Lihat ke Halaman Asli

Febriyan Lukito

An Ordinary Life in Extraordinary World

Sial

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tik tok tik tok .... Tulisan yang biasa digunakan untuk menyuarakan jam dalam bentuk kata, bahkan digunakan secara internasional. Aku sendiri jarang sekali menggunakannya. Baru kali ini aku menggunakannya dan masih merasa kurang sreg.

Tapi aku masih belum menemukan kata-kata yang dapat menggambarkannya. Walau sekarang terdengar jelas di telingaku detik demi detik berlalu. Sungguh, kalau kata orang-orang, menunggu itu melelahkan, bagiku, menunggu itu menyebalkan! Sangad!

Ya. Menyebalkan. Membuat mood yang tadinya baik-baik saja bisa berubah 180 derajat jadi sangat buruk. Dan itu yang sedang kualami. Menunggu.

Sudah 5 menit aku di sini, menanti seseorang yang katanya membawa berita penting bagiku. Entah apa yang dianggapnya berita penting itu hingga tak dapat dikatakan via telepon tadi.

Handphoneku kembali bergetar dan kulihat sebuah tanda sms masuk. Kubuka sms itu dan ternyata dari orang 'penting' itu.

'Maaf. Terjebak macet. Tapi sudah dekat. 5 menit lagi aku sampai.' Tulisnya di sms itu. Arrrrgh. Seperti mau meledak kepalaku saat selesai membaca sms itu. 5 menit lagi???? Aku pun tak membalas smsnya.

Segera setelah kuletakkan handphoneku, aku menyeruput segelas es kopyor durian yang sudah kupesan tadi. Manis. Terlalu manis. Dan duriannya tidak berasa. Arrrrgh. Semakin kesal rasanya aku.

Rasanya seluruh dunia saat ini sedang bersekongkol untuk mengerjai aku. Kesal. Benar-benar kesal. Aku pun mengambil majalah di meja dan mulai membolak-baliknya untuk yang entah sudah ke berapa kalinya aku membolak-baliknya.

Tiba-tiba...

'Kak, kakak bernama Ayu Diah Kusumawardani?' Tanya seorang anak kecil di sampingku, yang tidak kuketahui darimana datangnya.

Aku menganggukkan kepalaku. Segera setelah melihat aku menganggukkan kepala, anak itu memberikan setangkai mawar putih kepadaku. Disusul oleh anak-anak lainnya yang tidak aku ketahui darimana asalnya. Barisan anak itu sepertinya tak pernah berhenti memberikan bunga, sampai kemudian yang aku lihat adalah sebuah kotak berwarna merah dengan bentuk hati disodorkan ke wajahku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline