Lihat ke Halaman Asli

Reza P

Sarjana Hubungan Internasional Universitas Diponegoro

Kultur "Over-Baper" yang Harus di Musnahkan bagi Seluruh Penikmat Film

Diperbarui: 25 Mei 2022   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penonton film yang menormalisasi kultur over-baper itu katrok sih. Mereka gabisa ngebedain peran seorang Aktor sebagai pesandiwara didepan layar dan Aktor sebagai seorang manusia biasa diluar layar.

Boomingnya sinetron Ikatan Cinta salah satunya disebabkan oleh kuatnya chemistry antara karakter Andin (Amanda Manopo) dan mas Al (Arya Saloka) yang sukses ngebuat baper ibu-ibu di seluruh belantara Nusantara. 

Terlepas dari isu perselingkuhan yang melanda dua aktor top tanah air itu, ada satu hal yang ngebuat saya miris. Hal tersebut dikarenakan oleh tingkah laku jahat beberapa Penonton yang mendoakan agar Arya segera cerai dengan istrinya, harapan mereka adalah Arya bisa menikahi Amanda di dunia nyata persis seperti yang terjadi di layar kaca.

Sinyal senada datang dari serial Wedding Agreement, para Penonton mendorong perjodohan antara mas Bian (Refal Hady) dan Tari (Indah Permatasari) agar menikah di dunia nyata. Padahal sebagaimana yang diketahui, Indah telah resmi dipersunting oleh Komika asal Wakatobi, Arie Kriting.

Kultur Penonton yang over baper ini kerap kali terjadi di tengah-tengah kita semua. Tentu kita masih ingat bagaimana respon Penonton terhadap Han So Hee pada saat dirinya memerankan karakter Yeo Da-Kyung dalam series The World of the Married. 

Komentar media sosialnya dipenuhi oleh berbagai hujatan para Penonton yang menghina dirinya dengan sebutan ‘pelakor’ dan ucapan-ucapan serapah lainnya, untungnya So Hee nanggepinnya dengan bijak. 

Kejadian serupa juga menimpa Reza Rahardian pada saat dirinya melakoni serial Layangan Putus, sosok yang memerankan sebagai mas Aris tersebut bahkan sempat mengaku bahwa dirinya pernah ditegur secara langsung oleh orang gak dikenal sebagai dampak atas berperan sebagai tukang selingkuh yang cukup jahat.

Nah ini nih yang mau saya bahas di dalam tulisan ini, soal kebaperan yang over dalam menanggapi karya film. Emang bener sih, tingkat ‘kebaperan’ Penonton terhadap suatu film merupakan tolak ukur kesuksesan film itu sendiri di khalayak publik. 

Semakin banyak yang baper, notabennya film akan menuai banyak perhatian dari masyarakat dan berpotensi merangkul jumlah Penonton yang masif. 

Tapi hal ini bisa jadi permasalahan yang berbeda manakala isunya berubah menjadi ‘over baper’ – suatu kultur dimana penonton merespon suatu film dengan bias lantaran telah terbuai akting dari para aktor, sehingga mereka sulit membedakan ‘manusia sebagai aktor’ di dalam layar kaca dan ‘manusia sebagai manusia’ pada kehidupan nyata.

Kultur over baper apabila di normalisasikan akan menjadi suatu habit yang toxic sih di tengah masyarakat sosial pada masa sekarang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline