Lihat ke Halaman Asli

By

Merakit jadi cerpenis

Overthinking

Diperbarui: 20 Februari 2023   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aroma khas mie yang dimasak menguar sampai ke hidungku, dengan mulut yang beberapa kali menguap, aku menunggu mie matang dengan sempurna. Suara jangkrik dari belakang pekarangan rumah mengisi ramai di malam yang sunyi ini. Hanya aku yang masih terjaga, aku pastikan yang lain telah hanyut ke alam mimpi. Ku lihat jam di dinding, yang dentingnya bersahutan dengan suara jangkrik. 

"Udah jam 11 aja" batinku.

Dengan segera aku lahap mie yang telah matang tadi, memasukkannya ke dalam mulut untuk menyenangkan perut yang sudah aku abaikan selama berjam-jam. Bagaimana tidak, toko begitu ramai sehingga membuatku tidak sempat untuk sekedar membeli makan. Dan memasak mie instan adalah pilihan yang tepat untuk menghemat pengeluaran bulan ini. Lagi pula aku harus menabung dengan keras untuk bisa membayar uang kuliah di semester depan, jika aku ingin lulus.

Kasur ternyata tak kunjung membuatku terbuai, padahal mata telah memerah dan badanku juga telah lelah, bahkan sejak tadi mulutku tak berhenti menguap. Lantunan musik pengantar tidur akhirnya membersamaiku, 

Sudah cukupkan keluh kesah itu biar menguap bersama rasa kantukmu ..., 

mata terpejam, namun pikiranku melalang buana, 

bagaimana masa depanku? apakah aku bisa wisuda? apakah aku bisa menyelesaikan skripsiku? apakah aku bisa mewujudkan mimpi-mimpiku? apakah aku bisa membanggakan ayah dan ibu? apakah aku bisa membuat mereka bahagia? apakah aku bisa terus bersama dengan orang-orang yang aku cintai?

Pertanyaan-pertanyaan dari alam pikirku itu tak kunjung mendapat jawaban, hingga kantuk benar-benar merenggutku, dan aku hilang bersama kekhawatiran yang terasa menyesakkan.

Waktu kurasakan semakin cepat berlalu, tanpa sempat aku melakukan banyak hal. Senin berganti selasa, pagi berganti malam, dan hari tiba-tiba saja berganti bulan. Aku berdiri di depan cermin dengan kecemasan-kecemasan yang memenuhi isi kepala tanpa tau kapan menemui kelegaan. Seakan membawa beban penuh di kepala, rasa sesaknya terasa sampai ke rongga dada, melahap jiwaku hingga keruh. Hasbunallah wani'mal wakil, kalimat itu aku rapalkan berulang-ulang, membasahi setetes demi setetes jiwaku agar kembali hidup.

Ting, satu pesan masuk mengalihkan perhatianku.

Ada dimana? jalan yuk, pesan masuk itu membuatku tersenyum tipis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline