Tidak terasa kurang dari 365 hari lagi, Pemilu di tingkat Pusat baik Presiden maupun Legislatif akan berlangsung di Bumi Pertiwi. Namun di tingkat daerah tak terkecuali kabupaten sudah sangat marak sekali sambutannya di kalangan masyarakat.
Obrolan warung kopi sudah menjurus pada topik hangat tersebut, siapa yang nanti akan diusung bahkan siapa yang nanti akan menang di kontestasi yang akan datang. Tidak terkecuali yang dirasakan di jejeran pemerintahan lokal.
Wabil khusus yang kini sedang menjabat belum lama alias produk pesta demokrasi 2020 lalu, apalagi kader partai. Nyatanya, kekuatan mereka selama memasuki tepat di tahun ke 2 sejak Februari 2021 dilantik belum bisa menjamin eksistensi mereka bisa dipertahankan dalam kuasa eksekutif.
Nyatanya, ancaman untuk tidak terpilih lagi masih ada. Maka demikian, jalan satu-satunya mereka turun langsung untuk mengukur seberapa besar eksistensi partai yang mengusungnya.
Hal ini juga selaras dengan keinginan di Pusat, terutama DPP secara khusus Bappilu di masing-masing partai. Mereka juga memahami bahwa Pilkada juga bukan main-main namun menjadi rumit bilamana berlangsung di tahun yang sama dengan Pileg bahkan suara di Pileg digunakan untuk menentukan usungan calon yang dituju.
Mungkin lain cerita jika casenya adalah setelah sang Kepala Daerah memasuki periode kedua dan sebentar akan berakhir, tak masalah untuk dia menjabat di Legislatif bahkan tak tanggung lagi untuk sampai ke Senayan.
Mengingat, yang kita ketahui bersama bahwa Kepala Daerah (atau Wakil) yang merupakan kader partai pasti sudah berkecimpung di DPRD baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi sehingga tidak mungkin lagi untuk mereka turun ke 'kolam' yang sama pasti mencari 'empang' atau 'waduk' yaitu DPR RI.
Hal ini yang dikaji oleh Bappilu masing-masing partai. Bahkan pertimbangan baik secara desas-desus maupun belakangan sempat terucap oleh tiap kepala daerah merupakan sebuah kesempatan bagi masing-masing partai untuk bisa membuat sebuah tolak ukur.
Rakyat juga menilai bahwa bilamana seorang kepala daerah sudah memutuskan akan nyaleg, setidaknya mereka juga flashback pada kepemimpinan sebagai seorang eksekutif, apalagi yang sudah memimpin 2 periode.
Rakyat sudah punya database matang dan alami soal peluang orang tersebut, kompetensi atau rekam jejak bisa ternilai dari situ apalagi yang 2 periode. Seorang pejabat jika terpilih lagi, berarti kepercayaan rakyat bukan 'kaleng-kaleng' bahkan jika diadu untuk kontestasi yang lebih tinggi otomatis dia bakal menang.
Bappilu atau DPP partai pun takkan memusingkan lagi perkara kaderisasi maupun pendidikan politik dasar layaknya training caleg kepada sosok yang baru. Ibarat kata, partai tidak lagi pusing seperti berjudi pada keberuntungan.