Lihat ke Halaman Asli

Febrian Satya Prianggono

Seminaris SMA Seminari Santo Petrus Canisius Metoyudan Magelang

Benarkah Digitalisasi Meratakan Pendidikan

Diperbarui: 27 September 2024   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Memasuki era baru.

Saat ini dunia tengah memasuki sebuah era baru yang disebut dengan era 5.0. Era 5.0 adalah sebuah era di mana teknologi seperti kecerdasan buatan, Internet of Things, dan big data digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan menyelesaikan masalah sosial. Dapat dikatakan bahwa era ini adalah era di mana teknologi diciptakan untuk membantu kehidupan sosial manusia. Semua bidang kehidupan manusia ini telah beralih ke bentuk digitalisasi.  

Perkembangan digital ini juga terjadi dalam bidang pendidikan. Pendidikan mengalami digitalisasi yang paling tampak pada masa pandemi tahun 2020 yang lalu. Pada masa pandemi ini, seluruh kegiatan persekolahan secara offline berhenti dan mau tidak mau harus beralih ke kegiatan online. Di belahan dunia manapun, aplikasi belajar online sangatlah membantu.  

Hal ini pun terjadi di Indonesia, di mana aplikasi-aplikasi seperti Zoom, Google Classroom, Google Meet, dan masih banyak lainnya. Pemerintah Indonesia pun mendukung hal ini dengan memberikan internet gratis kepada siswanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia perlahan-lahan menuju digitalisasi dalam bidang pendidikan. Suatu hal yang baik dan positif bahwa Indonesia mencoba untuk seperti negara-negara lain di luar sana.  

Dalam prosesnya, banyak yang pro dan kontra mengenai digitalisasi dunia pendidikan ini. Banyak yang mengatakan bahwa Indonesia terlalu dini dan kurang persiapan untuk memasuki dunia digital, terutama dalam bidang pendidikan. Tak sedikit pula yang mengatakan bahwa Indonesia harus mulai menjalankan digitalisasi dalam bidang pendidikan ini dengan alasan ketertinggalan ataupun kepraktisan. Maka dari itu, mari kita lihat kondisi Indonesia saat ini!

Siapkah untuk digitalisasi?

Sebelum menentukan apakah Indonesia mampu untuk melakukan digitalisasi pendidikan, perlu untuk kita lihat terlebih dahulu data persebaran internet di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik, pengguna internet di Indonesia adalah Jakarta sebesar 98,08%, Kepulauan Riau sebesar 95,98%, Kalimantan Utara sebesar 93,76%, Nusa Tenggara Timur sebesar 78,88%, Maluku Utara sebesar 81,88%, dan Papua sebesar 83,71%. Dari sini kita mendapat sebuah gambaran data persebaran internet di Indonesia yang setiap pulaunya masih belum merata.  

Jika dilihat lagi, pengguna internet di Indonesia per tahunnya semakin meningkat. Mengutip dari pernyataan APJII, pengguna internet di Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada periode 2022-2023. Jumlah tersebut meningkat 2,67% dibandingkan pada periode sebelumnya yang sebanyak 210,03 juta pengguna. Jumlah pengguna internet tersebut setara dengan 78,19% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 275,77 juta jiwa, dengan provinsi terbanyak adalah Banten, disusul oleh DKI Jakarta, Jawa Barat, dan seterusnya.  

Bila dibandingkan dengan survei periode sebelumnya, tingkat penetrasi internet Indonesia pada tahun ini mengalami peningkatan sebesar 1,17 persen dibandingkan pada 2021-2022 yang sebesar 77,02%. Sebagai informasi, tren penetrasi internet di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, penetrasi internet di Tanah Air mencapai 64,8% dan levelnya naik menjadi 73,7% pada 2019-2020.  

Dari data ini, kita bisa melihat bahwa Indonesia memang mulai bergerak ke arah digitalisasi. Hal ini membuktikan keseriusan pemerintah untuk membawa Indonesia ke masa 5.0. Usaha pemerintah untuk memberikan akses internet gratis kepada masyarakatnya patutlah diapresiasi. Banyak masyarakat Indonesia yang merasa dipermudah dengan adanya akses internet di Indonesia.  

Namun di sisi lain, banyak juga masyarakat yang merasa bahwa internet di Indonesia cukup mahal dibandingkan dengan harganya di negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh belum meratanya layanan internet gratis yang diberikan pemerintah. Mereka yang tidak mendapat layanan mau tidak mau harus membeli internet bulanan atau kuota. Harga kuota ataupun internet rumah pun juga cukup mahal. Sebagai gambaran, berdasarkan survei CupoNation, Singapura memiliki tarif Rp 32- Rp 628 per Mbps, Malaysia Rp 677 - Rp 8.959 per Mbps, Thailand Rp 1.080 - Rp 7.487 per Mbps, Filipina Rp 2.602 - Rp 35.586 per Mbps, Indonesia Rp 14.895 - Rp 43.500 per Mbps, dan Kamboja Rp 18.769 - Rp 70.385 per Mbps.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline