Lihat ke Halaman Asli

Feliks Hatam

Bloger dan Youtuber

Multi Nilai Permainan Tradisional yang Terancam Punah

Diperbarui: 21 Juli 2019   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Feliks Hatam

Pada tahun 2012 koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita mengatakan kecanduan anak-anak padagame online seperti kecanduan pada narkotika, karena ketika ingin bermain dan tidak punya uang, anak akan melakukan segala cara, termasuk berbuat tindakan criminal, aktivitas di depan layar computer untuk bermain game membawa dampak buruk kepada anak-anak, seperti anak-anak terisolasi dari lingkungan (http://tempo.-com, diakses tanggal 27/5/2018).

Ilustarsu (Gambar: https://www.malangtimes.com )

Sementara hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Hanover Jerman telah menemukan bahwa game online bisa menyebabkan seseorang mengalami kepribadian ganda. Hal ini diperoleh berdasarkan penelitian pada seorang wanita yang bermain game online setiap hari selama tiga bulan, dengan memainkan beberapa tokoh yang berbeda. Ternyata, tokoh-tokoh imajinasi itu mengambil alih kepribadiannya sehingga wanita tersebut kehilangan kendali atas kontrol identitas dan kehidupan sosialnya (Renggani, 2012, dalam Nur. H, 2013: 89).

Sementara itu organisasi kesehatan dunia (WHO) bakal menetapkan kecanduan bermaingame sebagai salah satu gangguan mental, berdasarkan dokumen klarifikasi penyakit internasional ke-11 (international classified Disease/ICD) yang dikeluarkan WHO, gangguan ini dinamai gaming disorder, gejala itu ditandai dengan pertama dan terutama gangguan gaming disorder akan bermain game secera berlebihan, baik dari segi frekuensi, durasi, maupun intensitas, kedua gaming disorder memprioritas bermain game, ketiga pemain game tetap melanjukan permaian meskipun pengidap sadar dampak negatif mulai muncul. Terkait dengan itu arahan WHO penyembuhan gangguangaming disorder dapat dilakukan selama 12 bulan dengan bantuan psikiater (kompas.com/3/1/2018).


Harus diakui juga bahwa, di samping banyaknya pengaruh negatif terdapat pula manfaat positif, seperti melatih konsentrasi, melatih berpikir cepat, sportifitas, dan lain-lain. Hal itu dibuktikan melalui penelitian Killian Mullan seorang peneliti Universitas Oxford terhadap anak remaja dengan rentang usia hingga 18 tahun, tidak ada kecanduan dan kelainan prilaku bagi pencandu game. Walau demikian, main game seacara berlebihan berpengaruh pada mental, bila tidak diimbangani dengan kegiatan fisik dan kegaitan sosial lainnya (kompas.com/3/1/2018).

Tidak sedang mengabaikan manfaat positif dari permainan game modern saat ini, penulis menaruh harapan pada pengaruh negatif yang berpengaruh buruk pada karakter anak-anak. Di balik banyaknya dampak negatif dari game digital, Indonesia memiliki banyak permainan tradisional yang kaya akan nilai luhur dan memiliki nilai-nilai edukatif serta penguatan karakter. Atas dasar itu pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan mengusahakan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

Arie Budhiman staf ahli Pembangunan Karakter Kemendikbud menjelaskan salah satu tujuan PPK adalah mengembalikan pendidikan karakter sebagai roh dan fondasi melalui harmonisasi olahan hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik), dan lain sebagainya. Namun di saat yang bersamaan di berbagai media cetak dan online berita tawuran antar pelajar, ulah pelajar yang berbanding terbalik dengan kode etik tidak pernah alpa diberitakan. Parahnya lagi, bibit pemikiran radikalisme mendapat tempat pada diri anak yang sedang belajar. Masalah ini lama kelamaan akan semakin menggurita dalam diri anak yang adalah generasi bangsa.

Munculnya gerakan PPK didasarkan pada kenyataan sebagimana dikutip oleh Arie Budhiman bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2015 masuk dalam peringkat ke-88 (Transparency International, 2015), naik dari tahun 2014 yang berada di peringkat 107, tindakan kekerasan dengan 1000 kasus sepanjang tahun 2016, intoleransi, radikalisme / terorisme, separatisme, pengguna narkoba yang mencapai 5,1 juta orang dan 15.000 meninggal setiap tahun (BNN, 2016), pornografi dan cyber crime dengan 1.111 kasus di tahun 2011-2015 (KPAI), 767 ribu situs pornografi diblokir Kemenkominfo selama tahun 2016, penyimpangan seksual, 119 komunitas LGBT di Indonesia (UNDP, 2014), krisis kepribadian bangsa dan melemahnya kehidupan berbangsa dan masih banyak persoalan lainnya.

Di tengah maraknya persoalan karakter, kita memiliki kesempatan di tengah kekayaan tradisi lokal sebagai media komunikasi nilai-nilai karakter yang justru menghantar anak didik seturut lima nilai prioritas yakni integritas, gotong royong, nasionalis dan mandiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline