Lihat ke Halaman Asli

Episode Baru: "Cicak Versus Biawak" (I)

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kini bangsa Indonesia menyaksikan lagi babak baru di percaturan nasional, setelah dulu kita mengenal episode "Cicak versus Buaya". Episode yang kini sedang naik tayang, saya sebut saja, episode "Cicak versus Biawak". Karena saya memihak masyarakat Indonesia yang benci korupsi, saya akan melihatnya dari sudut pandang anti-korupsi pula.

GARIS BESAR HALUAN NASKAH (GBHN)

Benang merah yang menghubungkan seluruh serpihan dalam episode ini adalah: Upaya untuk melemahkan KPK, yang  bentuknya bisa berupa memberi kesan buruk kepada KPK, mendeskreditkan, melemahkan, membuat rusak, memfitnah, mendelegitimasi.

Hari-hari ini yang terjadi baru tempelengan yang dilakukan DPR kepada KPK. Ini dimulai dari upaya sistemik Nazarudin dan teman2nya, yang mengaitkan anggota KPK dengan tindak korupsi dengan cantolan masa lalu Nazarudin. Si Candra Hamzah terbelit skenario ini.

Setelah itu, setelah KPK memanggil anggota Banggar, skenario baru digulirkan. Ini terjadi dalam jalinan yang dikesankan oleh DPR sebagai "tidak terimanya DPR karena KPK mengusik Banggar". Namanya cerita, maka ada upaya perlawanan dari KPK, lalu tendangan balik dari DPR.

PEMAIN BINTANG

Cicaknya sudah jelas, yaitu KPK, yang lebih kecil, lebih lemah, ditilik dari sudut manapun. Biawaknya juga jelas, yakni beberapa anggota DPR yang patut diduga sangat gerah dan geram atas usikan KPK terhadap Banggar. Kayaknya 'biawak' ini mungkin berbeda dengan 'buaya' dari segi besarannya maupun nuansanya. Silakan diperiksa apakah perbedaan atau persamaannya. Misalnya apakah yang maju itu institusinya atau oknumnya; apakah itu terjadi karena dipicu korupsi di dalamnya; dst.

Toh saya melihat 'biawak' ini lebih banyak berasal dari anggota DPR yang bermasalah, baik yang sering muncul di media maupun yang lebih banyak sembunyi. Pemain utamanya ya demikian tadi: ada yang sering muncul, ada yang sembunyi. Yang sering muncul misalnya: Nazaruddin (eks PD); Azis Syamsudin, Ruhut Sitompul, Marzuki Ali (PD); Fahri Hamzah, Andi Rahmat (PKS); Nudirman Munir (Golkar); Yani (PPP). Yang tidak sering muncul — mari kita cari kelak, tetapi jangan lupakan Angelina Sondakh yang kini tiarap dalam2.

Di luar DPR ada juga pemain utama, misalnya penasehat hukum partai, yang notabene kebanyakan ahli hukum meski banyak juga yang non-hukum, tetapi yang jelas mereka itu ahli bicara.

PEMAIN FIGURAN

Sebagai episode baru serial sinetron korupsi, rupanya episode ini belajar banyak dari episode "Cicak versus Buaya" dulu. Kini pemain figuran juga dikerahkan. Yang dimaksud adalah mereka yang terlibat untuk ikut bermain:

(1) Pemain yang berperan sebagai SPG (sales promotion girls) dan SPB (sales promotion boys). Yang sudah kelihatan menarik adalah pendemo atau pengunjuk rasa, yang tidak lain cewek2 cakep berkacamata hitam (juga di dalam ruangan), yang membawa2 poster misalnya "JANGAN FITNAH BANGGAR", "BANGGAR JUGA MANUSIA", dst. Kita boleh saja mengira mereka itu dibayar sebagai profesional -- perkiraan yg benar!;

(2) Pemain yang berposisi sebagai komentator dan suporter yang berasal dari kalangan cerdik-pandai. Secara formal mereka ini mungkin tidak terkait dengan partai2 di DPR, tetapi di luaran pendapatnya juga ikut menohok & melemahkan KPK.

(3) Figuran dadakan seperti penyiar televisi. Entah mengapa penyiar cewek Kabar Pagi di TV-One hari Selasa (4/10/2011) sempat mengatakan demikian: "Ya, DPR yang melahirkan KPK tetapi kemudian keadaannya seperti ini." Orang spt itu kalau bukan awam, lagi mati-kata atau memang tidak punya sensitivitas anti-korupsi.

SUTARADARA

Siapa sutradara sinetron ini? Bedanya dengan sinetron televisi, kita tidak gampang menemukan dalang di balik layar. Namun jangan silap, sutradaranya mungkin beberapa orang, atau malah organisasi yang khusus dibentuk untuk itu. Mungkin mereka terdiri dari cerdik-pandai juga (termasuk yang seing nongol di telivisi); mungkin seperti KesatriaMeja Bundar-nya Raja Arthur dulu, yang terdiri dari orang-orang terpilih.

Nah, dalam perjalanan waktu ini, tugas kitalah menemukan siapa para sutradara itu.

ANGGOTA DPR ADA YANG "BUKAN BIAWAK"

Ini juga fakta yang hrs juga diingat: bahwa masih banyak anggota DPR yang lurus2 saja. Mereka tenggelam dalam ingar-bingar; mereka jarang muncul di media; mereka santun; mereka berpikir bahwa mereka berkiprah mengemban amanat rakyat, demi kebaikan negara.

Kita sangat mengapresiasi mereka ini. Kita menghormati mereka. Kita mencintai mereka. Mereka inilah yang harus terus dijaga, dilindungi, didukung. Dan dalam rangka itulah tulisan ini dibuat.

//4/10/11/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline