[caption id="attachment_412569" align="aligncenter" width="500" caption="Situs Arca Tadulako/kompasiana(kompas.com)"][/caption]
“Bagaimana batu seberat dan sebesar itu bisa sampai di hamparan padang?” Mungkin itu yang ada di benak kita kalau berkunjung ke situs megalitikum di Lembah Besoa, Sulawesi Tengah. Di sana terdapat ratusan hasil daya cipta dari leluhur berupa patung batu (arca) dan bejana raksasa yang besarnya bisa dua sampai empat kali tubuh manusia dewasa.
Tadulakao adalah satu satu arca yang paling fenomenal di Lembah Besoa. Patung ini mempunyai simbol panglima di dada, mata bulat melotot, memakai ikat kepala (pekabalu), dan bagian pelipis terdapat benjolan yang menunjukkan telinga, tangan mengarah ke alat kelamin yang menonjol.1 Para ahli arkeolog menduga megalitikum di Lembah Besoa ini berusia 3000-4000 sebelum masehi.
[caption id="attachment_362600" align="aligncenter" width="300" caption="Situs Arca Tadulako (Sumber: http://sultengexploride.blogspot.com/2012/08/megalitikum-besoa.html)"]
[/caption]
Sulit dimengerti bagaimana para leluhur bisa “menciptakan” megalitikum di padang rumput yang dikelilingi oleh perbukitan kecil. Batu mega tersebut dipahat lalu digotong ke Lembah Besoa yang tingginya seribu meter di atas permukaan laut. Mustahil pencapaian mereka berhasil kalau para leluhur tidak kreatif, malas, dan lambat bekerja.
Rupanya nenek moyang kita sudah menguasai ilmu mengukir batu sejak jaman prasejarah. Mereka mampu memahat batu mega menjadi ukiran monumental dan tahan lama meskipun teknologi pada masa itu belum secanggih sekarang. Peninggalan megalitikum ini menyingkapkan satu fakta bahwa nenek moyang orang Indonesia memiliki daya cipta besar.
Megalitikum di Lembah Basoa selain Tadulako adalah Kalamba (tempayan batu). Karya mega ini berupa belanga raksasa lengkap dengan penutupnya. Situs Megalit ini tingginya mencapai dua meter dengan diameter 1,5 meter. Konon, Kalamba dipercaya sebagai tradisi nenek moyang untuk menghormati roh-roh pelaut dengan menaruh sesaji. Meski bersifat mistis, namun dibalik karya mega ini menunjukkan kehebatan berdaya cipta para leluhur.
Namun, orang Indonesia masa kini pada umumnya tergolong belum mampu berdaya cipta. Buktinya, bahan baku minyak bumi Indonesia diekspor ke luar negeri untuk diolah lalu dan dijual lagi ke Indonesia. Ironisnya, di bumi Indonesia ini masih sulit swasembada jagung, kedelai, gula, garam, dll. Ini menunjukkan masih kurangnya ketekunan, kemauan dan semangat besar para pemangku kepentingan dalam berswasembada pangan.
Berdasarkan laporan Indeks Daya Saing Global 2014-2015, peringkat daya saing Indonesia berada di peringkat 34 dari 144 negara. Di tingkat ASEAN, Indonesia kalah dengan tiga negara tetangga, yaitu Singapura (peringkat 2), Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-31).2 Megalitikum Lembah Besoa—Tadulako dan Kalamba—hasil karya para leluhur ini mestinya mendorong Indonesia menjadi negara maju. Namun, budaya kreatif tersebut seakan-akan mati bersama pendahulunya.
Negara-negara maju seperti Eropa, Amerika, dan Jepang pasti memiliki daya cipta yang kuat. Jepang merupakan bangsa berdaya cipta tinggi sehingga mampu menandingi negara barat dalam melahirkan teknologi canggih. Pencapaian besar bangsa Jepang di bidang teknologi lantaran masyarakatnya berdisiplin, tekun dan kerja keras.
Membuat Arca Tadulako dan Kalamba jelas menuntut kekreatifan, ketekunan, dan semangat besar. Ketiga hal ini adalah budaya Indonesia dan tentu saja merupakan modal besar untuk memajukan bangsa. Memetik hikmah dari Tadulako dan Kalamba tentu bukan menjadikannya sebagai berhala melainkan memotivasi kita untuk membuat karya-karya besar serupa sesuai dengan konteks masa kini.
Sayangnya, karya megalitikum Lembah Besoa kurang diperhatikan. Kita kurang menghargai sebuah karya mega sehingga penyakit lama ini membuat beberapa budaya Indonesia hilang atau dicaplok oleh bangsa lain. Sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan budaya-budaya semacam ini sehingga kelestariannya terjaga.
Dari Lembah Besoa kita belajar bagaimana ketekunan, kemauan, dan semangat dalam berdaya cipta para leluhur.
Catatan:
1. Yayuk Sri Budi R dan Asdep Urusan. Purbakala & Permuseuman/Proyek Pengembangan Media Kebudayaan (2003). HYPERLINK “http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=18218″
2. “Membaik, Peringkat Daya Saing Indonesia Ke Peringkat 34 Dunia” dalam situs Beritasatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H