Lihat ke Halaman Asli

Otonomi Daerah, Sudah Terlaksanakah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari demokrasi. Demokratisasi sendiri telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan daerah yang semula sentralistis menjadi desentralistis. Akibat dari adanya perubahan tersebut, maka terjadi pergeseran lokus kekuasaan yaitu dari pusat ke daerah. Otonomi daerah di Indonesia telah berlangsung lama dan dijalankan oleh pemerintah daerah kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Ketentuan mengenai hal ini sudah terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 18 ayat (5). Untuk melaksanakan otonomi daerah yang sepenuhnya maka diberikanlah suatu kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola urusan daerahnya seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang ini terdapat pembagian urusan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, yaitu urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Sedangkan untuk urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah meliputi hal-hal atau urusan yang berada di luar keenam urusan pemerintah pusat.

Otonomi daerah dalam kenyataannya tidak sepenuhnya memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, karena otonomi daerah seolah-olah dibajak oleh kepentingan-kepentingan tertentu, seperti kepentingan ekonomi dan politik dari sisi anggarannya. Kenyataan lain dari adanya otonomi daerah adalah bahwa otonomi daerah membuka kesempatan kepada perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan alam di Indonesia. Dapat dikatakan juga bahwa otonomi daerah baik dari segi anggaran maupun otoritas yang diberikan pusat tidak secara otomatis rakyat bisa menikmati otonomi daerah itu, karena ada berbagai aktor baik di tingkat lokal maupun nasional yang menggunakan otonomi daerah sebagai alat untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Hal ini terjadi karena tersedianya instrumen yang dibuat oleh Dewan Perwakilan rakyat (DPR) tidak sejalan dengan gagasan otonomi daerah.

Demokrasi pasca reformasi diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang telah lama hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Permasalahan-permasalahan tersebut ada yang berasal dari pemerintahan sebelumnya yang belum terselesaikan maupun permasalahan baru yang timbul akibat kebijakan atau peraturan yang dibuat pemerintah saat ini. Secara historis, kebijakan desentralisasi sebagai prinsip yang mendasari otonomi daerah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kepentingan kekuasaan. Para pengusaha atau kalangan atas menitipkan kepentingan-kepentingannya dalam mendukung calon pemimpin di suatu daerah tertentu. Melalui dukungan itulah terjadi kesepakatan antara si pengusaha dengan pengasa. Akibatnya, kebijakan yang dibuat pemerintah daerah cenderung berpihak pada pengusaha asing atau pengusaha lokal. Kepentingan masyarakat lokal justru dinomorduakan. Penomorduaan ini seperti terlihat dalam pelayanan pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakatnya, misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, layanan administrasi, kebutuhan pangan, tempat tinggal, dan lain-lain. Memang, penanaman modal asing kepada suatu daerah tertentu berdampak pada kemajuan ekonomi (pembangunan) daerah tersebut. Namun, jika tidak dikelola dengan baik justru akan merugikan masyarakat setempat daerah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline