Lihat ke Halaman Asli

Manfaatkan Potensi Zakat untuk Menurunkan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Z

akat merupakan rukun Islam ketiga yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim di dunia ini. sebenarnya macam zakat ada banyak, tetapi yang biasa orang bicarakan adalah zakat di bulan Ramadhan sebagai pelengkap ibadah puasa, yakni zakat fitrah. Zakat yang dimaksud untuk dikelola adalah zakat fitrah dan zakat maal—yang kebanyakan didapat dari dana pendapatan masyarakat.

Sebenarnya apa hubungan zakat dan ekonomi—yang sebagian banyak orang memahami ekonomi itu ajaran barat yang sekuler? Pertanyaan ini dapat dengan mudah dijawab, sebab ekonomi berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia, termasuk kegiatan amaliyah yang perlu didukung oleh harta.

Ekonomi berhubungan dengan materi, yaitu harta yang dimiliki tiap-tiap individu. Dalam beribadah, umat muslim membutuhkan harta untuk menjalankannya. Sebagai contoh dalam keseharian, sholat yang membutuhkan pakaian yang tertutup yang telah disyariatkan Allah, begitupun juga zakat.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim mayoritas memiliki potensi zakat yang besar jika dikelola dengan profesional. Bahkan potensi itu dapat mengurangi tingkat kemiskinan penduduk Indonesia serta kelaparan secara tidak langsung.

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyatakan bahwa dana zakat keseluruhan yang dikelola dari tahun 2007 hingga 2009 meningkat secara signifikan sehingga pada tahun 2009 dana itu mencapai Rp 1,2 Triliun.

Bank Pembanguna Asia (ADB) mengkaji prediksi dana zakat Indonesia pada tahun 2010 mencapai Rp 100 Triliun. Jika dilihat dari sisi ekonomi, dana zakat dapat menjadi salah satu buffer power perekonomian Indonesia.

Zakat merupakan penopang dan tambahan meringankan beban pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan pengurangan kemiskinan.

Zakat menjadi tambahan pendapatan bagi para fakir miskin. Mereka dapat membeli barang-barang kebutuhan pokok sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap barang-barang kebutuhan pokok.

Di sisi lain, zakat juga dapat merangsang investasi karena dana tabungan masyarakat terkikis dan beredar. Dengan meningkatnya investasi maka sistem mikroekonomi dan makroekonomi mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi juga akan meningkat.

Namun sangat disayangkan, badan pengelola zakat di Indonesia belum terpadu, sehingga pengelolaan dana zakat belum maksimal. Untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat, dibutuhkan koordinasi terpadu tidak hanya dari pemerintah, tetapi pihak swasta juga. Selain itu, pihak perbankan syariah dan LSM mempunyai daya pendekatan yang lebih pada masyarakat ketimbang perusahaan swasta lain.

Di sisi lain, para wajib zakat juga memiliki kesadaran yang rendah akan zakat yang harusnya mereka keluarkan jika sudah sampai nishab (syarat waktu zakat). Masih banyak masyarakat yang belum paham mengenai pelaksanaan zakat, hikmah dan tujuan zakat itu sendiri. Padahal menolak zakat berarti mengingkari agama.

Mungkin kita perlu melihat dan meninjau lebih dekat lagi—walaupun sudah dekat, bagaimana sistem zakat di negara tetangga, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Malaysia menetapkan sistem two-in-one, di mana jika kita sudah membayar zakat, maka tidak perlu lagi membayar pajak—jika biaya pajak sama dengan zakat yang dibayarkan. Sebagai contoh, jika biaya pajak sebesar RM 2000 dan seseorang telah membayar zakat sebesar RM 1700, maka biaya pajak yang harus dibayar adalah RM 300.

Sistem distribusi dan pascadistribusi di Brunei bisa diacungi jempol. Pemberian dana zakat benar-benar sesuai sasaran dan pengambilan dana dilakukan di bank yang sudah ditunjuk oleh pemerintah sebagai mitra. Setiap bulannya, tiap keluarga miskin hanya diperbolehkan mengambil dana di bank hanya 1/60, 1/48, 1/36, atau 1/12 sesuai tingkat kemiskinan kepala keluarga tersebut. Dana pengeluaran perbulan hanya digunakan untuk menutupi biaya pengeluaran makanan, minuman, biaya sehari-hari, biaya sekolah, dan biaya sewa rumah.Dengan begitu pengelolaan zakat akan lebih optimal.

Dengan harapan dana zakat yang seharusnya tinggi ini, pemerintah harus lebih memperhatikan lebih intensif karena pengaruhnya sangat besar terutama di bidang ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline