IQ atau disebut juga kecerdasan manusia yang dapatmelakukan beberapa kemampuan seperti berpikir, menyelesaikanmasalah dan memahami sesuatu. EQ atau kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Dan SQ atau kecerdasan spiritual adalah suatukecerdasan (kemampuan) yang terdapat dalam diri seseorang yang dapat ditunjukkanmelalui perilaku-perilaku keruhaniahanatau keagamaan. Bisa dimaksimalkan dengan baik, pastinya.
Dalam memaksimalkan IQ, EQ, dan SQ seorang anak membutuhkan peran orang tua maupun lingkungan sekitarnya, baik di sekolah atau di rumah. Bagi orang tua pertumbuhan maupun perkembangan menjadi faktor penting dalam tumbuh kembang anak nantinya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi pada anak secara fisik atau jasmani, sedangkan perkembangan adalah pertumbuhan pada kemampuan atau skill seorang anak. Maka dari itu, pertumbuhan lebih mengarah ke tinggi badan dan usia nya. Kalau, perkembangan lebih mengarah kepintaran atau keaktifan seorang anak dan tentu saja kedua hal ini saling berkorelasi membuat tumbuh kembang anak yang sehat dan baik.
Bagi Piaget, perkembangan terutama perkembangan kognitif seorang anak didasarkan pada usianya yang usia 0-2 tahun masa dimana anak lebih banyak menggunakan sensoriknya. Di usia 2-7 tahun, anak-anak sudah bisa dalam mengubah, berbicara dengan jelas, memisahkan, dan lainnya. Kalau, usia 7-11 tahun masa dimana anak-anak sudah berpikir secara organisir dan rasional tanpa hipotesisnya. Terakhir, usia 11 tahun keatas adalah masa dimana anak-anak sudah bisa menalar dan menarik kesimpulan dalam informasi yang didapatkan serta berpikir secara kreatif, kritis dan lainnya. Mengenai perkembangan kognitif, tidak bisa melupapakan teori dari Vigotsky yang mana dia mengatakan bahwa perkembangan anak menekankan akan interaksi yang terjadi dan pengaruhnya nilai budaya yang ada. Makanya, bahasa menjadi alat utama dalam memperolehnya. Akan tetapi, teori-teori tersebut tidak bisa dibenarkan atau disalahkan. Ini hanya bagaimana peran orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Selain perkembangan kognitif, perkembangan psikomotorik anak juga berpengaruh dalam tumbuh kembangnya. Perkembangan ini lebih bagaimana anak bertindak dari pemahaman yang didapatkan nya.
Selain itu, ada juga faktor hereditas dalam memaksimalkan IQ, EQ, dan SQ seorang anak dimana faktor ini lebih ke gen orang tua yang diwariskan ke anak, bisa berupa bentuk tubuh, sifat, intelegensi dan lainnya. Biasanya disebut juga dengan teori nativisme tetapi, faktor lingkungan atau teori empirisme juga mempengaruhi sebab lingkungan berupa wujud objek atau sosio-kultural yang tentu saja akan mempengaruhi seorang anak dalam pengetahuan dan kemampuannya. Kedua teori ini juga bisa di gabungkan dalam memaksimalkan IQ, EQ, dan SQ seorang anak atau yang bisa disebut teori konvergensi dimana teori ini mengatakan peran gen orang tua tidak sepenuhnya berpengaruh apabila lingkungannya tidak tepat.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, peran lingkungan terutama sekolah (guru) juga penting dalam memaksimalkan tumbuh kembang anak. Guru berperan dalam memaksimalkan belajar seorang anak dengan menggunakan teori behaviouristik atau humanistik dimana teori behaviouristik adalah teori belajar yang menstimulus anak murid dalam berpikir atau bertindak. Stimulus yang diberikan jika itu positif, maka respon yang diberikan pun positif begitu juga sebaliknya. Teori ini lebih ke bagaimana murid merespon situasi yang ada di lingkungannya serta adanya penghindaran hukuman dan banyak memberikan pujian atau hadiah. Sedangkan, teori humanistik ialah memanusiakan manusia dimana guru berfokus pada mencari dan menemukan potensi yang ada pada anak muridnya. Teori ini juga lebih ditunjukkan untuk anak murid itu sendiri. Dari sini, guru bisa berbuat sesuatu agar anak murid tumbuh kembang belajarnya maksimal.
Akan tetapi, proses-proses tersebut juga tidak lepas dari kematangan anak tersebut. Kematangan seorang anak tidak bisa diukur sesuai umur nya, tetapi dilihat bagaimana anak tersebut siap dalam menyelesaikan persoalan yang ada yang lebih tinggi. Matang nya seorang anak akan mempengaruhi kemampuan berpikirnya yang secara rasional dan bisa mengendalikan emosinya sendiri. Sebenarnya guru juga bisa melakukan pendekatan konstruktivisme pada anak murid, karena pendekatan ini lebih membangun pengetahuan anak murid dari pengalaman uniknya serta memungkinkan anak murid terlibat dalam pembelajaran. Sehingga, anak murid menemukan dan mengeksplorasi nya dengan yang diketahui nya sendiri.
Dengan pola asuh yang baik dan peran guru yang memaksimalkan IQ, EQ, dan SQ seorang anak maka bisa membentuk konsep diri yang baik maupun sehat bagi anak. Konsep diri ini bermanfaat bagi anak dalam mencapai tujuan, mampu menghadapi masalah, dan tidak membatasi diri. Selain itu, perkembangan emosi, nilai, moral, sikap, dan kreativitas anak juga akan tumbuh dengan baik seiring anak tumbuh. Tentu saja, perkembangan itu perlu diseimbangkan agar anak nantinya bisa profesional dan fleksibel dalam menerapkan kemampuannya. Pada akhirnya, IQ, EQ, dan SQ seorang anak akan juga berkontribusi dalam kependidikan anak itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H