Pada tanggal 17 Agustus 1964, Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke-19. Di tengah suasana penuh semangat nasionalisme, seorang gadis muda bernama Megawati Soekarnoputri, yang saat itu masih duduk di bangku SMA Perguruan Tjikini, Jakarta, mendapat kehormatan besar. Ia terpilih sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dan bertugas sebagai pembawa baki bendera Merah Putih.
Megawati, putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno, membawa baki kosong dengan langkah tegap menuju ayahnya. Bendera Merah Putih yang dijahit oleh ibunya, Fatmawati, kemudian dipindahkan ke baki yang dibawa Megawati. Momen ini menjadi salah satu kenangan bersejarah dalam hidupnya dan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebagai pembawa baki, Megawati tidak hanya menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, tetapi juga menunjukkan keteguhan dan semangat juang yang diwarisinya dari kedua orang tuanya. Rambut panjangnya yang dikuncir dan dikepang satu menjadi ciri khas yang diingat oleh banyak orang yang menyaksikan upacara tersebut.
Pengalaman ini tidak hanya menjadi bagian dari perjalanan hidup Megawati, tetapi juga menjadi simbol dari dedikasi dan cinta terhadap tanah air. Bertahun-tahun kemudian, Megawati mengenang momen tersebut dengan penuh kebanggaan dan rasa syukur. Ia menyadari bahwa tugasnya sebagai pembawa baki bendera pusaka adalah bagian dari sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia.
Megawati kemudian melanjutkan perjalanan hidupnya dengan berbagai peran penting dalam dunia politik. Ia menjadi Presiden kelima Republik Indonesia dan terus berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Pengalaman sebagai pembawa baki bendera Merah Putih menjadi salah satu fondasi kuat yang membentuk karakter kepemimpinannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H