tiba-tiba, aku ingin kau memotong rambutku
membersihkan misai, mencukur jenggotku
memasangkan gigi-gigi palsu di ompongnya gigiku
sembari kunikmati senyum dan gerak bibirmu
kehidupan telah memberikan tanda mata berupa bekas-bekas luka
berjejer dari kepala hingga mata kaki
antri menunggu sentuhanmu
agar aku bisa sedikit membuka mata
ada ruang ruang batin yang menuntut kerutinan
ada ruang ruang wadaq yang mencipta kehendak
masa bergulir dari petang ke petang
tak mengapa sedikit membuka tanya
pada mereka yang menunggui pematang
menanti jawaban mereka yang barangkali
terkesan arif, bijaksana, luhur dan bermartabat
tak semua tahu liku dan jauh perjalanan yang terbisukan
mungkin hanya sekedar membaca puncak-puncak bukit
yang sempat diberikan tanda, dipotret atau tertuliskan
selebihnya dasar hanya perkiraan, praduga dan penetapan
tentu, kuharap kau tidak memintaku jadi pembesar
yang harus mewarnai hidup dengan ketakutan-ketakutan
dari soal moralitas yang berlaku mundur hingga
dugaan-dugaan sentimentil dari kiri, kanan, tengah, atas dan bawah
bukankah engkau tahu?
sejawatku sangat pintar menduga dan membuat praduga-praduga
apalagi yang pernah dan yang akan menjadi musuh
mereka sangat pintar mencari atau bahkan menciptakan barang bukti
guru mereka adalah serial detektif dan infotaiment di televisi
standar kode moral mereka bisa saja berganti-ganti
seiring kode-kode yang mana yang sedang berkuasa di belahan dunia kita ini
jadi pembesar itu rumit, sedikit lebih rumit dari menjadi selebritis
sama-sama harus bertanggung jawab atas segala ucap dan perbuat
tapi, untuk saat ini
aku ingin kau memotong rambutku
membersihkan misai dan mencukur jenggotku
biarkan saja ada rumpang di ruas geligiku
dan jangan kau sentuh bekas-bekas luka itu
aku sedang tidak ingin membuka mata
angkasapuri, 8/3/12
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H