnya berlaku dengan Demokrat yang selama ini memperjuangkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku Ketua Umumnya untuk menjadi pendamping Anies. Lha wong, orang taunya kalau Koalisi Perubahan untuk Persatuan pasti tokoh antitesa Status Quo-nya adalah 2 orang tersebut : Anies-AHY.
Namun plot twistnya terjadi pengkhianatan dimana Nasdem memutuskan untuk mempertimbangkan Calon lain dengan mengajak Partai Kebangkitan Bangsa yang selama ini dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Prabowo Subianto dari Gerindra untuk beralih bersama Anies sebagai Calon Wakil Presiden kedepannya.
Mau tidak mau, suka tidak suka dijawab siap dan memang menimbulkan ketegangan dimana hal ini juga sangat bereaksi mendalam setelah memang tentunya after Golkar dan PAN bergabung bersama Prabowo dan Koalisi berubah menjadi Koalisi Indonesia Maju. Tentu, secara rasional sudah tercium bahwa memang kecil peluang Muhaimin jadi Cawapres Prabowo. Yowes lah Out jalan satu-satunya.
Prabowo dengan Golkar berikut PAN tentu akan mempertimbangkan nama lain semisal Erick Thohir yaitu nama yang diusul oleh PAN bahkan dari Muhammadiyah juga sebagai bentuk engagement PAN yaitu Muhadjir Effendy, sama halnya waktu deal-dealan antara PDIP dimana Ganjar perlu mempertimbangkan. Golkar juga bukan tak mungkin masih memperjuangkan Airlangga Hartarto sebagai Calon Wakil Presidennya walau tidak menutup kemungkinan diantara kedua partai tersebut juga bisa sepakat apalagi jika MK bisa memutuskan akses tersebut bahwa Gibran Rakabuming Raka selaku Putra Presiden Jokowi untuk mendampingi Prabowo maka demikian wajar ketiganya bersepakat menjadi Koalisi Indonesia Maju. PKB pun merana karena tidak diajak, yasudah mereka keluar dan menerima pinangan Nasdem yang memang menginginkan sosok yang bisa memegang kendali atas basis elektoral Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menjadi kandang Nahdliyin sekalipun nyatanya memang seorang Muhaimin Iskandar juga perlu bersaing dengan banyaknya tokoh Nahdliyin yang tak kalah populer lainnya di kancah Nasional.
Selesai sudah deklarasi Anies dan Muhaimin, namun meninggalkan sebuah jejak misteri ketika PKS sebagai Koalisi yang katanya masih klaim mendukung Anies Baswedan tapi tak diundang keduanya baik Nasdem dan PKB. PKS dalam konpers setelah deklarasi di tempat terpisah menyambut baik namun masih perlu pertimbangan Rapat Majelis Syuro yang akan berlangsung hingga beberapa waktu depan menyikapi dinamikanya. Ketika 2 partai yang deklarasi kemarin tak ngajak PKS apakah pertanda bahwa ini sebagai bentuk 'usiran halus'? Dimana kita tahu bahwa pada akhirnya PKS pun secara bertahap tidak akan dibutuhkan lagi sebagai bagian dari Koalisi bersama dengan Anies Baswedan.
Pertimbangannya wajar dan rasional ketika selama KPP waktu masih ada Demokrat juga, Nasdem dan Anies merasa PKS sendiri tidak getol modal secara logistik dan finansial beda dengan Nasdem alias bahasa kasarnya medit. Ujungnya PKS malah dianggap beban elektoral dan hanya pengen nerima ekor jasnya saja. Kalau soal PKB nyatanya jelas keduanya ideologi bertentangan antara Islam yang Moderat ala Nahdliyin dengan yang Konservatisme Islam yang selama ini bertentangan dalam nilai-nilai otomatis basis grassroot dibawah tentu akan tidak maksimal dalam kampanye karena ketika berdua dalam 1 kolam pasti akan muncul perdebatan-perdebatan tiada pasti. Sehingga, jelas sekali bahwa pencalonan ini juga wajar dianggap sebagai cara yang tidak smooth kata PKS. Menunjukkan PKS kecewa juga karena dadakan, bahkan sampai Demokrat out tapi masih perlu matang bersikap. Padahal sebenarnya, kalau pakai akal waras seharusnya PKS sudah lama sadar dan musti bersikap konsisten untuk keluar karena sebenarnya PKS juga yang paling banyak dirugikan. Rugilah orang dicap 'anak bawang' alias tidak dihargai. Terus kemana sikap PKS untuk selanjutnya?
Nah bahasan selanjutnya kita kembali lagi ke Ganjar Pranowo yang rencananya juga akan mendeklarasikan Cawapresnya pada Bulan September ini. Ketika Anies-Muhaimin sudah declare, maka tidak lama setelahnya PDIP menyatakan melalui Ketua DPP-nya yang sekaligus sebagai 'juru lobby' yaitu Puan Maharani untuk bersikap dan menyatakan kesiapan untuk deklarasi dalam waktu dekat. Nama yang dipertimbangkan sudah mulai mengerucut dan sudah digodok oleh internal tinggi partai berikut juga Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum sementara Partai lain yang menjadi teman kerjasama (bahasanya bukan koalisi) sedang menunggu nama tersebut untuk dibahas. Dimana ujungnya kesepakatan Megawati dan Ganjar Pranowo beserta koalisi secara bersama menetapkan. Nama yang santer dikabar adalah nama-nama yang tidak asing bahkan sudah mengarah pada sosok non partisan, yaitu Mahfud MD, Yenny Wahid dan Andika Perkasa. Tidak ada nama Sandiaga Uno disana sehingga tentu akan menjadi dinamika panjang bahwa PPP sendiri terkesan sudah mulai dilupakan. Wajar saja manuver PPP kemaren bersama Sandiaga itu dilakukan agar menjadi 'sekoci' untuk langkah berikutnya.
Salah satu fakta yang bisa menjelaskan kerenggangan hubungan PPP dengan PDIP walau sudah kerjasama adalah kejadian 14 Agustus 2023 (berarti sebelum 17an) Ganjar sowan ke Ciganjur tidak lama setelah kejadian waktu Hari Ultah AHY yang mana sempat heboh antara Yenny Wahid dengan AHY siapa yang kayak dampingi Anies. Tapi gejolak dari Gusdurian mungkin kurang berkenan sehingga saat itu Yenny dengan diplomatis mengatakan bahwa AHY sudah jauh lebih keren bahkan Yenny Wahid sekalipun tidak bisa menandingi, lebih dari klop bersama Anies Baswedan. Barulah tanggal 14 alias 3 hari setelah acara tersebut yang berlangsung tanggal 11 Agustus 2023. Ganjar dan Yenny bertemu dan sowanan bersama mantan Ibu Negara Shinta Nuriyah Wahid yang akrab disapa Mbak Sinta terlepas memohon restu/wejangan sampai konteks usul terkait Pilpres 2024 juga disampaikan yaitu pertimbangan 2 tokoh Gusdurian yaitu Mahfud MD atau Yenny Wahid. Hanya saja yang digaris bawahi adalah ajakan Yenny Wahid bersama Ganjar Pranowo safari dan ziarah Gusdur setelah Ganjar selesai masa tugas 5 September besok.