Lihat ke Halaman Asli

Ketika Harga Kopi Makin Pahit

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Siapa yang tak kenal dengan kopi. Tanaman yang bijinya dimanfaatkan sebagai bahan minuman yang sudah tersohor di beberapa benua sejak 800 SM. Berawal dari benua hitam, di negeri miskin Ethiopia yang telah memanfaatkan kopi sebagai bahan pangan penambah energi. Hal ini berkembang sampai ke benua Eropa, dan akhirnya sampai terasa di lidah kita kepahitan rasanya disertai dengan aromanya yang khas. Saat ini kopi sudah dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, baik yang muda, para remaja, eksekutif, ibu-ibu, kakek, nenek, tukang becak, presiden, dan lain-lain.

Penambah energi alami

Perkembangan penyajian kopi yang cukup baik membuat masyarakat tetap mengonsumsi kopi meski di beberapa kedai kopi dunia harganya terbilang mahal. Olahannya pun sudah beragam dengan berbagai macam rasa dan bentuk tetapi tanpa mengurangi kekhasan kopi itu sendiri. Kita dapat menemukan produk-produk inovasinya di beberapa kedai kopi dunia, seperti halnya di kedai Starbucks, Dunkin Donuts,Pacific Coffee, dan lain-lain.

Karena khasiatnya yang dipercaya dapat menambah energi, kopi kerap kali menjadi minuman pilihan untuk menjaga stamina agar tetap semangat bekerja dan juga mengusir rasa kantuk dari pelupuk mata. Selain itu kopi juga dipercaya dapatmenurunkan resiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung.

Pahitnya Harga Kopi

Memburuknya iklim serta cuaca di beberapa wilayah di mana kopi-kopi dunia ditanam menyebabkan produksi kopi semakin menurunsehingga pasokan pun tak banyak. Padahal permintaan dunia akan kopi cukup tinggi. Hal ini menyebabkan harga kopi semakin naik, baik jenis arabica maupun robusta. Berdasarkan data dari Bloomberg, sejak kuartal IV tahun 2010 harga kopi dunia sudah menunjukkan tanda-tanda kenaikan terutama untuk kopi jenis arabika. Pada kuartal itu harga kopi arabika di bursa ICE New York ada di level US$2.01 per pound untuk pengiriman Desember. Sementara kopi robusta untuk pengiriman Januari 2011 ada di level US$1.91 per pound. Harga tersebut adalah harga tertinggi sejak 14 Oktober 2008. Sampai saat inipun harga kopi masih terus memahit. Hal ini terjadi karena akibat banyak faktor, tidak hanya faktor cuaca buruk yang begitu membuat pusing banyak kalangan. Di Indonesia—yang merupakan produsen kopi terbesar nomor tiga dunia, curah hujan sangat tinggi sehingga menyulitkan petani kopi untuk memproduksi lebih banyak kopi. Tak berbeda nyata dengan Vietnam—sang raja kopi Asia, yang merupakan produsen kopi terbesar kedua setelah Brazil. Vietnam juga mengalami cuaca buruk, hanya saja di Vietnam terjadi kekeringan sehingga pasokan air sangat kurang. Dengan begitu harga kopi robusta makin pahit karena Vietnam adalah negara penghasil kopi robusta terbesar di dunia. Harga robusta di bursa London Liffe untuk pengiriman Mei 2011 berada di level US$ 2,615 per ton. Harga ini sudah naik 25% dari harga normal di kuartal IV 2010 dan kuartal I 2011 yang sebesar US$ 2,043 per ton.

Faktor x:Joker’ bermain lagi

Peristiwa-peristiwa dunia yang sedang menjadi sorotan utama pemberitaan pun ikut menyumbang, seperti kerusuhan yang terjadi di Libya, bencana alam dan rusaknya reaktor nuklir di Jepang. Beberapa produsen kopi olahan dunia tak mau rugi. Mereka pun menaikkan harga produknya sebesar beberapa persen, seperti Starbucks yang menaikkan 12% untuk produk kemasannya.

Ternyata tak hanya faktor-faktor di atas yang menyebabkan harga kopi naik. Ada faktor lain yang cukup berpengaruh dan independen. Artinya faktor inilah yang menjadi primary key dari naiknya harga kopi dunia terutama di Indonesia. Ya, satu lagi pemain yang selalu beraksi layaknya ‘joker’, sang spekulan yang seenaknya memainkan harga. Setiap harinya harga kopi dalam negeri pun fluktuatif. Para eksportir kopi harus berpikir ulang jika akan mengekspor kopi ke luar negeri. Pasalnya harga kopi dalam negeri lebih tinggi daripada harga kopi dunia. Jelas mereka akan kalah bersaing soal harga. Cuaca buruk memang sedang melanda Indonesia, tetapi seharusnya sistem distribusi produk ini harus seimbang. Jangan sampai harga kopi robusta di Sulawesi setara dengan kopi arabika di Sumatera. Hal ini bisa saja terjadi jika pendistribusian tidak baik seperti yang sekarang ini sedang terjadi di dunia. Tak semua harga kopi naik, ada yang turun dan ada yang konstan.

Harus ada tindakan tegas untuk para spekulan agar sistem ekonomi dalam negeri tetap berjalan dengan baik, karena pada dasarnya masalah pangan adalah permasalahan yang sistemik sehingga jika terjadi kekurangan di titik tertentu maka akan berimbas pada yang lain.

Memanfaatkan peluang

Naiknya harga kopi dunia ternyata tidak serta merta menjadi momok bagi kita semua, tentu dibalik masalah ada peluang yang seyogyanya dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dengan tingginya harga kopi dunia pemerintah harusnya bisa memotivasi dan mendukung para petani kopi untuk dapat menghasilkan kopi yang lebih banyak lagi sehingga produksi tinggi dan pendapatan total juga bertambah. Pemerintah harus serius dalam menangani hal ini karena pemerintah juga berperan penting dalam keberhasilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline