Teknologi hari ini bukan sesuatu hal yang tabu bahkan sudah pasti melekat dalam sendi kehidupan apalagi seperti kita tahu bahwa Teknologi itu mampu menciptakan kecerdasan buatan yang lantas bisa dengan cepat, tepat dan efektif langsung kepada sasaran substansi yang ingin diuraikan dan membutuhkan waktu bahkan kerumitan dalam mempertimbangkan banyak faktor untuk eksekusi sesuatu agar jauh dari masalah. Manusia memang tidak sempurna, namun jangan sampai manusia atau human justru lemah oleh karena ciptaan manusia.
Kembali mungkin dengan tulisan saya tempo lalu soal integrasi, sejatinya kecerdasan buatan bisa menjadi 'teman' bukan sebagai 'saingan' dalam rangka melaksanakan segala aktivitas sesuatu yang membutuhkan kekuatan pikiran untuk segera memutuskan mana yang solid dan kapabel. Kita sudah banyak terbantu dengan komputer memang naluriah kita juga seolah tumpul seiring pula banyak sekali masyarakat yang cenderung individualis tidak lagi sosial untuk memikirkan orang lain.
Manusia sekarang hanya berorientasi pada kebutuhan atau kepentingan tertentu saja untuk melakukan sosialisasi malah justru sudah terbawa arus pada kepraktisan inovasi apalagi sampai pada kecerdasan buatan. Narasi bahwa AI bisa 'memperbudak' kita memang juga bisa dianggap serius kalau kita memang keranjingan namun harus ada keseimbangan dengan akal budi yang diberikan Tuhan yaitu perkara moralitas dan juga tanggungjawab sebagai makhluk sosial dimana kita perlu memberi batasan bagi diri kita untuk berupaya dengan cerdas mengubah diri.
Jangan sampai posisi 'alat bantu' bertransformasi menjadi 'alat pengganti' jangan sampai tadinya kita menggunakan kecerdasan buatan tersebut malah kita yang disingkirkan oleh mereka. Jadi semua musti ada takarannya dan orientasinya jelas bahwa kecerdasan buatan membantu kita untuk terus memperkuat rasa kemanusiaan, rasa kesetiakawanan sosial untuk lebih berkontribusi pada masa depan, yang lebih luas secara semesta demi eksistensi manusia itu sendiri sebagai yang didaulat oleh Sang Khalik sebagai pewaris atas segala ciptaan-Nya yang lain.
Jadi sedikit menyinggung soal tanggungjawab akhlak dan keimanan orientasi kecerdasan buatan juga bisa saling mengingatkan kita untuk lebih progresif dan lebih lurus dalam menentukan sesuatu atau lebih-lebih Artificial Intelligence mampu menjadi pengawas yang baik dan sebenarnya kita juga sama-sama saling mengawasi sama halnya dengan sesama manusia lain terhadap sesuatu yang salah. Kembali pada garis besar masalah sosial yang fundamental soal kemiskinan.
Menurut saya secara konkrit hal ini penting karena kemiskinan adalah isu klasik dan butuh sebuah kekayaan atas alternatif yang juga perlu dibangun dari sebuah faktor atau sebuah substansi maksimal yang perlu sebuah kecepatan dan ketepatan atau bisa disebut presisi. Melalui kecerdasan buatan yang muncul dari aplikasi untuk diskusi dalam membantu proses perumusan dan pemutusan sebuah kebijakan tentu bisa dipertimbangkan bahkan benar-benar diupayakan secara simultan agar kelak ada kesan bahwa akurasi itu benar-benar dijunjung tinggi.
Kecerdasan buatan bukan hanya membantu dalam memberikan narasi yang biasa dilaksanakan dalam proses abstraksi saja namun bisa sebagai proses memudahkan implementasi teknis seperti bagaimana mereka bisa mengolah dan mengelola data atau informasi sebagai modal sebuah kebijakan yang ilmiah dan berbasis fakta. Investasi seperti ini yang perlu digarisbawahi perlu diberi sebuah perhatian penuh dalam rangka memastikan adanya kesahihan dari segala tindakan yang dimiliki, karena Kecerdasan Buatan dibuat untuk saling berdampingan bukan saling bersaing untuk menggerus posisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H