Mendengar berita Bali belakangan ini. Mengapa Bali yang kini mulai bangkit setelah pandemi malah tercemari oleh para wisatawan yang begajulan seperti yang termuat dalam berita hari-hari ini.
Dalam berita terlihat sekali dimana banyak wisatawan atau turis yang dengan ugal-ugalan melalukan aktivitas terkhusus dalam menggunakan kendaraan bermotor seperti roda dua, selain tidak memakai helm mereka juga tidak memiliki SIM bahkan parahnya sambil menenggak minuman keras. Ini paling berbahaya karena jika mengendarai dalam keadaan mabuk bisa menyebabkan kecelakaan. Kalau yang saya lihat kecelakaan yang terjadi adalah tunggal karena mereka jatuh di jalanan atau terperosok di sawah atau pekarangan rumah orang. Seolah kalau melihat fenomena yang ada seperti tiada hukum atau tata tertib yang membuat semua menjadi teratur. Saya percaya kalau orang yang menetap dan asli di kawasan wisata seperti Bali sangat menjunjung tinggi adab dan moralitas sesuai dengan keluhuran budaya secara turun temurun.
Orang Bali dikenal sangat pakem terhadap hal sopan santun dan ketertiban. Makanya oleh karena sikap mereka, sehingga warga Dunia menyenangi Bali dan selalu melihat Bali sebagai destinasi unggulan. Hanya sayang oleh karena keterbukaan masyarakat nya apalagi pasca pandemi sekarang, justru menjadi bumerang seolah Bali berubah menjadi 'berantakan'. Dimana turis yang harusnya menghargai dan mampu menerima segala bentuk kesepakatan yang ada dalam tata tertib demi berwisata dengan nyaman malah justru berkontribusi pada 'kekacauan' yang berada di Bali. Benar sekali, seolah rusak citra Bali bahkan mengganggu masyarakat yang sebenarnya ingin kedamaian selalu tercipta berikut juga turis lain yang memang ingin mencari keindahan dan ketenangan dari Bali.
Ternyata, usut punya usut wisatawan yang buat onar adalah yang berasal dari negara konflik yaitu Rusia dan Ukraina. Dimana bisa jadi mereka sekarang sedang 'susah' akibat negeri mereka yang sedang konflik dan mereka mengungsi (mencari suaka) supaya mereka bisa hidup dengan nyaman. Tapi sayangnya, mereka malah membuat 'susah' orang lain karena sikap begajulan mereka.
Pemerintah musti dan wajib bertindak tegas. Ini bukan soal kebebasan, negeri ini memang terbuka luas bagi siapa saja yang ingin beraktivitas didalamnya toh juga berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi khususnya Bali yang memang dikenal besar karena pariwisatanya. Tapi, ikutilah aturan bersama yang sudah disepakati dan menghargai kearifan lokal karena sejatinya Indonesia menganut ketimuran. Kalau di negara barat juga sebenarnya pakem akan aturan-aturan, kenapa Indonesia yang memang ketimuran dengan segala 'unggah-ungguh'nya terkesan lemah.
Saya yakin, apabila Negara tegas terhadap sesuatu yang melanggar sebenarnya bukan justru meragukan atau tidak sedang menutup diri. Malah justru menunjukkan kedaulatan sebuah negara, bahwa kita ini punya harga diri dan itulah kekuatan kita. Justru jika sebuah negara berdaulat maka akan menimbulkan sebuah kepercayaan bahwa negara itu mampu mengelola dengan baik.
Kalau pengelolaan dilaksanakan dengan baik, niscaya bahwa Wisatawan berkualitas dalam arti bahwa mereka investasikan segenap modal mereka untuk ketenangan dan tentunya berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di masyarakat. Tentu akan sangat berarti sekali, sebenarnya apapun sanksinya seperti deportasi atau pembatasan Visa on Arrival, lebih-lebih pelarangan kepada negara yang seringkali berbuat onar (negara konflik) ialah sekian dari langkah cerlang yang perlu digarisbawahi sebenarnya bukan untuk memusuhi namun demi memanusiakan. Karena kita adalah makhluk sosial, wajar untuk saling menghormati bukan untuk mendiamkan begitu saja. Jadi wajar saja negara sudah berlaku tegas, karena itulah tujuan Negara didirikan. Orientasinya pun jelas untuk kedamaian dan keselamatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H