Lihat ke Halaman Asli

Febryanto malau

Anthropologi

Kebimbangan dan Kecemasan, Panggilan dari Keberadaan

Diperbarui: 3 Desember 2024   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebimbangan dan kecemasan. Dua kata yang sering  menjadi tanda tanya besar dalam perjalanan hidup manusia. Mengapa mereka hadir? Apakah mereka bagian dari penderitaan yang tak terhindarkan, sebagaimana Jean-Paul Sartre menggambarkan kehidupan sebagai "terkutuk untuk bebas"? Ataukah mereka adalah panggilan atau undangan dari keberadaan untuk mengenal diri lebih dalam? 

Dalam dunia yang terus bergerak tanpa henti, kebimbangan dan kecemasan sering dianggap sebagai pengganggu. Namun, mari berhenti sejenak dan bertanya: Apa yang ingin mereka katakan kepada kita?   

Jean-Paul Sartre, dalam [Being and Nothingness], menyebut manusia sebagai makhluk yang "terkutuk untuk bebas." Kebebasan ini membawa manusia pada kebimbangan yang mendalam. Kebimbangan lahir dari kesadaran akan tanggung jawab atas setiap pilihan, dari ketakutan bahwa langkah kecil dapat membawa dampak besar yang tak terduga. 

Namun, kebimbangan ini bukan musuh. Ia adalah tanda bahwa manusia menyadari kompleksitas hidup, sebagaimana Sartre mengatakan bahwa "kita bertanggung jawab atas dunia dan diri kita sendiri sebagai bagian dari proyek kebebasan kita." Kebimbangan mengingatkan kita bahwa setiap pilihan adalah cermin keberadaan kita. 

Bukankah kebimbangan yang menyakitkan adalah bukti bahwa kita hidup dalam kebebasan yang otentik? 

Soren Kierkegaard, dalam [The Concept of Anxiet], menyebut kecemasan sebagai "the dizziness of freedom"—pusingnya kebebasan. Ia menggambarkan kecemasan sebagai reaksi terhadap kesadaran bahwa kita bisa memilih apa pun, bahwa kita memiliki kemungkinan tak terbatas. 

Kecemasan sering dianggap sebagai beban, tetapi Kierkegaard melihatnya sebagai sesuatu yang lebih dalam. Ia berkata, "Kecemasan adalah pendidik paling setia; hanya melalui kecemasan, kita belajar apa itu kebebasan." Dalam kecemasan, manusia berdiri di tepi jurang keberadaan, melihat semua kemungkinan di hadapannya, tetapi tidak tahu langkah mana yang akan membawa dia ke kedalaman atau ke puncak. 

Apakah mungkin kecemasan adalah panggilan dari jiwa untuk menghadapi kerapuhan sekaligus potensi kita? 

Martin Heidegger, dalam [Being and Time], memperkenalkan konsep Dasein, keberadaan manusia yang sadar akan waktu dan keterbatasannya. Dalam keberadaan ini, kebimbangan dan kecemasan bertemu sebagai dua elemen esensial. 

Heidegger menyatakan bahwa kecemasan eksistensial bukanlah sesuatu yang harus dilawan, melainkan diterima sebagai bagian dari proses menjadi otentik. Ia menulis, "Hanya ketika kita menghadapi kecemasan, kita benar-benar menyadari keberadaan kita sendiri." Kebimbangan, di sisi lain, menjadi pengingat untuk berhenti sejenak dan memikirkan apa yang sebenarnya penting. 

Dalam dialog antara kebimbangan dan kecemasan, manusia menemukan panggilan untuk terus bertanya, mencari, dan melampaui dirinya sendiri. Dari hal ini, kita belajar bahwa kebimbangan dan kecemasan adalah elemen tak terpisahkan dari hidup manusia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline