Lihat ke Halaman Asli

Felix Sevanov Gilbert (FSG)

Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

Pertimbangan Prabowo Jika Jadi Cawapres, Terinspirasi dari Sosok JK?

Diperbarui: 25 April 2023   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo Subianto dan Wapres saat itu Jusuf Kalla Oktober 2014 (Foto by Merdeka.com/Imam Buchori)

Setitik Opini Temani Ngopi

Sebuah pertimbangan berat pastinya jika membayangkan sosok tangguh seperti Prabowo Subianto yang selama ini dikenal sebagai seorang Capres terkuat harus sirna kembali oleh karena kehendak 'alam' yang mungkin hanya memberi kesempatan baginya untuk menjadi seorang Cawapres. Setelah kita tahu di Pemilu 2019 lalu, seorang Prabowo Subianto kembali kalah dengan Capres petahana yaitu Joko Widodo dan akhirnya demi rekonsiliasi dan integrasi Nasional, Prabowo yang tadinya dikenal sebagai 'Pemimpin Oposisi' menjelma bergabung dalam Pemerintahan sebagai seorang Menteri strategis yaitu Menteri Pertahanan. Beliau cukup mumpuni bahkan dikenal sebagai Menteri berprestasi di kabinet periode kedua Jokowi saat ini, beliau bahkan tidak sekedar menebar citra melainkan fokus untuk memperbaiki dan membenahi serta membangun pertahanan negara karena pertahanan negara adalah kunci negara berdaulat sesuai tujuan Kemerdekaan. Makanya surveynya naik terus

Tapi, dinamika seolah berubah apalagi setelah Ganjar ditetapkan sebagai Calon Presiden. Padahal isunya setelah berkembang pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Gubernur Ganjar dan Menhan Prabowo waktu di sawah daerah Kebumen, Jateng. Santer dikabar bahwa PDIP sendiri yang sebelumnya dalam Rakernas dan HUT PDIP mengatakan bahwa Capres harus kader sementara saat itu PDIP terkesan selalu 'jualan' Puan Maharani walau tidak laku. Seolah PDIP memberi sinyal bahwa posisi apapun PDIP siap utamanya ditandai dengan intensitas kunker Prabowo bersama Jokowi, apalagi ketika sinyal Ketua BIN terkesan kode-kode bahwa ia mendorong Prabowo untuk maju terus dalam Pilpres dan sosok yang mumpuni. Kemudian pertemuan di Istana Merdeka, makan siang sebelum bulan puasa antara Megawati dan Jokowi, Berita saat itu menyoroti bahwa PDIP memberi ruang kepada Prabowo. Dan singkat cerita memang isu Israel U-20 muncul. Gerindra sebenarnya senang saja awalnya ketika Ganjar cocok untuk mendampingi Prabowo. Tapi pada akhirnya semua terkesan 'buang badan' apalagi ditandai elektabilitas Ganjar turun berikut pula PDIP. Gerindra seolah bermanuver dengan Koalisi Besar persatuan antara KIB dan KKIR. Jokowi seolah merestui untuk tanding lawan kekuatan PDIP. Ehhh, hasil berkata lain?

PDIP sendiri ngotot bahwa Ganjar sudah fix jadi Capres dan tidak akan mundur jadi Cawapres. Sementara tanggapan Prabowo? Meskipun saat itu Presiden Jokowi bersama Ganjar pada saat momen sehabis Shalat Id di Solo yang mengatakan bahwa cukup banyak Cawapres yang cocok dan Jokowi langsung pula menyebutkan Prabowo selain beberapa nama seperti Erick Thohir, Sandi Uno, Mahfud MD, Ridwan Kamil, Muhaimin, Airlangga dan Khofifah. Nama Prabowo yang menjadi spesial, dimana kita tahu bahwa Prabowo baru saja mendadak kuat secara elektabilitas efek dari pelemahan suara Ganjar yang terjadi peralihan karena isu U-20 Israel kemarin. Bayangkan Prabowo naik dari 24 ke 30 persen sementara Ganjar tadinya 31 persen turun ke angka 26 persen. Bahkan suara partai yang notabene naungan sekaligus mempengaruhi sikap Ganjar soal Israel di U-20 yaitu PDI Perjuangan turun dari 26 persen ke angka 18 persen sementara Gerindra naik dari 14 persen menjadi 16 persen (selisih semakin tipis) menunjukkan bahwa PDIP sendiri sudah hampir tersalip. Pantas saja, ketika ada usul bahwa Prabowo akan jadi Cawapres, selain memang Prabowo mengatakan dalam politik semua kemungkinan bakal terjadi. Dia menyinggung bahwa Gerindra selaku Partainya dan Prabowo Ketumnya solid dan tegas didukung untuk maju Capres apalagi narasinya partai saya sekarang sudah agak kuat. Tapi kita tidak tahu bukan?

Tidak tahu jika siapatahu, kalau memang atas kepentingan bangsa dan negara. Prabowo yang notabene dikenal ikhlas karena kata seorang Gusdur mau untuk menjadi Cawapres. Setelah diskusi dan perenungan mendalam secara personal sambil kalkulasi berbagai argumentasi atau pertimbangan mendalam. Beliau bersedia meskipun dia lebih senior dan berpengalaman, apalagi beliau seorang Ketua Partai dan malah menjadi Wakil seorang Petugas Partai pula meski secara Partai tetap Partai si Capres lebih besar. Who Knows kemungkinan ini terjadi? Yang mana kalau prediksi pengamat bisa menang 1 putaran. Dan apabila fenomena ini terjadi, bukan tak mungkin akan seperti pengalaman SBY dengan JK dahulu. Atau bahkan Prabowo sendiri terinspirasi dari sosok JK mungkin yang lebih powerful sebagai seorang Wapres yang mana negarawan dan berpengaruh kepada semuanya. Apalagi masa SBY, jelas karena sosok JK lah dikenal istilah 'matahari kembar'.

Jusuf Kalla 2 kali sebagai seorang Wapres, zaman SBY dan Jokowi. Beliau memposisikan diri sebagai seorang yang piawai dan handal. Memang waktu Jokowi menjabat, beliau sudah cukup tua dan sudah lebih berkurang 'mainnya' alias lebih ke belakang. Namun beliau punya kemampuan profesional dalam siasat yang mampu hadapi semua. Masa Reformasi, dia sosok Wapres fenomenal. Apa mungkin akan seperti itu? Bisa jadi, mungkin Prabowo akan seperti JK waktu zaman SBY. Kita tahu, bahwa matahari kembar punya dasar dimana 2004, Demokrat masih dibawah 3 besar sebagai partai baru meski Ketua Umumnya jadi Presiden, dan Golkar adalah partai pemenang (peringkat I). Padahal Golkar sendiri sebenarnya tidak mengusung SBY di Pilpres, melainkan Wiranto saat itu. Tapi apa daya, JK jadi Wapres langsung naik tak lama jadi Ketua Umum Golkar gantikan Wiranto. Seolah dia punya 'kunci' pula dalam kuasai Parlemen. Satu per satu partai merapat yang tadinya hanya Demokrat, PBB dan PKS, kemudian Golkar dan partai-partai lain tersisa PDIP. Kurang lebih seperti proses Jokowi di Periode pertama hanya Jokowi yang berperan. Di masa SBY, JK berperan dan tentu mempengaruhi pula bargaining politik dalam kebijakan. Seolah dia punya kendali dan kuasa, Wapres rasa Presiden. Apalagi menteri-menteri strategis pun jatah Golkar pula. Bukan tak mungkin Prabowo akan seperti itu jalannya. Ganjar seorang kader PDIP biasa meski PDIP terkuat di Parlemen, tapi RI 2 adalah Ketua Partai dan second one pula. Demi kelancaran maka harus ada simbiosis mutualisme. But, jika matahari kembar orientasinya positif, memperkuat kekuatan dengan persepsi sama untuk tujuan yang benar. Tiada masalah, bukan seperti case JK yang mana kekuatan juga dipakai untuk tujuan konglomerasinya pula. Makanya SBY pun seakan 'pecah kongsi' sama JK jelang 2009 lalu.

Kuncinya tinggal kembali ke tangan Prabowo. Rakyat menunggu, padanan yang pas dimana. Apakah nanti Ganjar legowo, Prabowo legowo, atau keduanya bertanding. Intinya semua diselesaikan dengan 'kepala dingin' tentunya dengan rasa yang hangat dan sehat bukan kompetisi yang selalu memiliki narasi menjatuhkan. Sebenarnya tidak salah juga kalai Prabowo jadi Wapres. Siapatahu peran Wapres jadi lebih optimal dibanding Wapres yang diketahui rakyat sebelumnya yaitu hanya 'banserep' siapatahu ramuan antara Ganjar dan Prabowo atau sebaliknya bisa pas. Sehingga peran seorang Wapres sedikitnya juga dihormati, tidak terlalu kecil namun tidak berat sebelah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline