Lihat ke Halaman Asli

Febrio Sapta Widyatmaka

Warga Negara Biasa

Imam: Teori dan Praktik itu Beda.

Diperbarui: 1 Juni 2024   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pengurusan jenazah. (Sumber gambar: UIN Antasari)

Sejenak saya merenung, kemudian mencoba mengajak otak saya berpikir. Sang imam baru saja berkata: "Teori dan praktik itu beda.". Di hadapan saya terbentang beberapa potongan kain kafan dengan potongan seadanya, tidak rapi, dan mungkin juga sama dengan di tempat-tempat lain. Saya berpikir keras menemukan alasan mengapa ada beberapa potongan kain yang belum pernah saya kenali ketika mempelajari pengurusan jenazah waktu masih muda dulu. Ya, di atas 3 lembar kain besar, masih ada 1 lembar kain yang diberi lubang di tengahnya, dan 1 lembar lagi digulung mirip dasi pramuka. Ternyata, lubang pada kain pertama digunakan untuk memasukkan kepala jenazah. Dan gulungan kain berikutnya digunakan untuk tutup kepala sang mayat.

Saya bukanlah ahli agama yang menguasai ilmu Islam. Namun, saya kadang mencoba mencari tahu dalil terlebih dahulu sebelum latah menjadikan sesuatu sebagai standar kebenaran. Dan berhubung Islam saya adalah Islam bawaan lahir, maka sudah terlalu banyak kebiasaan-kebiasaan yang lebih dahulu saya kerjakan sebelum saya mengetahui dalilnya. Dan saya meyakini, masih banyak "PR" saya untuk mencari tahu dasar-dasar dalam setiap kebiasaan tersebut. Saking biasanya, seringkali sisi kritis menjadi mandul alias tidak ingat bahwa kebiasaan tersebut belum dicarikan alasan dalilnya.

Kembali ke kain kafan. Islam sangat mementingkan busana. Kita bisa melihat bagaimana Allah mengatur umatnya berpakaian. Standar untuk laki-laki dan perempuan diatur sendiri-sendiri. Jenis pakaian yang digunakan untuk acara-acara tertentu juga diatur khusus, misal pada saat haji. Dan Rasul pun memberi kita contoh bagaimana berpakaian. Dan apabila saya tidak salah, salah satu yang dibangga-banggakan penduduk akherat kelak adalah kain kafannya. Itu lah sebabnya ada anjuran memberikan kain kafan terbaik, dan sebaiknya "mungkin" cara memotongnya juga rapi. Lagi-lagi saya belum mencari tahu apakah ada dalil khusus terkait cara memotong kain kafan. Tetapi terkait potongan pola kain kafan, inshaaAllah saya sudah mencari tahu dalilnya.

Logika sang imam yang saya tangkap, beliau ingin sang mayat berpakaian "lebih" layak. Oleh karenanya, sang imam membuatkan semacam baju atasan dan tutup kepala model ikatan. Namun, saya masih belum dapat memaklumi hal tersebut, sebab saya belum juga mendapati dalilnya. Justru dalam suatu penjelasan yang saya pelajari, memberikan tutup kepala masuk kepada hukum makruh. Dan tentu saya tidak sepakat dengan logika agar "lebih" layak tadi. Karena perintah Allah -yang kemudian disebut teori tadi- pasti lebih sempurna dibanding tata cara hasil logika manusia. Sehingga pernyataan teori dan praktik berbeda lebih saya maknai sebagai suatu pembelokan ketaatan. Logika manusia yang membayangkan betapa malunya nanti ketika sang mayat tidak dipakaikan pakaian yang lebih "membumi", saya pikir sangat berlebihan. Apabila pembaca memiliki dalil yang berkaitan dengan ini, mohon kiranya saya diberitahu. 

Saya berkeyakinan bahwa hal semacam ini tidak hanya terjadi di tempat yang saya singgahi waktu itu. Setidaknya, di dua lingkungan masjid di tempat tersebut sudah berlaku hal tersebut. Dan obrolan tadi adalah obrolan antar 2 imam dari masjid yang berbeda. Apabila prasangka saya benar bahwa hal tersebut bukan didasari alasan fiqih, maka wajarlah berbagai fenomena janggal yang sering saya temui. Kadang ada imam yang ketika takbiratul ihram, tangan kanan menunjuk "tauhid" dan tangan kiri menengadah. Dan ini saya belum mendapatkan dalilnya. Kadang ada jamaah yang bangkit dari ruku', membungkuk, dan memposisikan tangan seperti ketika memberi penghormatan di depan raja Jawa. Sering juga jamaah menengadahkan tangan seusai ruku'. Kadang jamaah memposisikan tangannya ketika sujud seperti posisi yang dilarang Rasul. Tidak jarang jamaah membuka tangan kanan dan kiri ketika salam. Untuk dua contoh terakhir, pada jaman Rasul sudah ada yang melakukan dan sudah diluruskan oleh Rasul. Tetapi pada kenyataannya, sampai hari ini hal yang sama persis masih dilakukan. Saya berkeyakinan bukan mereka menentang contoh Nabi, tetapi lebih ke arah "ikut-ikutan", tidak tahu, atau menjadikan logika sebagai pemimpin.

Semoga, perjuangan para ulama dan ustadz dapat segera menjangkau hati kita semua. Semoga Allah jaga diri kita dari hal yang menyebabkan kebangkrutan di akherat. Tulisan ini bukan untuk memojokkan atau menjelek-jelekkan orang atau kelompok tertentu. Tetapi lebih pada mengajak untuk mencari tahu "dasar" atas setiap hal yang kita lakukan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline