Sejak virus corona pertama kali dilaporkan pada bulan Desember 2019, banyak negara-negara di seluruh dunia yang melakukan lockdown atau karantina, memberlakukan larangan untuk melakukan perjalanan, dan mengisolasi orang-orang yang terinfeksi sebagai upaya dalam menghentikan penyebaran virus. Kasus COVID-19 yang sedang melanda dunia juga turut menimbulkan kekhawatiran bagi setiap warga tanah air. Negara Indonesia sendiri menerapkan protokol kesehatan berupa 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas), memberlakukan work from home, hingga penutupan instansi pendidikan untuk menangani penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Pandemi yang melanda dunia saat ini berdampak pada berbagai bidang seperti perekonomian, logistik, medis, hingga dunia pendidikan pun turut terkena dampaknya. Banyak negara termasuk Indonesia membuat kebijakan dengan membubarkan semua kegiatan pendidikan sehingga baik siswa maupun mahasiswa tidak dapat melaksanakan proses pendidikan di lembaga pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang mengharuskan pelaksanaan belajar mengajar secara daring (online) dari rumah guna mencegah penyebaran COVID-19 pada sektor pendidikan.
Pembelajaran tradisional yang biasanya dilakukan secara tatap muka (face-to-face) bergeser menjadi pembelajaran jarak jauh. Sejalan dengan perubahan pada proses pembelajaran di masa pandemi, sistem administrasi pada sektor pendidikan juga turut mengalami perubahan.
Salah satunya adalah penggunaan tanda tangan elektronik (e-sign) oleh peserta didik dan staf pendidik di tingkat perguruan tinggi. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang ingin melakukan pengambilan data penelitian atau pun mengikuti sidang akhir pasti akan membutuhkan tanda tangan dari dosen pembimbing pada dokumen-dokumen persyaratan sebagai bentuk persetujuan dari dosen tersebut atas kegiatan yang akan dilakukan mahasiswa tersebut. Penggunaan tanda tangan elektronik (e-sign) tentunya akan sangat membantu, mempercepat, dan mempermudah proses penandatanganan dokumen-dokumen yang diperlukan oleh mahasiswa. Proses penandatanganan pun tetap dapat dilakukan walau mahasiswa dan dosen terpisah oleh jarah dan waktu karena tidak diperlukan pertemuan secara tatap muka.
Legalitas dari tanda tangan elektronik (e-sign) sendiri sudah diatur pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik yang menyatakan bahwa tanda tangan elektronik (e-sign) dapat digunakan untuk menunjukkan persetujuan dari penanda tangan atas informasi dan/atau dokumen elektronik yang ditandatangani menggunakan tanda tangan elektronik (e-sign). Dengan kata lain, tanda tangan elektronik (e-sign) memiliki kekuatan hukum yang sah seperti tanda tangan manual. Namun, untuk menjadikan tanda tangan elektronik (e-sign) sah di mata hukum, penanda tangan harus terlebih dahulu mendaftarkan tanda tangannya ke lembaga yang menyediakan jasa untuk melakukan sertifikasi terhadap tanda tangan elektronik (e-sign).
Pada praktiknya, tanda tangan elektronik (e-sign) yang diberikan untuk menyetujui dokumen-dokumen persyaratan dalam sektor pendidikan masih banyak yang belum tersertifikasi. Akibatnya, tanda tangan elektronik (e-sign) yang beredar sangat rentan untuk disalah gunakan oleh oknum tertentu. Sebagai contoh, mahasiswa yang membutuhkan tanda tangan dari dosennya sebagai bentuk persetujuan untuk suatu dokumen dapat dengan mudah melakukan duplikasi dari tanda tangan elektronik (e-sign) yang terdapat di dokumen lain, walau pada faktanya, dokumen atau informasi tersebut belum disetujui oleh dosen yang bersangkutan.
Oleh karena itu, perlu kesadaran dari diri sendiri bahwa kita tidak memiliki hak untuk membubuhkan secara mandiri tanda tangan elektronik (e-sign) yang dimiliki oleh orang lain sekalipun dalam keadaan terdesak. Penggunaan tanda tangan elektronik (e-sign) milik orang lain tanpa sepengetahuan dan persetujuannya berarti sama dengan mencuri barang yang bukan milik kita. Selain itu, penyalahgunaan tanda tangan elektronik (e-sign) juga dapat berdampak negatif dan merugikan pemilik tanda tangan, diri kita sendiri, bahkan mungkin orang-orang lain di sekitar kita.
Perkembangan zaman memang terus berlangsung secara cepat, teknologi juga turut mengimbangi demi mempermudah manusia dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Meski begitu, kita sebagai manusia harus tetap bijak dan tetap menjunjung nilai-nilai moral dalam menggunakan teknologi yang ada. Jangan sampai kemudahan yang kita peroleh membuat kita terlena dan mencari jalan pintas yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Penggunaan tanda tangan elektronik di masa pandemi ini diperuntukkan untuk mempermudah pekerjaan kita sehari-hari. Namun, bukan berarti kemudahan tersebut dapat kita salah gunakan sekalipun dalam keadaan terdesak. Kebebasan diberikan karena rasa percaya, begitu pula penanda tangan memberikan tanda tangannya kepada kita karena rasa percayanya kepada kita. Oleh karena itu, kita sebagai orang yang diberikan kepercayaan, hendaknya tetap menjaga dan tidak merusak kepercayaan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H