Seperti halnya anak laki-laki yang beranjak remaja di awal 2000an, saya bertumbuh besar dengan ditemani berbagai macam tontonan dan bacaan dari Jepang, mayoritas dalam wujud anime atau manga. Salah satu yang paling beken dan secara personal menyentuh jiwa remaja saya, Naruto. So predictable. Akan tetapi, memang cerita Naruto sangat mewakili gejolak perasaan dan spirit masa remaja saya kala itu; penuh impian, persaingan, pembelajaran dan mencari makna dalam pertemanan. Lebih dalam lagi, saya sangat terinspirasi dari sang tokoh utama, Naruto, ninja remaja yang kerap diremehkan dan dikucilkan lingkungan, tetapi bermimpi sangat besar. Semakin sering membaca komik dan menonton adaptasi animenya, semakin saya menemukan berbagai hal, karakter hingga akhirnya kenyataan yang menarik; kenyataan bahwa bukanlah Naruto karakter yang akhirnya paling memikat hati saya; bukan juga Sasuke atau Guru Kakashi dan karakter figuran lain yang memiliki jurus-jurus keren. Lantas siapakah dia?
Shikamaru Nara
Ya, Shikamaru Nara adalah karakter pendukung kesekian dalam kisah Naruto; bahkan ia bukanlah rekan satu tim Naruto. Lalu, mengapa saya tertarik dengan karakter sampingan ini? Shikamaru adalah satu karakter unik dengan story arc yang luar biasa bagi seorang karakter pendukung sebuah cerita. Ia digambarkan sebagai seorang ninja remaja yang jenius dan penuh potensi, dimana masa depan yang cerah tentunya sudah menantinya; hanya sayangnya, ia super pemalas! Ia hanya ingin hidup ala kadarnya, sekedar hidup: mengikuti alur per-ninjaan, lalu bekerja, menikahi seorang wanita dan memiliki seorang anak. Sikap gak mau repot ini yang membuatnya sering kesal atas nasihat, tugas-tugas serta ekspektasi yang diberikan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Shikamaru lebih memilih bermain game dan bersantai daripada berlatih dan berusaha keras. Alhasil, akhirnya ada beberapa rekan dengan level kognitif di bawahnya dapat berkembang lebih pesat. Beruntung, dengan kecerdasan serta sejumlah momen kunci dalam hidupnya, ia tetap dapat tetap memiliki progres yang luar biasa meskipun sama sekali tidak mudah jalannya; persis seperti kisah hidup saya.
Yang bener nih?
Semenjak kecil, saya dikaruniai kemampuan kognitif di atas rata-rata; meskipun bukan yang paling pintar di kelas, saya selalu mendapat pengakuan dari rekan-rekan hingga guru karena kemampuan saya yang baik dalam proses pembelajaran maupun sejumlah bidang lain. Sudah garansi bahwa anak macam ini sering kali diikutsertakan dalam berbagai kompetisi dan diberi berbagai jenis tanggung jawab dengan diiringi harapan untuk pencapaian yang tinggi. Tentu saja pencapaian itu tidak pernah kesampaian, hehe. Saya tidak pernah berusaha dan berupaya maksimal untuk segala hal tersebut, potensi pun tak pernah tercapai; tidak pernah ada mimpi besar, tidak pernah ada keinginan untuk menonjol, hanya ingin hidup yang... ya... begini saja. Hingga di masa kini, layaknya Shikamaru, sering saya melihat rekan-rekan yang dulu berkemampuan kognitif di bawah saya sudah mencapai kesuksesan luar biasa. Eits, bukan berarti saya lantas kehilangan arah dan tidak mencapai kesuksesan saya sendiri. Seperti halnya Shikamaru, saya juga memiliki progres yang bisa dibilang luar biasa, meskipun tentu saja jalannya tidaklah mudah.
Jalan yang terjal
Saya dan Shikamaru bak dihukum atas kemalasan (atau mungkin kesombongan) kami yang tidak pernah mau berusaha keras dalam berbagai hal, sehingga kami dihadapkan pada momen-momen yang hampir tak pernah mudah. Pada arc pengejaran Sasuke, Shikamaru diberikan tanggung jawab untuk memimpin tim ninja remaja yang harus membawa Sasuke kembali ke desa Konoha (yang ini desa Konoha sungguhan) supaya terhindar dari ajaran sesat - singkatnya begitu. Kali ini Shikamaru menyusun rencana dan memulai memanfaatkan kecerdasannya sebagai seorang strategist; di sini, ia pun juga memulai perkenalannya dengan pahitnya kopi, eh maaf, kegagalan. Shikamaru sebagai mastermind pengejaran masih terlampau hijau, sehingga ia meremehkan pengaruh serta kekuatan tim lawan yang membawa Sasuke pergi. Harga yang harus dibayar? Hati yang hancur karena nyaris saja nyawa sejumlah rekannya hilang. Beruntung sekali, meskipun gagal, Shikamaru tetap dianugerahi kenaikan tingkat, karena pada ujian kenaikan tingkat yang telah berlalu serta dalam upaya pengejaran Sasuke, Shikamaru tetap menunjukkan potensi dan kemampuan yang mencengangkan - meskipun semua hal tersebut baru muncul setelah ada tekanan atau krisis.
Dalam studi dan kemudian kerja, sering saya hanya melakukan tugas dan tanggung secara bare minimum - yang ternyata di mata rekan, guru, dosen maupun atasan sudah cukup lebih baik dari sebagian besar rekan yang lain. Hal itu yang membawa saya diajak masuk dalam berbagai organisasi bahkan diberi kesempatan untuk memimpin (yang pastinya saya tolak, hehe). Keengganan saya untuk memberikan upaya maksimal pun membawa saya pada momen pahit; ketika mulai bekerja, saya menemui sejumlah komplain dari klien dan atasan - hanya karena saya menganggap remeh proses kerja sehingga menyebabkan luputnya sejumlah hal dari pengamatan saya. Beberapa kali. Dalam kasus yang berbeda pula. Malu dan kecewa bercampur aduk dalam benak saya. Ingin rasanya saya segera menyelesaikan satu periode kerja dan segera pergi, sampai ternyata Tuhan berkata lain; promosi jabatan. Di balik kesalahan-kesalahan yang saya buat, ternyata masih lebih banyak performa saya yang dipandang baik oleh atasan - meski kebanyakan muncul karena tekanan dan krisis. Lebih beruntungnya, performa tersebut dinilai cukup layak untuk membuat saya naik jabatan; hal yang sesungguhnya adalah momok bagi orang seperti saya yang hanya ingin hidup sekedarnya.
Mengapa jalan terus?
Di kemudian waktu, Shikamaru menyadari bahwa ia tidak dapat hidup dengan begitu-begitu saja; akan selalu ada pengorbanan, usaha keras dan harga yang harus dibayar demi mencapai tujuan tertentu. Dengan kecerdasannya, ia kemudian dapat mengatasi berbagai masalah dan tantangan, meskipun tetap ada setumpuk kegagalan dan kepahitan yang dia alami. Akan tetapi, perlahan ia mau terus menghadapi segala kesulitan dan problematika yang melanda, karena ia sudah menyadari bahwa hidup yang ala kadarnya tidak akan membawanya ke arah yang jelas; bahwa hidup ala begini saja tidak akan membawanya berkembang. Maka, sejalan dengan Shikamaru, saya juga hendak terus maju dan menghadapi segala tantangan untuk berkembang, bukan hidup yang, yah...begini saja lah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H