Kisah - legenda ibu tiri yang bengis, kejam bahkan bisa merebus anak tirinya ketika suaminya atau bapak si anak sedang tidak ada dirumah, adalah image yang melekat sangat kuat hampir di seluruh benak anak-anak Indonesia. Jadi hampir disetiap perkawinan duda dan janda yang membawa anak masing-masing maka persoalan rumah tangga terberat mereka adalah persoalan anak.
Seorang sosok ibu yang bernaluri keibuanberpendidikkan serta paham agama akan tahu betul bahwa anak suaminya berarti pula harus menjadi anaknya juga.Dia akan mendidik, memberi gizi, menyekolahkan dan sebagainya. Bahkan karena statusnya hanya ‘tiri’ maka para ibu tiri mulia itu terbebani memperlakukan anak-anak tirinya dengan khusus dan spesial. Tak jarang pula 'jatah' rejeki anak-anak kandungnya sendiri harus dikorbankan untuk ‘dibagi’. Ini akan sangat mungkin terjadi bila suaminya tak berpenghasilan.
Ketika seorang wanita mengatakan 'bersedia' untuk berumah tangga dengan seorang duda beranak, maka sejak itu hidupnya terpaksa harus dijalani dengan penuh kehati-hatian dan banyak bertoleransi.. Kalau anak tirinya nakal.. tindakannya justru sangat terbatas dan tidak sebebas mempraktekkan kemarahan pada anak kandungnya sendiri.
Apakah pernah terfikirkan dan difahami oleh suaminya bahwa kondisi itu adalah ‘beban dan siksaannya tersendiri dan ’kewajiban’ tak tertulis yang harus dijalani istrinya? Belum tentu!
Umumnya apapun kebaikkan yang telah dilakukan ibu tiri kerap tak pernah terlihat bahkan otomatis akan tenggelam dan hilang lenyap oleh image yang disandangnya.
Menjadi ibu tiri adalah sebuah pilihan hidup yang dilematis.
Banyak kisah berhasil dan berakhir bahagia. Seorang anak tiri dari kecil hingga menikah tak pernah tahu bahwa ibunya hanya ‘tiri’. Ketika menikah barulah dia diberitahu.. hingga ketika ibu tirinya uzur maka anak itu yang mengurus ibu tirinya bagai ke ibu kandung sendiri.
Tapi lebih banyak lagi yang tak berhasil dan menjadi biang percekcokkan rumah tangga .. terutama jika para orangtua si anak kurang berpendidikan atau tak begitu memahami perannya dan agamanya. Tidak berniat berumahtangga yang betul dan menjalani kehidupan sakinah mawadah warohmah.. tak paham betul bahwa berumahtangga itu bagian perjalanan hidup tersulit dari kehidupan manusia, apalagi jika menghadirkan anak sebelah ditengah-tengah mereka.
Seharusnya, nasib ibutiri yang dilematis itu dipahami semua orang yang terlibat.. bahwa perannya harus pula diimbangi dengan peran seluruh keluarganya..Kalau engkau cukup mengerti dan mampu hargai pengorbanan seorang wanita yang bersedia jadi ibu bagi anakmu, maka engkaupun dan segenap keluargamu seharusnya juga mau melakukan ‘pengorbanan’. Jangan bebankan peran itu ditanggung hanya oleh istrimu sendiri, tapi beri dia kesempatan dan kepercayaan berdasarkan mental akhlak husnudzon/berbaik sangka dari semua pihak.
Hapus image buruk ibu tiri dengan memberi ‘bekal’ pemahaman agama dan etika pada anak yang terpaksa harus dititipkan/diasuh ibu tirinya. Dan pembekalan itu mutlak harus dilakukan oleh ibu kandung dan bapak kandungnya sendiri. Sehingga si anak hadir ditengah keluarga baru itu tidak sebagai 'teroris', tapi tetap sebagai anak yang harus berbakti pada orang tua yang mengasuhnya.
Tetapi sebelum melakukan itu semua pada anaknya, si orang tualah yang harus terlebih dahulu merevolusi mental dirinya.. karena bukan tidak mungkin justru image buruk itu juga terpatri pada diri orangtua itu sendiri.. Bukankah sebelum mereka tua, merekapun pernah menjadi anak Indonesia yang sepaham mengenai image buruk sosok ibutiri?
Berumah tangga tanpa kepercayaan akan berujung perceraian lagi.. apakah itu tujuan menikah? Kalau jawabnyaiya atau bagaimana nanti saja.. artinya engkau telah lalai dalam membuang banyak hal. Waktu, energy, merusak anak orang lain (ibu tiri dan anak-anak kandungnya adalah anak manusia), tidak hargai pengorbanan banyak orang dan juga merusak mental anak sendiri. Pada gilirannya dengan tidak sadar telah menyia-nyiakan kebahagiaan yang telah Allah janjikan.
Siapapun dia, apabila sudah mau mengorbankan waktu, pikiran dan hartanya demi anak-anakmu dengan amanah, maka Allah telah mencatatnya dan akan membuat perhitungan.
HAPPY MOTHER’S DAY!
22 Desember 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H