PETERNAKAN ayam lokal (kampung) di Indonesia masih tergolong skala kecil dan menengah. Padahal, permintaan ayam kampung di dalam negeri kian meningkat dan berpotensi untuk diekspor. Jadi, siapa pun yang ingin berinvestasi di ayam kampung, peluang bisnis ini layak dipertimbangkan.
Alasan mengapa bisnis peternakan ayam kampung layak dipertimbangkan? Pertama, permintaan terhadap daging ayam kampung semakin meningkat. Hal ini karena masyarakat kelas menengah atas kian meningkat. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa kelas menengah Indonesia terus tumbuh. Pada tahun 2030, jumlah kelas menengah diperkirakan akan melesat menjadi 141 juta orang (Kompas.com, 4/2/2016).
Komoditas ayam kampung merupakan segementasi kelas menengah lantaran harganya yang cukup mahal. Harga per kilogram ayam kampung di pasar tradisional bisa mencapai Rp 70.000, sedangkan di pasar modern berkisar Rp 90 ribu per kilogram. Bahkan, menjelang Lebaran tahun 2015 yang lalu, harga ayam kampung mencapai Rp 150 ribu per kilogram.
Kedua, konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih sangat kecil, yaitu sekitar 8 kilogram per kapita per tahun. Sementara target pemerintah terhadap konsumsi protein hewani per kapita tahun 2017 mencapai 15 kilogram.
Secara keseluruhan, total produksi daging nasional sebanyak 3,06 juta ton pada 2015. Itu disumbang dari produksi daging ayam ras (1,7 juta ton), daging sapi (523 ribu ton), unggas lokal (314 ribu ton), daging babi (319 ribu ton), daging kambing dan domba (106 ribu ton), daging kerbau (31 ribu ton), dan daging lainnya (47 ribu ton).
Saat ini populasi ayam lokal 285 juta ekor pada 2015. Pemerintah menargetkan konsumsi ayam lokal yang saat ini hanya 16 persen atau 314 ribu ton di 2015. Tahun 2019 meningkat menjadi 25 persen atau sebanyak 750 juta ekor ayam lokal. Dengan kata lain, kita masih membutuhkan pasokan sekitar 465 juta ekor ayam kampung per tahun.
Terkait peluang ekspor, Indonesia dalam waktu dekat akan mengekspor produk ayam kampung ke Timor Leste dan Singapura. Indonesia berencana ekspor 150.000 per bulan khusus karkas ayam kampung ke Singapura (Kompas, 11/5/2016).
Ketiga, kesadaran masyarakat terhadap pola konsumsi makanan sehat semakin meningkat. Tak bisa dipungkiri, daging ayam kampung dipercaya lebih sehat ketimbang ayam ras. Selain lebih sehat, kandungan nutrisi ayam kampung dinilai lebih baik ketimbang daging ayam ras.
Yang membedakan kandungan nutrisi ayam kampung dengan ayam ras (broiler) adalah kandungan lemak dan total energinya. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), kandungan lemak pada ayam kampung kecil (9 gram) sedangkan broiler jauh lebih besar (14,7 gram).
Ternak Premium
Tidak heran kalau ayam kampung disebut sebagai ternak premium. Jika dianalogikan dengan jenis mobil, ayam broiler adalah Xenia, sedangkan ayam kampung adalah Mercedes Benz. “Ketika membeli mobil jenis Xenia, biasanya orang menanyakan potongan harga (diskon). Berbeda ketika membeli Marcedes. Yang ditanya bukan diskon, tapi jenis apa yang terbaru. Orang yang datang ke showroom Mercedes tidak bertanya tentang harga. Mobil Mercedes, walaupun showroom-nya sedikit, tapi peminatnya lumayan banyak,” kata Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M Zulkarnain.