PSBB. Singkatan yang kini tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia khususnya kota besar seperti Jakarta. Dimana PSBB merupakan status atau tanda bahwa pandemi sedang terjadi di wilayah tersebut sehingga perlu ada intervensi dari Pemerintah guna menanggulangi pandemi tersebut yaitu dengan pembatasan interaksi atau aktivitas sosial masyarakat. Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa virus Covid-19 ini merupakan virus yang menular sangatlah cepat melalui interaksi yang masif dikalangan masyarakat sehingga perlu ada pembatasan yaitu dengan pengurangan bahkan penutupan kegiatan.
Jadi teringat pada awal pandemi lalu sekitar Maret-April 2020 ketika Pemerintah seketika kaget dan terkesan tidak mau belajar malah kesannya berdebat dengan waktu dan peluang. Sementara ini adalah krisis kesehatan bukan sekedar coba-coba. Iya? Anda pasti paham perdebatan kala itu yang mengharuskan untuk diadakan Karantina Wilayah atau Lockdown di Indonesia, minimal untuk konteks DKI atau Jabodetabek. Situasinya kala itu terkesan menegangkan ketika kasus bertambah sedemikian cepat. Bisa terbayang bagaimana awal Bulan kasus baru 2 ehh lama kelamaan membesar di minggu ke-3 sudah mencapai 1000 kasus. Cepat sekali bukan? Sedangkan negara-negara lain khususnya di belahan bumi barat seperti Perancis, Italia, Inggris sudah bersiap untuk melakukan penguncian terhadap wilayahnya dimulai dari menutup seluruh jalur penerbangan Internasional-nya. Bahkan hal ini sudah terencana sebagai situasi terburuk manakala kasus cepat menyebar bahkan mengarah pada tingginya angka kematian sejak sebulan sebelumnya. Sedangkan kita masih berkutat bagaimana agar dampak pandemi di belahan bumi lain tidak begitu kentara bagi ekonomi. Lagi-lagi ekonomi, Absurd bukan?
Ini berbicara soal pola komunikasi dan konsistensi. Itu menjadi kunci utamanya menanggapi fenomena yang ada, sebenarnya ini bukan hal baru seperti yang kita ketahui jangankan melawan pandemi terhadap masalah yang akut terutama ekonomi dan pemberantasan korupsi kita masih dihadapkan oleh banyak perdebatan para politisi kita bahkan sampai krisis kemanusiaan sekalipun masih saja sarat akan perdebatan tanpa mau bersatu dengan kepala dingin baik Pemerintah maupun Oposisi, baik Pusat maupun Daerah, baik Birokrat maupun Pakar untuk bersatu merumuskan kebijakan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan atau kondisi yang ada. Pantes aja ga kelar sampe sekarang. Lha wong yang kerja standarnya begono, begitulah curhatan rakyat kecil menanggapi langkah Pemerintah hadapi pandemi ini.
Singkat cerita sejuta kasus terlampaui. Whattt? Ga bisa terbayang kan bahwa kita sudah mencapai target, iya target kasus yang sangatlah mengesalkan. Mengapa? Kita memang punya harapan kita punya kekuatan namun kita tidak bisa melawan tantangan. Lagi-lagi soal konsistensi. Seperti yang terjadi belakangan ini, Pemerintah akhirnya mendesain formulasi kebijakan yaitu PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) versi Pemerintah Pusat melalui KPC-PEN alias Komite Pencegahan Covid-Penanggulangan Ekonomi Nasional. Sekilas mengenai Lembaga yang diketuai oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto ini, sudah jelas bahwa Pemerintah selalu saja berpegang pada ekonomi, ekonomi lagi. Gimana pakar ga jengkel coba ketika Pemerintah cenderung banyak kompromi pada ekonomi yahh harap maklum bahwa Kabinet sekarang lebih sreg dengan korporasi beda dengan yang dahulu selalu pro pada kepentingan rakyat kecil.
PPKM yang digadang-gadang pasca Tahun Baru 2021 ini mampu menjadi terobosan karena jelas Pemerintah saat itu tegas dalam pelaksanaannya untuk menerapkan bukan sekedar Jabodetabek melainkan Jawa-Bali berdasarkan beberapa indikator utamanya keterisian tempat tidur (iya sih bayangin aja dah penuh borr) ditengah lonjakan kasus 30-40 persen dan harapannya karena Komando langsung dari Pusat bukan lagi seperti PSBB dahulu daerah harus usul ke Kemenkes untuk menerapkan PSBB seharusnya lebih terkoordinir. Ehhh malah banyak kompromi. Anggapan saya meleset, malah terkesan kompromistik. Mobilisasi tetap masif utamanya per Aglomerasi, razia yustisi tetap berlangsung namun cuma formalitas selebihnya mah disiplin rakyat emang rendah karena semua lapisan juga kaga serius. Pantesan aja kasus ga selesai bahkan setiap harinya bisa mencapai diatas 10ribu. Bisa terbayang, itu manusia lhoo bahkan yang terkini akibat penularan eksponensial tersebut Kasus aktif kita terbanyak se Asia melebihi India yang kasus konfirmasi keseluruhannya memang sudah lebih dari 5 juta kasus (hanya saja berhasil diintervensi sehingga kesembuhannya juga tinggi).
Jadi. Masih mau PPKM lanjut lagi, PSBB lanjut lagi kalo implementasinya segitu-gitu aja. Pak Presiden bilang ga sepenuhnya efektif kok bahkan berani bilang bahwa gapapa ekonomi turun tapi penularan bisa turun (abis targetnya ketinggian 30-40 persen landai,10 persen juga dah bagus kalo banyak komprominya mah). Solusinya jelas perbaiki dari awal komunikasinya, banyakin literasi ilmiah bersama para pakar jangan korporasi terus. Emang bicara ekonomi sulit apalagi dominasi rakyat kita berkutat di UMKM (60 persen) atau informasl seperti tukang bakso, mi ayam, dll. Tapi semua pasti ada jalan andai semua dilandasi dengan baik, yaitu perencanaan yang baik dan mau kolaborasi. Gitu aja sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H