Lihat ke Halaman Asli

Kasus Pemerkosaan ABG 16 Tahundi Sulawesi Tengah

Diperbarui: 16 Juni 2023   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

lbhapik.org

Dibuat Oleh: Herlambang Leo Hendraputra, Stepan Armando Fiore, dan Arya Dharma Saputra (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan).

Pada Juli 2022, korban mendatangi posko bencana banjir di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah untuk memberikan bantuan logistik. Saat di posko bencana, korban berkenalan dengan para pelaku. Usai menyalurkan bantuan, korban tidak langsung pulang ke kampungnya di Poso karena dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku. Korban dijanjikan bekerja di sebuah rumah makan. berbagai modus, termasuk menawarkan korban narkoba jenis sabu dan mengancam korban dengan senjata tajam.

Korban yang kini berusia 16 tahun itu mengaku mengikuti rekannya berinisial YN bekerja di Kabupaten Parimo dan menjadi stoker di rumah adat Kaili Desa Taliabo, Kecamatan Sausu.

Saat itu, korban yang masih berusia 15 tahun mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh 11 orang, termasuk Kepala Desa (Kades) yang bertugas di Parimo, guru, dan anggota Brimob. Tindakan yang tidak senonoh para pelaku itu, berdasarkan keterangan korban, dilakukan berulang kali di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Korban mengaku mengalami kekerasan seksual hingga Januari 2023. Akibatnya, ia mengalami trauma dan gangguan reproduksi hingga terancam menjalani operasi angkat rahim.

Kasus persetubuhan anak dibawah umur ini dilakukan para tersangka sendiri-sendiri, tidak secara paksa melainkan ada bujuk rayuan dan iming-iming bahkan sampai dijanjikan menikah.

Berdasarkan keterangan korban, kasus tersebut dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu 10 bulan. Laporan yang diterima langsung diproses menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimalnya 15 tahun .

Kapolda menyebutkan dari 11 laki-laki yang dilaporkan, polisi telah menetapkan 10 tersangka, yaitu HR (43) yang berstatus sebagai Kepala Desa di Parigi Moutong, ARH (40) seorang guru Sekolah Dasar di Desa Sausu dan AK (47), AR (26), MT (36), FN (22), K (32), AW, AS, dan AK. Sementara MKS yang merupakan oknum anggota POLRI masih dalam tahap pemeriksaan dan belum ditetapkan sebagai tersangka, dengan alasan belum ada bukti yang mencukupi. Tersangka lainnya berstatus sebagai petani, wiraswasta dan mahasiswa. Ada juga, pengangguran dan semua tersangka saling mengenal.

Selain dikenakan sanksi pidana, para pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman identitas atau tindakan kebiri kimi atau pemasangan alat pendeteksi elektronik, mengingat pemerkosaan dilakukan lebih dari satu orang dan mengakibatkan korban mengalami gangguan atau hilangnya fungsi reproduksi, serta pelaku pun juga merupakan seorang guru dan Kepala Desa (KADES) yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak.

Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur pasal 76 D UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka pelaku terancam hukuman pidana sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 81 UU No. 17 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Pelindungan Anak. Berdasarkan Pasal 30 UU No. 12 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual juga berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Adapun restitusi sebagaimana dimaksud berupa ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis, dan ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline