Lihat ke Halaman Asli

Felix Sevanov Gilbert (FSG)

Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

Masalah Fundamental 496 Jakarta: Tata Ruang Serampangan

Diperbarui: 13 Juni 2023   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo HUT Jakarta ke 496 (Sumber: Jakarta.go.id)

Sebuah masalah yang tak akan selesai bahkan 2 bahkan 4 Gubernur sekalipun secara mudah. Mungkin agak mirip dengan permasalahan yang terjadi dalam ranah Pusat dimana Presiden kedepan siapapun itu, tidak akan mudah dengan gebrakan mendorong berbagai programnya karena berbagai hambatan terkait dengan kesiapan fiskal. Jika menjadi Gubernur DKI Jakarta, hambatannya adalah ketersediaan lahan. 

Jakarta memang menjadi daerah 'terkaya' dengan pendapatan asli daerah terbesar mengalahkan semua Provinsi yang ada di Indonesia sekalipun tiada sumber daya alam. 

Wajar saja, Provinsi kota tersebut menjadi pusat perekonomian terbesar yang menjadi sentral perekonomian yang berlangsung dari Sabang hingga Merauke. Hanya saja Jakarta bisa dibilang menjadi kota kelas dunia jika tumbuhnya ekonomi yang disebabkan karena investasi dan industrialisasi pesat juga berkorelasi pada kenyamanan dan kebahagiaan kotanya. 

Inilah menjadi masalah yang sangat fundamental mengingat kondisi kota saat ini hanya menang di padat dan ramainya tidak bermuara pada kualitas hidup yang kompleks masalahnya termasuk soal polusi. 

Seketika disisi lain kita bangga pada pesatnya kehidupan pembangunan di Jakarta, namun masih miris ketika pembangunan hanya menghasilkan ketimpangan dan ketidakselarasan antara kemajuan dengan kebahagiaan.

To the point bahwa era Reformasi, Jakarta seolah menjadi tidak tertata karena masa lampau Jakarta terlalu terbuka tanpa diawasi secara setara. Problemnya di masa Orde Baru ketika pemerintahan berlangsung secara sentralisasi, disitulah banyak permainan antara oknum di pusat dengan entitas bisnis yang seenaknya saja membuka investasi mereka tanpa mau bersikap bahwa mereka punya tanggungjawab atas kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya. 

Otomatis kita lihat sekarang ini? Pesatnya kawasan bisnis tidak berkenaan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang memadai, termasuk bagaimana jaringan masyarakat dengan aktivitas seperti aksesbilitas transportasi, kemudian air bersih untuk kehidupan hingga pada udara yang bersih karena vegetasi tidak sepenuhnya terjamin dengan baik. Lagi-lagi karena serampangan.

Kedepan, secerca harapan bagi setiap lapisan masyarakat yang bergantung pada kerasnya Jakarta. Jakarta musti berubah, lebih fokus introspeksi tentang membangun kualitas hidup warganya yang bahagia. Fokus pada penataan ruang kehidupan seperti ruang-ruang lahan yang harus diinventarisir demi membangun jaringan moda transportasi yang setara dan berkeadilan. 

Jalan-jalan kota mulai harus dilebarkan dan disesuaikan, berkorelasi dengan penataan kawasan permukiman ilegal agar lebih direlokasi ke kawasan hunian vertikal. 

Pelebaran jalan mendorong pula ketersediaan dan keterjangkauan transit yang merata mulai dari feeder bus hingga bus sekelas BRT hingga sampai pada lintas kereta seperti MRT-LRT. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline