Melalui kekuatan yang dahsyat, timbul keserakahan. Sengaja saya plesetkan dari quote terkenal Spiderman yang berbunyi "With great power, comes great responsibility." -- kekuatan yang dahsyat datang sepaket dengan tanggung jawab yang besar. Saya plesetkan karena saya tidak hendak membahas Spiderman; biarkan Limitless lewat terlebih dahulu. Limitless dibangun dengan penceritaan yang berpusat pada kisah asmara antara Eddie Morra (Bradley Cooper) dengan sebuah suplemen temuan baru bernama NZT-48; serius, dan ini bukan girlband saudari jauh AKB 48 atau JKT 48.
Eddie adalah seorang penulis buku yang sedang mentok; tanpa motivasi, tidak ada ide serta baru saja diputus oleh Lindy (Abbie Cornish), sang kekasih yang selama ini menghidupinya. Suatu hari, Eddie bertemu dengan sang bekas adik ipar, Vernon (Johnny Whitworth). Melihat Eddie kepayahan dalam menyambung hidup, Vernon menawarkan sampel NZT-48 yang ia sebut sebagai suplemen baru dengan khasiat untuk mengoptimalkan kerja otak manusia. Sangat menjanjikan, namun mencurigakan, mengingat NZT-48 belum dijual secara bebas.
Namun, Eddie yang memang sedang buntu nekat saja mengkonsumsi NZT-48 dan merasakan aliran ide tak terbatas yang bisa membantunya melanjutkan karyanya; terlebih lagi, dibarengi dengan decak kagum dari editor buku yang ia tulis. Tak berhenti di situ, Eddie juga memanfaatkan efek NZT-48 untuk melakukan hal mencengangkan lainnya yang mustahil ia lakukan dalam kondisi normal. Belum pernah secemerlang dan sedigdaya ini, Eddie yang sudah kehabisan sampel NZT-48 merasa membutuhkannya lagi; datanglah ia ke apartemen Vernon dimana Vernon ia temukan tak bernyawa karena serangan senjata api. Eddie yang tidak mau hidupnya kembali melarat seperti dahulu, memanfaatkan momen ini dan menggondol seluruh NZT-48 yang dimiliki oleh Vernon. Sayangnya, tidak ia ketahui bahwa peristiwa ini adalah awal dari permasalahan yang akan menghantuinya sepanjang sisa film.
Kata seorang teman, jika ingin melihat karakter asli seseorang, berilah dia kekuasaan. Dalam konteks Eddie, yang ia dapatkan adalah kekuasaan penuh akan kemampuan otaknya plus kemampuan untuk mendominasi hampir di segala bidang yang ia sentuh; karakter asli yang keluar: tidak pernah puas dan selalu ingin lebih. Ibarat makan, alih-alih makan secukupnya, Eddie menjadi rakus dan memakan porsi yang bahkan lebih dari membuat kekenyangan. Akhirnya, Eddie pun harus kelimpungan menanggung konsekuensi dari pilihannya. Pada bagian akhir film, memang Eddie mendapatkan resolusi yang mungkin memuaskan, tetapi hidup kita bukanlah film yang bisa ditentukan untuk memiliki akhir bahagia atau tidak; manusia hanya bisa memperjuangkan hidupnya melalui pilihan-pilihan yang tak jarang berakhir pahit.
Bagaimanapun, sesungguhnya tidak ada yang salah dengan rasa tidak puas atau keinginan untuk mencapai lebih, tetapi kita harus menimbang juga apakah hasrat tersebut cenderung akan merusak diri kita atau tidak. Melalui film ini, saya secara pribadi belajar untuk mengukur kembali kebutuhan dan batasan dalam diri saya. Daripada ngotot untuk memiliki segalanya, tetapi dibuntuti oleh berbagai macam hal yang mengganggu bahkan mengancam keselamatan, lebih baik tetap bersahaja menikmati apa yang ada; bukan tidak berjuang, tetapi sekedar tidak serakah. Turun dari langit tinggi, tapaki bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H